Potensi lain dari Inulin

Posted: Rabu, 04 November 2009 by smarters06 in Label:
0

Inulin dapat mengganti asam lemak trans dalam formulasi snack. Hal tersebut diungkapkan oleh sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan oleh International Journal of Food Science and Technology. Penggunaan inulin sebagai pengganti lemak dan gula sudah banyak dipraktekkan dalam industri pangan. Hasil penelitian yang dipimpin oleh Vanessa Capriles dari Sao Paolo University melaporkan potensi lain dari prebiotik tersebut, yakni dapat digunakan sebagai non fat flavouring solutions di snack bars.

Para peneliti tersebut mengganti partially hydrogenated vegetable fat, yang digunakan sebagai flavor fixative agent, dengan inulin oligofructose dengan tujuan meningkatkan kandungan serat pada produk akhir. Hasilnya, selain dapat mengganti fat fixative agent dan meningkatkan kandungan serat, indeks glikemik produk juga berkurang hingga 25%. Secara umum, kandungan lemak produk yang dihasilkan menjadi sangat rendah, yakni berkisar hanya 0,1% dan kandungan seratnya mencapai 15,3%. Sedangkan dari uji sensori yang melibatkan 42 panelis, menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki nilai acceptibility yang tinggi. Foodnavigator.com

Faktor Kritis pada Proses Aseptis

Posted: Senin, 02 Februari 2009 by smarters06 in Label:
0

Proses pengolahan aseptis (aseptic processing) merupakan salah satu inovasi besar yang telah memberikan sumbangan nyata bagi kemajuan teknologi dan industri pangan. Pada tahun 1991, asosiasi ahli teknologi pangan di USA (Institute of Food Technologists, IFT) mengumumkan 10 besar innovasi di bidang teknologi pangan di dunia, dimana proses pengolahan aseptis menduduki peringkat yang pertama. Tidak hanya itu, pada tahun 2007, Dr. Philip E. Nelson dari Purdue University, USA mendapatkan pengakuan internasional dan menerima Penghargaan Pangan Dunia (the World Food Prize) atas pekerjaan penelitiannya yang melahirkan aplikasi pengolahan aseptis ini di dunia industri; khususnya untuk bulk aseptic processing yang telah memungkinkan pengiriman buah-buahan dan produk olahan segarnya dalam skala besar secara global.

Proses pengolahan aseptis adalah kombinasi proses untuk sterilisasi, di mana produk (bisa obat atau pangan) yang sudah steril dikemas dalam kemasan yang steril dalam suatu ruangan yang steril sehingga dihasilkan produk akhir yang steril. Pada umumnya proses aseptis ini banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan dan pengawetan produk pangan cair (seperti sari buah, telur cair, santan, dan susu), produk pangan cair yang mengandung partikulat (bubur kacang hijau dan sup), dan produk pangan semi padat. Secara skematis, perbedaan antara proses sterilisasi konvensional dan sterilisasi dengan proses aseptis diperlihatkan pada Gambar 1.

Ada tiga komponen utama yang perlu dikenali dan dikendalikan dengan baik untuk pemastian pencapaian tujuan proses sterilisasi. Ketiga komponen tersebut adalah pemastian (i) proses sterilitas produk; (ii) proses sterilisasi bahan kemasan; dan (iii) proses sterilisasi zona aseptis, yaitu zona dimana proses pengisian dan

penutupan secara aseptis dilakukan.

Sterilisasi produk

Salah satu keuntungan dari proses pengolahan aseptis adalah bisa dilakukannya sterilisasi secara terpisah; antara sterilisasi produk dan sterilisasi kemasan. Hal ini memungkinkan dilakukannya sterilisasi secara sinambung (continuous) dengan menggunakan alat penukar panas atau bahkan dengan pemanasan langsung, sehingga pemanasan bisa dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang sangat singkat. Pemanasan demikian sering disebut sebagai pemanasan ultrahigh temperature atau beberapa literatur juga menyebutkan sebagai ultra-heat treatment yang dua-duanya sering disingkat sebagai UHT. Umumnya, UHT adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (> 135oC – 150oC) tetapi pada waktu hanya sekitar 2-15 detik. Pemanasan demikian, mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai kondisi sterilitas produk yang diinginkan dan sekaligus mampu meminimalkan tingkat kerusakan mutu (tekstur, warna, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup, dan produk pangan cair lainnya.

Secara umum, proses sterilisasi secara sinambung dapat disajikan secara skematis seperti pada Gambar 2; dimana pemanasan dan pendinginan dilakukan dengan menggunakan alat penukar panas (heat exchanger; HE). Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan sistem pemanasan terpisah ini, antara lain adalah (i) proses dapat berjalan dengan sinambung, (ii) proses pemanasan dan pendinginan yang cepat, karena bahan pengemas tidak menjadi penghalang, (ii) beberapa skema konservasi energi dapat diaplikasikan pada sistem ini, dan sekaligus (iv) meningkatkan jumlah pilihan bahan dan sistem pengemasan.

Pengenda lian aliran

Dari Gambar 2 terlihat bahwa proses pemanasan terjadi di HE dan kemudian dipertahankan konstan pada holding tube (HT); dan setelah itu didinginkan kembali. Karena proses ini berjalan secara sinambung, maka kecepatan dan profil laju aliran dalam HT perlu diperhitungkan dalam penentuan kecukupan panas. Sebagai ilustrasi, untuk cairan yang bersifat Newtonian (Gambar 3A) dan dialirkan secara laminar, dengan bilangan Reynold (Re)<2100, maka akan diperoleh titik tengah sebagai the fastest moving particle; titik yang paling sedikit menerima panas, dimana kecepatannya (Vmax) sama dengan 2 x kecepatan rata-rata (V ). Dalam kondisi laminar ini, karena masingmasing posisi di dalam HT mempunyai laju aliran yang berbeda, maka masing-masing bahan pangan dalam posisi tersebut juga akan memperoleh jumlah perlakuan panas yang berbeda pula.

Itu sebabnya, untuk memperoleh homogenitas pemanasan yang lebih baik, maka fluida biasanya dialirkan secara turbulen dengan Re > 4000, untuk memberikan profil laju aliran yang lebih seragam, yang berarti pamanasan yang lebih seragam pula (Gambar 3B).

Pengendalian laju aliran juga sangat penting kaitannya dengan penentuan waktu tinggal minimum produk pangan di alat penukar panas. Waktu tinggal minimum inilah yang akan digunakan untuk menentukan kecukupan panas. Semakin tinggi laju alirannya, maka akan semakin pendek waktu tinggalnya. Mengacu pada kasus aliran laminar, dimana titik paling cepat mempunyai kecepatan 2 V, maka titik tercepat itu hanya berada di HT selama . Jika suhu pada HT adalah Tho; maka jumlah panas yang diterima oleh partikel tersebut dapat dinyatakan dengan nilai F; sebagai berikut :

Dimana, Tho adalah suhu pada HT (diukur pada bagian “outlet" atau hulu dari HT), dan L adalah panjang HT, V adalah kecepatan rata-rata.

Terlihat bahwa nilai F suatu proses pemanasan (sterilisasi) sangat dipengaruhi oleh aliran bahan pangan dalam HT, terutama profil dan kecepatan aliran merupakan hal kritis yang perlu dikendalikan dalam proses sterilisasi ini. Berdasarkan pada itu, berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pengendalian aliran untuk menjamin kecukupan dan konsistensi proses sterilisasi :

* Pompa hendaknya dipasang di bagian hulu dari sistem pemanasan


o Pompa yang digunakan adalah positive displacement pump, pompa ini tidak sensitif terhadap perubahan tekanan
o Untuk memberikan kepastian bahwa partikel yang bergerak paling cepat (fastest moving particle) menerima panas yang ditargetkan, maka perlu dilakukan perhitungan kecukupan panas
o Untuk memberikan kepastian bahwa lama pemanasan tidak berubah, maka bisa digunakan pompa dengan laju yang tetap (fixed rate). Jika digunakan pompa dengan variable speed, perlu dipastikan bahwa perubahan kecepatan hanya dibisa dilakukan oleh authorized personel yang sudah ditunjuk dan diberikan training memadai.



Hodling Tube (HT)

Holding Tube (lihat Gambar 2) merupakan jantung dari keseluruhan proses pemanasan untuk menjamin tercapainya sterilitas yang diinginkan. Karena itu, selain pengendalian kecepatan pompa, perlu dilakukan pemastian bahwa suhu proses yang diinginkan telah tercapai, dan bisa dipertahankan dengan baik selama proses, sehingga kombinasi perlakuan suhu (T) dan waktu (t) bisa menjamin tercapainya sterilitas yang ditargetkan.

Beberapa hal tentang holding tube yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

o Posisi HT harus dibuat miring dengan kemiringan cukup, sehingga menghindari terbentuknya kantong udara pada produk dan untuk memastikan terjadinya self draining
o HT dibuat dari bahan dan disain dengan standar dan prinsip-prinsip sanitary design (permukaan halus, komponen mudah diurai dan dirakit kembali, mempunyai fail-safe system; terutama berkaitan dengan perubahan panjang atau diameter)
o HT dikonstruksi pada area yang kering dan tidak lembab, sehingga tidak memungkinkan terjadinya kondensasi yang akan bisa mempengaruhi suhu (Tho)
o Tekanan di dalam HT perlu dipertahankan tinggi, jauh lebih tinggi daripada tekanan uap air pada Tho. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya proses mendidih atau flashing; yang lagi-lagi bisa mempengaruhi suhu (Tho).
o Suhu HT (Tho) perlu dicatat dan dikendalikan baik pada inlet atau poun outlet, tetapi pengukuran suhu (Tho) dilakukan pada outlet HT


Sterilisasi kemasan

Unsur kritis kedua dalam menjamin proses pengolahan aseptis yang berhasil adalah proses sterilisasi kemasan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk bisa melakukan proses sterilisasi kemasan secara kering. Salah satu yang populer dan terbukti efektif adalah sterilisasi menggunakan H2O2. Secara detail hal ini pernah dibahas pada FOODREVIEW INDONESIA (Vol 1, No 1, Aseptik, hal 34-38).

Sterilisasi zona aseptik

Kondisi zona aseptis, yaitu area atau ruangan steril dimana proses pengisian produk steril ke dalam kemasan steril akan dilakukan. Zona jelas akan mempengaruhi keberhasilan proses sterilisasi secara keseluruhan. Pada dasarnya keseluruhan area atau zona aseptis perlu disterilkan, dengan menggunakan sterilan yang aman dan efektif. Sterilan yang sering digunakan adalah uap panas dan/atau H2O2 yang disemprotkan secara homogen ke seluruh permukaan di zona aseptis. Sering sterilan H2O2 juga dibantu dengan uap panas, untuk memastikan tingkat sterilitas yang diinginkan. Hal penting lain dalam kaitannya dengan zona aseptis ini adalah bahwa kondisi steril ini harus dipastikan terpelihara dengan baik selama proses berlangsung.

Chicory Inulin, the Invisible Yet Remarkable Fibre

Posted: by smarters06 in Label:
0

By Kristof Werbrouck

Chicory inulin, oligofructose or fructans are soluble fibres extracted from the chicory root. During the 20 years of its existance as a commercial dietary fibre source, inulin has made remarkable moves.

A stroll down Memory Lane

The Eighties (1986 – 1991) In its early days, inulin was just an interesting fibre which was processed to chicory fructose. Since 1982 Cosucra produced fructose to meet the demand for this interesting alternative to beet sugar. Soon, it was clear that the native fibre from chicory had a huge health potential.

The Ninetees (1991 – 1997) When prebiotics were first defined in 1995, it became clear that the basic value of inulin lied in its potential to promote gut health. Soon other properties were discovered related to gut health such as immunity, cholesterol maintenance and calcium absorption. At the same time products like Yakult and Actimel made it clear that the world was craving for gut health improving food.

The new Millenium (1998 – 2005) With sound references in the top of the dairy food industry, inulin slowly but steadily found its way to the healthy food industry : a mixture of “low & light”, “food with a plus”, “functional food” and “dietetic food” such as slimming products and sport food. Its easiness of incorporation, neutral colour and

flavour made the fibre ideal for boosting the nutritional profile and fibre content of food, without comprimising on taste or texture, while decreasing the calorie content. At the same time, the scientific support increased for the health promoting properties of inulin.

The next challenge

Amoungst dozens of fibres available in the market, inulin has gained its place as the most used soluble fibre globally and as a major gut health promoting ingredient.

With the gut health market only expanding recently to bakery, cereals and beverages, inulin has entered a whole new, broad food market .

Within Tempation

Remember the times when spreads contained 80% fat, or chewing gum actually contained sugar ? Nutrition and health is everywhere today and every food company is aware that food can actively change and improve our way of living.

With the unfortunate rise of obesity and overweight, it becomes clear that we are tempted too much to consume “empty food”, which is full of sugar and fat. We can’t help that they taste good and that we crave for a snack as a main course or in between meals. Our active lifestyle is forcing us to reduce the time to cook or even to be at home to eat, and we grab what’s available.

The battle for health
This is where the battle begins, the battle to keep our weight stable. Eating out, snacking, having that great chocolate or soft drink is constantly seducing us. That’s why the real challenge of food manufacturers today is to develop food that is great tasting with an acceptable nutritional profile.

There is an easy way to do, as the main problems can be reduced to four :

* We don’t consume enough fibre as we don’t eat enough vegetables and fruits
* Our consumption of fat and especially saturated fats is too high
* We consume too many simple sugars and too few complex sugars
* We are craving for food in between meals

Inulin can replacesugars and fat and correct the texture profile of the food, while providing an excellent source of fibre. With over 250 recipe models, Cosucra is able to provide application advice to merely all food products. But there’s more. A combination of inulin (Fibruline) with pea protein (Pisane) or the use of one of these ingredients can increase the effect of satiety significantly. This is the way we can overcome the craving for food in between meals, snacking in a healthy way. Inulin (Fibruline) also has gut health stimulating properties, resulting in an improved digestive system, a better immunity and a general feeling of well-being.

0

By Ram Chaudhari

Seiring dengan semakin berkembangnya tingkat pengetahuan masyarakat akan pentingnya diet sehat untuk kebugaran jangka panjang, menyebabkan peluang bagi industri untuk menciptakan produk fortifikasi ”good for you” juga semakin meningkat. Gaya hidup yang serba cepat membuat konsumen tidak memiliki waktu banyak untuk mempersiapkan kebutuhan gizi seimbangnya yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, daging/ ikan/produk unggas, susu dan biji-bijian. Hal ini membuat fortifikasi berperan penting di dalam menyediakan zat gizi instan yang secara normal di dapat dari setiap jenis pangan. Dengan teknologi yang tersedia saat ini, banyak jenis produk pangan yang dapat difortifikasi. Kuncinya adalah kesuksesan di dalam penyediaan campuran zat gizi premix tanpa efek samping pada konsumen, terutama di dalam rasa dan tekstur (mouthfeel dan penampakan).

Teknik pencampuran, pengujian dan pengolahan dapat menghasilkan perbedaan antar produk secara kualitas, kehomogenan, dan kestabilan saat penyimpanan nutrient premix. Hal tersebut dapat menyebabkan penolakan konsumen terhadap produk,

sehingga menyebabkan recall dan kasus pelanggaran. Peralatan untuk mencampur, jenis ingridien yang digunakan saat pencampuran harus sesuai, sebab akan mempengaruhi interaksi antar ingridien.

Tantangan yang dihadapi di dalam mencampur ingridien dengan ukuran partikel yang berbeda adalah kerapatan bulk dan ukuran partikel yang terpisah. Untuk itu, zat gizi mikro harus dilarutkan dengan ingridien pembawa lain untuk mendapatkan dua bahan yang berbeda untuk kemudian dicampurkan secara merata untuk mendapatkan produk yang homogen. Pada industri nutraceutical/pangan fungsional, kombinasi produk merupakan hal penting dan umumnya zat gizi seperti vitamin, mineral, asam amino, nukleotida dan ingridien pangan fungsional lainnya dikemas sebagai single serving powdered products sebagai tablet atau kapsul. Rata-rata formulasi premix mengandung paling sedikit 10 sampai 14 bahan zat gizi aktif dan 3 sampai 6 ingridien pangan fungsional, atau carrier. Beberapa formulasi dapat mengandung lebih dari 50 jenis bahan zat gizi aktif dan carrier.

Tantangan yang harus dihadapi saat memproduksi campuran bahan ingridien aktif adalah bagaimana menghasilkan premix yang homogen dan tepat dalam proporsinya. Bayangkan mencampur premix yang tidak seragam seperti 1 sendok gula, 3 sendok tepung dan 5 sendok beras kemudian ditambahkan campuran satu setengah sendok teh garam dan seperempat sendok pewarna. Diperlukan teknik yang tepat untuk berhasil mengkombinasikan ingridien menjadi campuran yang homogen.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah mengecilkan ukuran campuran Tantangan yang harus dihadapi saat memproduksi campuran bahan ingridien aktif adalah bagaimana menghasilkan premix yang homogen dan tepat dalam proporsinya menjadi produk kaya gizi pada setiap porsinya. Setiap porsi harus mengandung setiap ingridien pada proporsi yang sama sebagai campuran. Faktanya, membuat campuran yang seragam adalah tahap yang paling kritis dan sulit di dalam industri premix yang mencampur bermacam-macam jenis zat gizi. Dimana terdapat beberapa hal penting seperti ketidakcukupan proses pencampuran yang dapat menyebabkan salah satu zat gizi hilang didalam produk.

Emerging ingredient trends

Superfruits (contoh acai, goji, mangoosteen, noni, pomegranate, sea-buckthorn, buah naga, Indian gooseberry dan yumberry) dan manfaat yang diberikannya akan semakin membuat buah-buahan tersebut dimanfaatkan sebagai ingridien pangan. Hasil penelitian buah dan klaim kesehatan pada bidang ini masih sedikit. Penelitian terkini menyebutkan bahwa buah-buahan tersebut mampu meningkatkan kesehatan jantung, dapat berperan sebagai anti penuaan hingga meningkatkan imunitas tubuh. Secara tradisional, khasiat buah-buahan tersebut juga telah dirasakan oleh beberapa suku yang mengkonsumsi buah ini dengan rutin.
Selain superfruit di atas, tren ingridien penting lainnya:

Tiamin berperan didalam membantu meningkatkan metabolisme karbohidrat dan lemak di dalam tubuh untuk menghasilkan energi, serta membantu menjaga fungsi jantung, otak dan sistem pencernaan. Kombinasi antara tiamin dengan superfriut menimbulkan kerusakan tiamin sebab buah mengandung banyak sulfur dioksida

* Omega 3 dari flax, micro
* algae, chia dan krill
* GABA (gamma aminobutiric acid) untuk anti-stres dan mental focus applications
* Resistant Starch untuk meningkatkan satiety, membakar lemak dan meningkatkan sensitifitas insulin
* Simple fruits seperti tart cherries sebagai sumber melatonin, anggur untuk komponen polifenol sebagai pencegah penyakit jantung koroner (PJK) dan pencegah kolesterol.
* Botanicals seperti hibiscus sebagai anti hipertensi, rhubarb untuk aplikasi anti-anxiety dan choke berries bagi penderita diabetes.
* Probiotics untuk kesehatan pencernaan yang optimum dan fungsi sistem imun

Dalam penggunaan ingridien di atas sebagai premix, product formulator harus memperhitungkan beberapa faktor yang penting di setiap tahapan produksi. Tantangan yang harus dihadapi berkaitan dengan formulasi premix sebagai gabungan multiple nutrient, terutama pengaruhnya terhadap produk akhir seperti rasa, flavor, warna produk, kelarutan, bioavailability, pH, keamanan/toksisitas, interaksi antar ingridien dan stabilitas setiap ingridien. Faktor yang mempengaruhi stabilitas antara lain: suhu, pH, oksigen, cahaya dan kelembaban. Sebagai contoh, interaksi penting antara tiamin yang diformulasikan dengan ingridien superfruit yang mengandung sulfur dioksida. Tiamin berperan didalam membantu meningkatkan metabolisme karbohidrat dan lemak di dalam tubuh untuk menghasilkan energi, serta membantu menjaga fungsi jantung, otak dan sistem pencernaan. Kombinasi antara tiamin dengan superfriut menimbulkan kerusakan tiamin sebab buah mengandung banyak sulfur dioksida. Jumlah sulfur dioksida harus diketahui sebelum proses fortifikasi untuk mencegah kehilangan zat gizi penting seperti tiamin.

Banyak faktor yang berperan untuk meminimalkan interaksi, industri dapat memisahkan vitamin dan mineral menjadi dua premix yang terpisah, atau mengenkapsulasi vitamin dan mineral tertentu atau membuat bentuk tertentu dari suatu ingridien agar lebih stabil (seperti ingridien iodine dalam bentuk kalium iodide, magnesium dalam bentuk magnesium fosfat, zinc dalam bentuk zinc oksida, copper bentuk copper glukonat dan kalsium dalam bentuk trikalsium fosfat, tergantung daru ingridien lain yang ditambahkan dalam premix).

Banyak ahli formulasi yang setuju dengan pernyataan bahwa tidak ada ilmu pasti untuk mencampur bubuk yang menjadi bagian penting dari produk akhir yang dilakukan untuk setiap produk. Sebab mencampur bubuk sangat berbeda dengan mencampur cairan. Dimana adanya overblending, bubuk dengan bubuk yang dicampur dapat “tidak tercampur” atau setiap partikel dapat terpisah. Ada dua proses pencampuran yang umum dilakukan oleh industri nutraceutical/ dietary-supplement untuk mendapatkan produk yang homogen: pencampuran kering dan wet-granulation. Pencampuran kering lebih sering dilakukan oleh industri premix. Sifat fisik bubuk yang dihasilkan merupakan aspek kritis dari metode pencampuran kering. Sebelum mencampur, harus diketahui sifat bubuk ingridien seperti flowability, ukuran partikel, bentuk dan densitas.

Penggabungan nutrient premix sebagai bahan fortifikasi pangan sangat dibutuhkan oleh industri untuk tetap bersaing di pasar pangan saat ini. Pemikiran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan wellness, mempengaruhi pemilihan produk yang dibeli oleh konsumen. Air mineral terfortifikasi, meal replacement bars, minuman fungsional, biskuit fortifikasi, dan pangan organik popularitasnya akan terus meningkat. Untuk dapat sukses menghasilkan produk baru di pasaran, industri butuh fondasi yang kuat saat awal proses pengembangan. Fondasi penting dimulai dari berpartner dengan formulator nutritional premix yang berpengalaman untuk meminimalkan tantangan dan masalah yang terjadi,

Ram Chaudhari, Ph.D., FACN, CNS, Fortitech Sr. Executive Vice President, Chief Scientific Officer

Hangat Bisnis Minuman Tradisional Sehangat Bandrek

Posted: by smarters06 in Label:
0

Tak terbayangkan sebelumnya oleh Eddy Permadi untuk menjual minuman tradisional. Dengan ketekunan yang dijalani oleh Eddy dan karyawannya ternyata usaha ini mampu menghasilkan keuntungan lebih besar daripada usaha lainnya yang ia tekuni.

Awalnya lelaki lulusan Politeknik Mekanik Swiss tahun 1980 ini mencoba menghasilkan sekaligus menjual pupuk yang dibuat oleh perusahaan yang didirikannya yaitu Cihanjuang Inti Teknik (Cintek). Namun karena berbagai persoalan yang sulit dihadapi perusahaan, akhirnya usaha pupuk ditinggalkan. Bersamaan dengan itu Cintek mulai membuat turbin pembangkit listrik tenaga mikro hidro untuk daerah pedesaan.

Ternyata bisnis ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah pusat. Tak terasa solusi yang ditawarkan Eddy telah merambah ke ratusan daerah di Indonesia. Diharapkan dengan usaha yang dilakukannya bisa membantu untuk menerangi kehidupan masyarakat yang belum terlayani oleh PLN dan sekaligus bisa membangkitkan ekonomi mereka. Lewat usaha ini Eddy bisa melakukan kunjungan ke berbagai daerah, sekaligus bisa bertemu dengan berbagai masyarakat pedalaman.

Hasil yang dilihat di lapangan, sangat disayangkan, ternyata dengan masuknya listrik ke rumah-rumah mereka, belum mampu mendorong bangkitnya ekonomi. Justru sebagian mereka mulai menghabiskan waktunya untuk menonton tv. Beranjak dari persoalan itu, Eddy berpikir untuk mengembangkan berbagai mesin yang diharapkan bisa bermanfaat untuk mereka. Satu diantara yang dikembangkan adalah mesin pascapanen.

Mesin pengering jahe adalah di antara mesin-mesin yang dihasilkan oleh Cintek. Beberapa daerah pun sudah tertarik untuk membawa mesin tersebut untuk dikembangkan di daerah mereka. Tidak hanya sampai ini saja ternyata Cintek pun bercita-cita untuk menghasilkan langsung produk minuman dan makanan dengan bahan baku dari masyarakat yang notabenenya berprofesi sebagai petani. Akhirnya, muncullah ide untuk membuat divisi makanan dan minuman tersendiri.

Karena sebagian besar karyawannya berasal dari daerah parahiyangan, akhirnya Cintek sepakat untuk membuat produk bandrek dan bajigur. Untuk mendapatkan racikan yang khas dan unik, Cintek belajar dari para sesepuh yang mengetahui seluk beluk minuman tradisional ini. Dari segi pemasaran juga Cintek melakukan survei ke pasar untuk memperoleh produk seperti apa yang diharapkan oleh konsumen.

Setelah mendapatkan hasil surveinya, Cintek melakukan berbagai modifikasi terhadap racikan yang telah ada dan dibungkus dengan kemasan yang menarik. Diharapkan dengan ditawarkan dengan kemasan yang berbeda dengan bandrek lainnya, bisa diterima oleh konsumen baik di pasar tradisional maupun supermarket.

Kemasan menarik

” Bagi masyarakat parahiyangan bandrek memang sudah tidak aneh lagi, puluhan merek yang menjual bandrek pun sudah banyak beredar, akhirnya kita berpikir untuk menjual bandrek dengan sajian berbeda daripada yang lainnya. Berbagai strategi pun dijalankan, sebelum menjual produk, Cintek juga memakai konsultan profesional. agar bisa menghasilkan logo produk yang unik dan menarik, ” ungkap Eddy.

Sesudah itu lahirlah beberapa tahapan yang mesti dilalui untuk menghasilkan produk andalan Cintek ini. Tahapan yang dilakukan adalah setelah diolah dengan formulasi yang telah ditentukan oleh Cintek, bubuk lalu dibungkus dalam plastik transparan. Setelah itu, dibungkus kembali oleh kertas coklat yang sudah diberi label dan logo produk.

Dalam hal kemasan tidak hanya seperti itu saja yang dibuat oleh Cintek, mereka juga mengemas kopi bandrek ini dalam satu kemasan yang mampu menjual beberapa bungkus dengan ragam rasa sekaligus. Sesudah itu disajikan dalam beberapa bentuk kemasanan seperti paper bag kecil lengkap dengan talinya dan kemasan plastik transparan. Belakangan produk pun ditawarkan dengan kemasan renteng yang diharapkan lebih akrab dengan konsumen umum. Dengan beraneka ragam kemasan yang ditawarkan, Bandrek Cintek dengan merek Hanjuang ini menunjukkan bahwa produk mereka siap bersaing dengan produk minuman lainnya termasuk dengan produk luar negeri.

Melibatkan masyarakat luas

Kini usaha bandrek instan yang dikelolanya berkembang dan terus melakukan inovasi dengan menambah beberapa produk instan baru. Hingga sekarang Cintek menawarkan 9 rasa yang berbeda diantaranya : kopi bajigur, beras kencur dan sekoteng dan enteh bandrek. Walhasil usaha bandrek dan bajigurnya tidak terasa setiap harinya sudah memproduksi 20 ribu sachet untuk kemasan kertas dan untuk kemasan rentang 32 ribu sachet. Kalau diestimasikan berarti omzetnya bisa mencapai Rp. 25juta/harinya.

Nikmatya Bandrek Hanjuang memang lebih terasa jika disajikan dengan diseduh air hangat. Ternyata produk ini terus disambut hangat oleh para konsumen yang telah merasakan maupun bagi yang belum merasakannya. Lihat saja sebagian outlet-outlet khusus Hanjuang yang terdapat di beberapa lokasi di Bandung meminta untuk ditambah lagi kuantitas pengirimannya. Namun sayang permintaan ini, belum bisa dipenuhi oleh Cintek.

Faktornya bukan karena Cintek tidak bisa memproduksi dengan skala yang lebih besar lagi, namun karena ada kesulitan untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai. Maklum saja selama ini untuk memperolah produk yang unik dan khas, Cintek melakukan kemitraan langsung dengan para petani jahe dan gula aren di beberapa tempat seperti di daerah gunung Halimun.

”Kita langsung beli jahe dan gula aren dengan harga diatas harga yang ditawarkan oleh tengkulak selama ini. Alhamdulillah kita bisa sedikit membantu mereka,” kata Eddy kepada FOODREVIEW INDONESIA di ruang kerjanya. Oleh karena itu agar mendapatkan suplai bahan baku yang lebih besar lagi, kini Cintek mencoba bekerja sama dengan kelompok tani di daerah Cimahi untuk menghasilkan jahe yang bisa memenuhi standar Cintek.

Eddy yakin keberhasilan yang dirasakan perusahaannya dalam usaha minuman tradisional ini salah satunya karena Cintek ditopang oleh puluhan karyawan tetap Faktornya bukan karena Cintek tidak bisa memproduksi dengan skala yang lebih besar lagi, namun karena ada kesulitan untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai. Maklum saja selama ini untuk memperolah produk yang unik dan khas, Cintek melakukan kemitraan langsung dengan para petani jahe dan gula aren di beberapa tempat seperti di daerah gunung Halimun.

”Kita langsung beli jahe dan gula aren dengan harga diatas harga yang ditawarkan oleh tengkulak selama ini. Alhamdulillah kita bisa sedikit membantu mereka,” kata Eddy kepada FOODREVIEW INDONESIA di ruang kerjanya. Oleh karena itu agar mendapatkan suplai dan ratusan masyarakat sekitar pabrik yang bermitra dalam proses produksinya. Serta para petani yang telah menghasilkan bahan bakunya.

Melihat adanya respon positif dari konsumen dalam negeri Eddy juga berharap selain Cintek, hadir UKM-UKM di berbagai daerah turut menghasilkan dan memasarkan produk minuman tradisional lainnya. Karena baginya, selain menguntungkan dari segi bisnis, usaha ini juga turut menjadi bagian pelestarian minuman tradisional milik bangsa Indonesia. Bahkan Eddy mempersilahkan industri yang berskala nasional untuk mengembangkan produk minuman nasional ini dengan dikemas lebih baik lagi, dan dijual dengan berbagai bentuk selain berbentuk serbuk yang selama ini dilakukan Cintek. Keuntungan usaha minuman tradisional ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaannya saja, tapi juga dirasakan oleh berbagai pihak seperti masyarakat sekitar pabrik dan para petani. Eddy mempunyai harapan besar bahwa produk minuman bandrek, bajigur dan minuman tradisional lainnya yang dimiliki oleh hampir semua daerah di Indonesia terus dikembangkan dan bisa bersaing dengan produk minuman luar negeri yang terus bermunculan di pasar lokal.

Bandrek Instan

Posted: by smarters06 in Label:
0

Kebutuhan pasar bandrek Semakin tingginya minat masyarakat akan produk pangan sehat dan alami, turut mendorong pertumbuhan pasar bandrek. Namun tetap dibutuhkan usaha pengenalan/promosi dan penyampaian informasi yang luas dan akurat tentang bandrek dan khasiatnya kepada seluruh lapisan masyarakat indonesia.

Konsumen-konsumen yang telah mengenal dan mengkonsumsi bandrek instan umumnya memberikan respon yang sangat positif. Jika biasanya minuman bandrek hanya dapat dinikmati ditempat-tempat tertentu seperti ditempat-tempat wisata atau dari penjual-penjual bandrek gerobak, namun sekarang dengan adanya bandrek instan, masyarakat luas dapat menikmatinya setiap saat karena sudah tersedia di pasar, toko-toko, warung-warung dan dapat disimpan di rumah dalam jangka waktu yang lama, karena bandrek serbuk instan umumnya mempunyai masa kadarluasa sekitar satu tahun.

Tanpa mengesampingkan pasar luar negeri (ekspor), secara umum kebutuhan pasar lokal (Indonesia) terhadap bandrek instan sangat besar. Apalagi pada saat memasuki musim hujan atau musim dingin atau pada saat musim haji, permintaan konsumen terhadap minuman bandrek instan ini mengalami peningkatan yang luar biasa.

Teknologi pengolahan bandrek instan

Sebagai rujukan atau referensi bagi pengusaha yang ingin mengolah bandrek instan, berikut akan dibahas secara umum mengenai teknologi yang digunakan. Dalam proses produksi pengolahan bandrek instan dibutuhkan mesin dan peralatan sebagai berikut :

1) Mesin pengering (Dryer Machine)

Mesin pengering terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sistem kerjanya antara lain Cabin Dryer (Mesin Pengering ber-Kabin), Rotary Dryer (Mesin Pengering Berputar) dan Conveyor Dryer (Menin pengering roda berjalan). Masing-masing jenis mesin memiliki kelebihan tersendiri dilihat dari segi biaya, kapasitas dan waktu pengeringan.

Dalam proses pengolahan bandrek serbuk instan, bahan utama dan rempah-rempah yang digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu menggunakan mesin pengering ini. Hal ini dimaksudnya untuk meminimalisasi kadar air (moisture level) dari bahan-bahan tersebut agar bandrek instan dapat bertahan dan awet lebih lama. Disinilah kunci pengawetannya, karena bandrek instan J-MIX tidak memakai pengawet apapun. Kadar air yang disarankan harus dibawah 1%. Temperatur yang digunakan dalam pengeringan ini idealnya berkisar antara 600 – 700C. Operator mesin pengering biasanya 2 orang.

2) Mesin pengiris (Slicer)

Mesin ini berguna untuk mengiris jahe dan bahan-bahan alami lainnya yang sudah dicuci. Mesin pengiris ini dapat digerakkan secara manual maupun dengan menggunakan motor penggerak 1,5 – 2 PK. Operator mesin ini 1-2 orang tergantung menggunakan motor penggerak atau tidak.

3) Mesin penghancur (Grinder)

Mesin ini digunakan untuk menghaluskan bahan baku dan rempah-rempah yang sudah dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering. Bahan yang dihaluskan mencapai ukuran 120 – 150. Mesin operator alat ini biasanya hanya 1 orang.

4) Mesin Pengaduk (Mixer)

Mesin ini berfungsi untuk mengaduk dan mencampur bahan baku utama dan rempah-rempah yang sudah ditakar sedemikian rupa sesuai komposisi yang tepat. Proses ini harus dilakukan dengan seksama agar hasil campuran (mixed material) lebih merata. Kesalahan dalam proses ini mengakibatkan rasa yang tidak seragam dalam tiap seduhannya. Operator mesin ini biasanya 2-3 orang.

5) Mesin pengemas (Packaging Machine)

Mesin ini berfungsi untuk mengemas hasil campuran (mixed material) ke dalam saset (sachet). Operator mesin ini biasanya 2-3 orang. Sampai disini proses pengolahan selesai dan bandrek instan siap dinikmati (dijual)

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan

Beberapa faktor atau aspek yang perlu diperhatikan dalam pengolahan bandrek instan antara lain:

1) Bahan Baku

Untuk mendapatkan bandrek instan yang berkualitas tinggi maka bahan baku yang digunakan adalah bahan baku pilihan (kualitas terbaik), sifat-sifat dan karakter bahan dan rempah yang digunakan harus difahami. Seperti daerah asal dari bahan baku yang berbeda, akan berbeda pula rasa dan kualitasnya. Begitu juga dengan jenis dan umur pada saat dipanen dari bahan yang digunakan juga harus menjadi perhatian, misalnya jahe.

Jahe emprit dan jahe gajah memiliki rasa dan kepedasan yang berbeda. Panen jahe dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 5-10 bulan. Untuk bumbu masak atau makanan, dibutuhkan jahe umur 5 bulan, sedang untuk pengolahan bandrek instan dibutuhkan jahe berumur 9-10 bulan karena pada umur ini jahe sudah memiliki kepedasan dan kandungan minyak atsiri yang cukup.

2)Layout (tata letak peralatan) atau alur proses produksi

Untuk mempermudah proses produksi maka tata letak atau alur proses produksi harus diatur sedemikian rupa, hal ini juga akan meringankan biaya produksi dan dapat secara signifikan meningkatkan kapasitas produksi. Misalnya mesin mixer jangan terlalu jauh dari mesin packaging.

3) Kebersihan

Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses produksi minuman dan makanan faktor kebersihan harus sangat diperhatikan, baik kebersihan alat-alat mesin produksi, alat bantu, tempat dan standarisasi kebersihan karyawan (seperti mamakai sarung tangan dan masker).

4) Quality Control

Untuk menghasilkan produk bandrek yang berkualitas, pengawasan pengendalian mutu dalam pengadaan atau pembelian bahan baku utama dan rempah-rempah harus dilakukan dengan seksama begitu juga selama proses produksi berlangsung.

5) Perawatan Mesin

Untuk meminimalkan kegagalan dalam proses produksi dan agar proses bejalan dengan baik dan lancar, maka perlu dilakukan perawatan secara berkala terhadap semua alat atau mesin-mesin produksi yang digunakan.

Manisnya Stevia, Generasi Baru Pemanis

Posted: by smarters06 in Label:
0

Stevia merupakan pemanis yang paling banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Kontroversi penggunaannya dalam industri pangan sering menjadi perdebatan. Desember 2008 lalu, otoritas pangan Amerika Serikat (US FDA) memberikan “no objection” untuk approval GRAS terhadap Truvia dan PureVia, pemanis yang berasal dari tanaman stevia.

Tanaman yang memiliki nama latin Stevia rebaudiana Bertoni ini, merupakan tumbuhan herba dan semak dari keluarga Asteraceae. Stevia banyak tumbuh di daerah Amerika Selatan (Paraguay dan Brazil), sehingga dikenal juga sebagai “the sweet herb of Paraguay”.

Salah satu komponen pemanis utama dalam stevia adalah stevioside. Tingkat kemanisan yang dimilikinya adalah sekitar 300 kali lebih manis dibandingkan gula (sukrosa). Selain itu, rasa

manis stevia memiliki karakteristik muncul lebih lama (slower onset), namun durasinya lebih lama (longer duration). Pada konsentrasi yang tinggi, beberapa ekstrak stevia bisa menghasilkan after taste pahit atau licorice-like.

Pada Tabel 1 ditunjukkan komposisi zat gizi stevia per 100 gram (basis berat kering). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Savita, et al. (2004), energi yang terkandung dalam stevia adalah 2,7 Kal/gram, artinya stevia telah memenuhi syarat untuk diklaim sebagai pemanis rendah kalori, sebagaimana halnya acesulfame potassium (calorie free), aspartame (4 Kal/gram), sakarin (calorie free), dan sukralose (calorie free).

Stevia juga mengandung beberapa zat gizi penting lainnya seperti protein, serat, lemak, dan karbohidrat. Selain itu, kandungan mineralnya juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Namun, pada stevia juga terdapat komponen anti zat gizi seperti asam oksalat dan tanin yang dapat mengurangi bioavailabilitas kalsium, besi, dan beberapa zat gizi mikro lainnya.



Selain tingkat kemanisannya, penggunaan ekstrak stevia banyak menarik minat industri karena berkembangnya tren pangan rendah gula/karbohidrat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stevia memiliki pengaruh dalam mengurangi risiko obesitas dan tekanan darah tinggi. Hal ini dikarenakan stevia tidak berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, sangat potensial untuk dijadikan pemanis alami bagi kalangan konsumen carbohydrate controlled diets. Karakteristik fungsional stevia dapat dilihat pada Tabel 2. Sifat fungsional ini sangat penting, karena berkaitan dengan kesesuaian aplikasi penggunaan dan penanganannya dalam produk pangan. Beberapa sifat fisik stevia yang penting antara lain bulk density sebesar 0.433 g/ml, kapasitas penyerapan air 4,7 ml/g, kapasitas penyerapan lemak 4,5 ml/g, dan nilai emulsifikasinya 5 ml/g. Sedangkan kemampuan mengembangnya (swelling power) dan kelarutannya masing-masing 5,012 dan 0,365 g/ g stevia, dengan pH 5.95.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa stevia memiliki bulk density yang rendah. Sehingga tidak cocok untuk produk pasta yang pada umumnya membutuhkan densitas lebih tinggi untuk mengurangi thickness. Namun stevia memiliki kapasitas penyerapan lemak yang cukup. Karakter ini penting untuk memerangkap minyak, sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan flavor dan meningkatkan mouth feel produk.

Kontroversi penggunaan stevia diakibatkan oleh isu kesehatan dan politis. Akibatnya stevia tidak dapat berkembang dengan pesat. Pada awal 1990- an, Amerika Serikat melarang penggunaanya, kecuali jika dilabel sebagai suplemen. Namun, stevia digunakan secara luas di Jepang, dan kini di Kanada tersedia dalam bentuk dietary supplement. Pada akhir Desember, menjawab petisi yang diajukan oleh Cargill dan Whole Earth Sweetener Co., mengenai pengajuan dua merek dagang mereka berbasis stevia, FDA menyatakan bahwa

Stevia juga mengandung beberapa zat gizi penting lainnya seperti protein, serat, lemak, dan karbohidrat
berdasarkan bukti ilmiah dan data lain yang dimilikinya bahwa tidak ada pertanyaan mengenai status GRAS dari rebaudioside A yang diajukan, sesuai dengan kondisi penggunaannya. Rebaudioside A merupakan hasil ekstraksi dari Stevia.

Cargill bekerja sama dengan Coca Cola mengembangkan merek Truvia untuk pemanis tersebut. Sedangkan PureVia dikembangkan oleh PepsiCo dan Merisant. Dengan adanya persetujuan dari FDA tersebut, Coca Cola dan Pepsi siap memproduksi minuman dengan menggunakan Stevia.

Generasi Muda Bicara Pertanian

Posted: by smarters06 in Label:
1

“No agriculture, no future!” itulah teriakan lantang yang diucapkan bersama-sama oleh partisipan forum membahas mengenai krisis pangan serta hubungannya dengan pertanian. Moderator Prof. Dr. Mohd Khanif Yusop membuka forum diskusi yang menarik dengan menghadirkan panelis mahasiswa dari empat universitas yang berbeda, yaitu Institut Pertanian Bogor, Universiti Putra Malaysia, Universiti Malaysia Sabah, serta Niigata University di Jepang. Forum ini banyak membicarakan apa arti krisis pangan sebenarnya, penyebab apa saja yang memberikan andil terhadap terjadinya krisis pangan, serta apa kaitannya dengan keamanan pangan dan pertanian berkelanjutan. Forum tersebut merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian kegiatan yang dihadiri sejumlah mahasiswa dari berbagai negara. Mereka hadir dari Indonesia, Malaysia, dan Jepang untuk berbagi dan berkolaborasi dalam The 1st International Agriculture Students Symposium (IASS) yang diselenggarakan oleh Universiti Putra Malaysia pada 4 – 13 Januari 2009. Delegasi Indonesia yang hadir dalam kegiatan tersebut berjumlah 13 orang dan merupakan perwakilan Institut Pertanian Bogor.

Kegiatan ini memang pada awalnya dilatarbelakangi dengan keinginan untuk memajukan sifat internasional para mahasiswa, terlebih lagi di bidang pertanian, sehingga paradigma bahwa pertanian merupakan bidang yang kurang menjanjikan dapat diubah. Namun, pada akhirnya kegiatan ini juga menjadi ajang untuk bertukar ilmu pengetahuan dan kondisi pertanian di tiap negara sehingga diharapkan ke depannya akan terjalin network yang baik antar universitas ataupun Negara.

Potensi Ekstrak Beri untuk Fungsi Kognitif

Posted: Kamis, 01 Januari 2009 by smarters06 in Label:
0

Sebuah penelitian menggunakan tikus tua yang diberi makan komponen dari beri dan anggur, pterostilbene, menghasilkan perubahan mental lebih baik dibandingkan dengan tikus yang tidak disuplementasi. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pada tikus tua, pterostilbene secara efektif melawan penurunan fungsi kognitif yang terjadi secara alami akibat usia, dan kadangkala mendahului terjadinya penyakit seperti Alzheimer.

Perbaikan kerja memori pada hewan berkaitan dengan level pterostilbene pada daerah hippocampus otak. Penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Agricultural and Food Chemistry tersebut dipimpin oleh Barbara Shukkit-Hale.

Tim peneliti membagi penelitian menjadi dua tahap. Tahap pertama meliputi screening tujuh komponen stilbene yang berbeda dalam kultur sel. Hasilnya menunjukkan bahwa pterostilbene sebagai yang paling efektif mencegah oxidative stress.

Pada tahap kedua penelitian, tikus dibagi ke dalam tiga grup yang meliputi kontrol, tikus yang diberi diet rendah, dan kaya pterostilbene. Shukkit-Hale dan timnya menemukan bahwa komponen tersebut memperbaiki kinerja memori tikus.

Penelitian tentang beri memang semakin populer. Beberapa waktu lalu, dalam Journal Neurology and Aging, juga dilaporkan bahwa tikus yang mendapat suplementasi ekstrak strawberry dan blueberry, terlindung dari beberapa kerusakan fungsi otak.

Hasil-hasil penelitian tersebut tentu sangat menarik bagi industri pangan, terutama dengan semakin berkembangnya ketertarikan terhadap pangan fungsional.

Pengembangan Pangan Fungsional

Posted: by smarters06 in Label:
1

Oleh Ali Khomsan Sebenarnya setiap pangan yang dikonsumsi seseorang pasti memberikan manfaat fungsional baik karena kandungan gizinya, manfaatnya untuk kesehatan, atau kemampuannya untuk mencegah penyakit. Dalam perkembangan selanjutnya, pangan fungsional memiliki definisi yang lebih spesifik yakni pangan yang memiliki kemampuan untuk menjaga kesehatan dan performa fisik seseorang karena adanya senyawa-senyawa pangan di luar kandungan gizinya. Jadi pangan fungsional dikonotasikan harus memiliki daya pencegahan atau menjaga dan meningkatkan kebugaran.

Saat ini tren perkembangan pangan fungsional sangat menjanjikan ditinjau dari sisi bisnis. Hal ini tidak terlepas dari semakin sadarnya individu tentang upaya meraih hidup sehat. Sebelum datang penyakit, lebih baik mencegah daripada mengobatinya. Biaya berobat ke rumah sakit yang semakin mahal, membuat konsumen semua berpikir bahwa menjaga asupan makanan merupakan kiat jitu untuk menangkal penyakit.

Produk-produk pangan alami dengan berbagai klaim untuk mendukung kesehatan kini dengan mudah dijumpai di pasaran. Pangan fungsional seringkali dirancukan dengan istilah-istilah lain seperti suplemen atau produk herbal. Memang semua produk-produk tersebut dimaksudkan untuk menunjang kesehatan yang prima. Hanya saja pengertian suplemen dan pangan sesungguhnya harus dibedakan.

Kaya serat?

Pangan fungsional adalah benar-benar berwujud pangan yang dapat dikonsumsi setiap saat oleh yang memerlukannya, jadi bukan berbentuk kapsul atau tablet. Kalau diperhatikan berdasarkan fungsinya, maka pangan fungsional dapat berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penyakit, memulihkan kondisi tubuh, dan menghambat proses penuaan.

Sebagai contoh, produk-produk pangan kini banyak yang mengklaim kaya serat atau diperkaya dengan serat untuk menjaga kesehatan jantung. Pangan berbahan baku sereal, agar-agar, dan sayuran-buah secara alami memang mengandung serat tinggi. Pernah serat pangan ini dianggap sebagai ”the forgotten nutrient” karena fungsinya ketika itu belum jelas. Serat pangan terdiri dari dua komponen utama yaitu serat larut dan tak larut. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak dapat larut dalam air. Meski tidak dapat dicerna, namun serat mempunyai fungsi metabolisme zat gizi yang penting di dalam tubuh.

Sebagai salah satu komponen bahan pangan, serat ternyata mempunyai peranan penting dalam kesehatan. Hal ini telah dibuktikan dari berbagai penelitian epidemiologis maupun klinis.

Dewasa ini pola makan modern sering dihubungkan dengan tingginya kolesterol yang berasal dari pangan hewani. Kolesterol adalah pemicu munculnya penyakit degeneratif seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Salah satu upaya untuk menekan tingginya kolesterol darah adalah dengan meningkatkan konsumsi serat larut. Di dalam saluran pencernaan serat larut ini akan mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan demikian semakin tinggi konsumsi serat larut akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.

Pangan kaya omega 3 Pangan fungsional lain adalah yang diklaim sebagai sumber omega-3 atau sumber polifenol.

Kalau konsumen membeli produk pangan yang pada kemasannya disebutkan mengandung linolenat, EPA atau DHA, maka sebenarnya hal itu merujuk pada omega-3. Omega-3 ini ada yang memiliki atom karbon 20 (disebut EPA atau eicosapentaenoic acid) dan ada pula yang atom karbonnya 22 (disebut DHA atau docosahexaenoic acid).

Istilah omega berasal dari bahasa Latin yang berarti ujung netral atau terakhir. Dalam struktur kimia organik, apabila letak atau posisi ikatan rangkap berada pada atom karbon ketiga terhitung dari gugus metil, maka asam lemak tersebut dinamakan omega-3.

Omega-3 sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Manfaat omega-3 bagi kesehatan tubuh yaitu sebagai bahan penyusun lemak struktural yang membangun 60% bagian otak manusia. Asam lemak ini merupakan zat gizi penting bagi bayi terutama untuk perkembangan fungsi saraf dan penglihatan.

Bagi orang dewasa omega-3 berguna untuk mencegah penyakit-penyakit pembuluh darah. Di supermarket kini dapat dijumpai telur dengan kandungan omega-3 tinggi. Untuk menghasilkan telur kaya omega-3 ini, ayam diberi pakan biji-bijian, minyak nabati, dan suplemen vitamin E. Sementara itu, pakan yang bersumber dari bahan hewani dihilangkan. Ini merupakan upaya terobosan untuk mengantisipasi salah satu sisi negatif telur yaitu sebagai pangan sumber kolesterol yang kadang-kadang ditakuti oleh sebagian masyarakat. Dengan mengkonsumsi telur kaya omega-3, efek buruk kelebihan kolesterol dapat dihindari. Kandungan omega-3 dalam telur yang sudah direkayasa ini bisa mencapai 15 kali lipat dibandingkan telur biasa.

Teh, simbol minuman kesehatan

Pangan mengandung polifenol seperti teh kini semakin banyak dijumpai dengan beragam kemasan. Baik teh hitam maupun teh hijau sama-sama diklaim bermanfaat untuk menangkal penyakit degeneratif. Teh berasal dari bahasa Cina tay. Bangsa Cina mengenal teh sejak 2700 SM, kemudian orang Jepang mulai mengembangkan penanaman teh sejak 800 M serta menjadikannya sebagai bagian tradisi sosial dan agama.

Teh hijau identik dengan simbol minuman kesehatan. Teh hijau adalah teh yang berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya mengalami pemanasan dengan uap air untuk menonaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam daun teh, kemudian digulung dan dikeringkan. Minuman teh hijau berwarna kuning hijau dan terasa lebih sepat dibandingkan teh hitam.

Teh hitam dibuat dari pucuk daun teh segar yang dibiarkan menjadi layu sebelum digulung, kemudian dipanaskan dan dikeringkan. Teh hitam disebut juga teh fermentasi. Sebagian besar (98%) teh yang beredar di pasaran adalah teh hitam.

Daun teh mengandung tiga komponen penting yang mempengaruhi mutu minuman yaitu kafein yang memberikan efek stimulan, tannin yang memberi kekuatan rasa (ketir), dan polifenol. Polifenol yang terkandung dalam teh mempunyai banyak khasiat kesehatan.

Polifenol adalah antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Polifenol bermanfaat untuk mencegah radikal bebas yang merusak DNA dan menghentikan perkembangbiakan sel-sel liar (kanker). Untuk mengambil khasiat antioksidan dari teh, dianjurkan agar konsumen menyeduh teh dalam air hangat selama tiga menit.

Pengembangan pangan fungsional dengan segala macam klaim yang menyertainya harus tetap didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang telah dilakukan. Testimonial perorangan, untuk meyakinkan konsumen tentang manfaat pangan atau suplemen tertentu, kurang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi ilmiah. Dalam hal ini Badan POM tentunya telah mempunyai rambu-rambu yang jelas mengenai pedoman klaim kesehatan dari pangan fungsional yang beredar.

Mengingat bahwa secara alami pangan tertentu mungkin telah mengandung senyawa fungsional, maka penambahan atau fortifikasinya perlu diinformasikan kepada konsumen yakni telah meningkat seberapa banyak dibandingkan kadar dalam pangan asli. Demikian pula stabilitas bahan tambahan perlu diketahui setelah mengalami paparan panas, cahaya, dan lain-lain selama proses penyimpanan berlangsung.

Pasar pangan fungsional di Indonesia kita tampaknya akan semakin prospektif seiring dengan membaiknya

tingkat pendidikan penduduk. Kesadaran masyarakat tentang makna penting hidup berkualitas akan mendorong semakin meningkatnya tuntutan akan makanan yang sehat dan menyehatkan.

Pangan Olahan Organik

Posted: by smarters06 in Label:
0

Oleh Agung Prawoto

Saat ini pangan organik tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk segar saja, namun telah banyak pula diperdagangkan dalam bentuk olahan sehingga memberikan konsumen banyak pilihan bagi produk organik yang dikonsumsinya. Kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil merupakan salah satu tahapan produksi yang penting dalam pertanian organik. Dua kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan pangan organik yang berkualitas yang tetap terjaga status organiknya.

Pangan organik adalah pangan yang dihasilkan dari sistem pertanian organik, dari budidaya, pasca panen hingga pengolahan hasil. Pangan dapat dinyatakan organik apabila sistem produksi tersebut dijalankan dengan benar dan mengikuti kaidah-kaidah pangan organik. Untuk menghasilkan pangan organik, perlu dilakukan budidaya, pasca panen, pengolahan, pelabelan hingga pemasaran yang memenuhi prinsip-prinsip pangan organik yang sesuai dengan SNI 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik.

Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pangan organik bertujuan untuk menjaga kualitas dan meningkatkan daya simpan produk, meningkatkan nilai tambah, menjaga kualitas pangan yang dihasilkan dan memberikan kemudahan bagi konsumen dengan tetap menjaga integritasnya sebagai pangan organik.

Keorganikan produk organik ditentukan oleh proses produksinya, dari lahan hingga produk akhir [from the farm to the table]. Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase penanganan pasca panen dan pengolahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menghindari kontaminasi, meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu pengolahan yang diizinkan. Ada dua hal yang berpotensi mempengaruhi keorganikan produk olahan organik. Pertama, mengenai kandungan bahan organik yang digunakan. Kedua, potensi kontaminasi akibat pencampuran dengan produk non organik dan bahan-bahan yang dilarang saat proses pengolahannya.

Produk pangan organik olahan harus terdiri dari bahan-bahan pangan yang dibudidayakan dan diolah secara organik. Jika menggunakan bahan tambahan, maka bahan tambahan tersebut harus bahan yang diijinkan digunakan dalam pengolahan pangan organik.

Jika ingridien asal produk pertanian organik tidak tersedia, atau dalam jumlah tidak mencukupi, bahan pangan non organik dapat digunakan dalam pangan olahan organik maksimal 5 % dari total berat atau volume, tidak termasuk air dan garam. Artinya, standar hanya memperkenankan minimal 95% kandungan bahan pangan organik yang digunakan dalam pangan olahan organik, tidak termasuk air dan garam. Bahan pangan organik tersebut bukan merupakan campuran bahan pangan organik dan non organik yang sejenis.

Bahan baku organik berasal dari produsen yang telah disertifikasi organik. Hal ini diperlukan untuk mengetahui asal usul dan keorganikan bahan baku yang digunakan. Pada resep produk olahan, kita dapat menghitung prosentase kandungan bahan organik yang digunakan.

Pangan olahan organik wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan. Untuk menghasilkan pangan organik yang berkualitas, prosesor perlu menjaga integritas keorganikan produk dan memenuhi Cara Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pangan Organik Yang Baik (Good Handling Practices-GHP & Good Manufacturing Practices-GMP for Organic Foods).

Melalui pendekatan GMP dan GHP, prosesor perlu mengidentifikasi titik kritis terjadinya potensi kontaminasi produk dari semua tahapan produksi yang dilakukan, baik kontaminasi secara fisik, kimia, mikrobiologi maupun potensi pencampuran dengan produk non organik dan bahan-bahan yang dilarang saat proses pengolahan produk organik. Setelah diidentifikasi, prosesor perlu membuat tindakan pencegahan dan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mencegah dan memperbaiki terjadinya kontaminasi keorganikan produk sekaligus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.

Misalnya identifikasi potensi kontaminasi keorganikan produk saat pengangkutan bahan baku. Pemasok menggunakan kendaraan yang digunakan sebelumnya untuk mengangkut produk non organik. Tindakan pencegahannya, prosesor meminta pemasok menggunakan kendaraan khusus untuk produk organik, atau, pemasok diminta melakukan pembersihan kendaraan yang digunakan sebelum digunakan untuk mengangkut produk organik. Apabila kontaminasi teridentifikasi saat pengangkutan produk, tindakan yang dilakukan dengan tidak menerima bahan baku tersebut.

Pengendalian hama pada gudang dan area produksi dilakukan dengan menghilangkan habitat (sarang hama). Tindakan pencegahan ini menjadi cara utama untuk pengendalian hama. Namun, jika tindakan pencegahan tersebut dianggap tidak cukup, dilakukan pengendalian hama dengan menggunakan cara mekanis/fisik dan biologis seperti dengan penggunaan suara, pencahayaan, perangkat, pengendali suhu dan udara. Radiasi ion untuk pengendalian hama, pengawetan pangan, penghilangan patogen atau sanitasi, tidak diperbolehkan dilakukan pada produk pangan organik.

Metode pemrosesan bahan pangan harus dilakukan secara mekanis, fisik atau biologis (seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan ingridien dan aditif non-pertanian. Potensi kontaminasi keorganikan produk terjadi pada saat pengolahan. Misalnya prosesor mengolah produk organik dan non organik menggunakan peralatan di tempat produksi yang sama. Pencegahan yang dilakukan dengan memberikan prioritas untuk pengolahan produk organik dahulu kemudian selang beberapa saat dilanjutkan dengan pengolahan non organik. Peralatan yang digunakan perlu dibilas dengan air panas sebelum digunakan untuk pengolahan organik. Bila terjadi kontaminasi dan pencampuran produk, lot produksi yang bersangkutan harus dipisahkan dan tidak dapat diklaim sebagai produk organik.

Dalam pertanian organik, penggunaan bahan-bahan yang mengandung GMO tidak diperbolehkan dilakukan pada produk pangan organik. Penggunaan bahan kemasan sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat didaur-ulang (recyclable materials). Namun apabila bahan ini sulit didapat dan mahal, disarankan menggunakan kemasan berkualitas food grade. Selama penyimpanan, produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik dan tidak tersentuh bahan-bahan yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pertanian organik dan penanganannya. Jika hanya sebagian produk yang tersertifikasi organik, maka penyimpanannya dilakukan secara terpisah dan diidentifikasi secara jelas dengan produk non organik. Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk pangan organik harus dibersihkan dulu dengan menggunakan metode dan bahan yang diijinkan digunakan untuk sistem produksi pertanian organik.

Sertifikasi pangan olahan organik

Untuk sertifikasi organik, prosesor dapat mengajukan sertifikasi kepada lembaga sertifikasi organik. Lembaga sertifikasi akan memberikan formulir aplikasi untuk pengolahan organik, kemudian diisi dan dikembalikan ke lembaga sertifikasi organik dilengkapi dengan dokumen terkait, seperti dokumen sistem mutu produk organik.

Apabila kita telah menerapkan sistem keamanan pangan seperti HACCP atau ISO 22000, sistem mutu produk organik dapat menjadi bagian dari sistem tersebut. Sistem tersebut diterapkan sesuai dengan standar organik yang diacu dan didokumentasikan.

Inspektor dari lembaga sertifikasi akan mengecek seluruh proses produksi dan fasilitas yang digunakan termasuk dokumentasi dan resep produk untuk memastikan bahwa proses produksi yang dilakukan sesuai dengan standar pangan organik. Apabila kita memperoleh bahan baku yang belum disertifikasi, maka sumber bahan baku menjadi subjek inspeksi. Tentunya ini memerlukan waktu dan biaya inspeksi yang lebih mahal. Disarankan agar prosesor menggunakan bahan baku yang telah disertifikasi organik. Standar organik yang digunakan sebagai acuan untuk sertifikasi organik tergantung pada tujuan pasarnya. Untuk itu, prosesor perlu mengidentifikasi lembaga sertifikasi yang kredibel sehingga produk organik yang telah disertifikasinya dapat diterima pasar.

Pelabelan pangan olahan organik

Produk pangan dapat dilabel sebagai produk olahan organik, apabila mengandung bahan pangan organik minimal 95% dari total volume atau berat produk, tidak termasuk garam dan air. Label “Organik” ini dapat dicantumkan pada kemasan produk, namun ukurannya tidak melebihi dari ukuran label produk. Dalam SNI, untuk produk olahan yang mengandung bahan pangan organik kurang dari 95% namun lebih dari 70%, maka produk tersebut tidak dapat dilabel sebagai produk “Organik”. Namun dalam daftar ingridien, bahan pangan organik dapat dicantumkan dan ditampilkan dalam susunan menurun berdasarkan berat. Informasi dalam daftar ingridien tampil dengan warna yang sama dan dengan jenis serta ukuran huruf yang sama seperti informasi dalam daftar ingridien yang lain Dalam label dan iklan produk olahan organik dilarang memuat keterangan yang menyatakan kelebihan pangan olahan organik dari pangan non organik. Jadi klaim bahwa produk organik lebih menyehatkan atau sejenisnya dilarang dicantumkan dalam label dan iklan produk olahan organik.

Regulasi nasional pangan olahan organik

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) menerbitkan aturan pengawasan pangan olahan organik yang diproduksi atau dimasukkan untuk diperdagangkan ke dalam wilayah Indonesia. Peraturan Kepala Badan POM nomor HK.00.06.52.0100 tertanggal 7 Januari 2008 mewajibkan setiap produk olahan organik memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan serta memenuhi ketentuan tentang pelabelan dan periklanan yang berlaku. Pangan olahan organik mengandung bahan pangan organik minimal 95% dari total volume atau berat produk, tidak termasuk garam dan air. Bahan yang sama tidak boleh berasal dari pencampuran bahan organik dan non-organik.

Ijin edar produk olahan organik dikeluarkan oleh Badan POM. Bagi produk olahan organik lokal, produk olahan menggunakan pangan segar organik yang telah disertifikasi organik oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik yang terakreditasi di Indonesia. Bagi pangan olahan impor, produk tersebut telah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh otoritas kompeten di negara asal dan disahkan oleh Otoritas Kompeten Pertanian Organik Departemen Pertanian [OKPO Deptan] Indonesia.

Peraturan ini juga mengatur pelabelan produk olahan organik. Produk pangan olahan organik yang memenuhi aturan ini dapat melabel produknya dengan mencantumkan kata ”organik” setelah nama jenis pangan dan logo ”ORGANIK INDONESIA” sehingga konsumen dapat mengenali produk olahan organik yang telah terdaftar di Badan POM.

Dalam label produk, ukuran kata “organik” tidak boleh melebihi ukuran huruf untuk nama jenis produk. Selain itu, produsen organik dilarang mengklaim kelebihan produk organik dibandingkan produk konvensional. Prosesor atau pemasar produk olahan organik dapat memperoleh ijin edar produk olahan organik dengan mengajukan pendaftaran ke Badan POM disertai contoh kemasan atau label produk yang didaftarkan. Izin yang sudah dikeluarkan Badan POM berlaku selama 5 tahun.

Pasar pangan organik dunia Permintaan produk organik global tetap meningkat. Menurut Organic Monitor [2006], pasar produk organik dunia -baik makanan dan minuman- mencapai 38,6 milyar US dolar pada tahun 2006 atau meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000 sebesar 18 milyar US dolar. Eropa dan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk organik. Sementara pasar Asia diperkirakan mencapai 780 juta US dollar di tahun 2006. Pasar produk organik Asia berada di Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong. Diharapkan pada akhir tahun 2010, pasar produk organik dunia diperkirakan mencapai 70,2 milyar US dolar.

Namun sayang, kita tidak memiliki data mengenai pasar produk organik di Indonesia. Namun begitu, bila kita berjalan ke beberapa outlet yang khusus menjual produk organik di Jakarta atau Surabaya, ditemukan beragam produk olahan organik, dimana sebagian besar merupakan produk impor.

Indonesia memiliki potensi sebagai produsen produk organik dunia. Di akhir 2008, Indonesia diperkirakan memiliki 89.190 hektar lahan yang telah disertifikasi organik atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2007 seluas 41.431 hektar. Kopi, kakao, mete, rempah-rempah dan tanaman obat, gula aren, udang, madu hutan, kelapa dan produk turunannya, minyak atsiri merupakan produk organik andalan Indonesia. Untuk kopi dan kakao diekspor dalam bentuk bahan baku. Sementara untuk produk lainnya diolah menjadi pangan organik dan diekspor ke pasar Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.

Saat Minuman Tradisional Menjadi Ready to Drink

Posted: by smarters06 in Label:
0

Indonesia kaya dengan ragam pangan tradisional yang mampu diangkat menjadi produk nasional dan bisa bersaing dengan produk impor. Sayangnya masih sedikit masyarakat yang memanfaatkan peluang ini.

Satu diantara penyebab hal tersebut adalah kemasan produk pangan tradisional masih kalah bersaing dengan kemasan produk pangan luar negeri, padahal secara kualitas produk lokal mungkin lebih baik dibandingkan produk luar negeri.

Maklum lah kalau dilihat dari media komunikasi, fungsi suatu kemasan produk tidak sekadar sebagai pelindung atau wadah, akan tetapi juga dapat menarik minat pembeli. Karenanya, harus dipikirkan desain kemasan yang menonjol sehingga daya tariknya lebih besar.

Banyak makanan dan minuman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia kalau dilihat dari nilai gizi terhitung baik. Lihat saja minuman seperti beras kencur, temulawak, kunyit-asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek.

Belum lagi makanannya seperti keripik balado Padang, kacang oven Bogor, keripik emping melinjo Pandeglang, bawang Palu, dan abon ikan tuna Marlin. Para ahli gizi pun akan sependapat bahwa pangan tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan manusia.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia pun produk tersebut sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu sudah menjadi bagian kehidupan mereka. Memang ada sebagian pebisnis yang melihat pangan tradisonal milik Indonesia dan dijadikan usaha baru mereka.

Kini masyarakat tidak hanya membeli barang, tetapi juga membayar nilai estetika kemasan. Bahkan sebagian masyarakat tidak segan membeli produk serupa dengan harga berlipat asal kemasannya menarik.

Memang di pasar, produk pangan tradisional ini masih cukup bersinar. Sebab masyarakat awam terkadang tidak begitu memperhatikan soal kemasan, yang penting “banyak asal murah” atau sebaliknya. Untuk hal ini pelaku usaha pangan tradisional boleh membusungkan dada, tapi pasar modern seperti supermarket jelas menolak produk tersebut.

Sebenarnya beberapa pelaku usaha produk pangan tersebut telah berusaha menerobos pasar modern. Tapi standar yang ditetapkan seringkali menjadi penghambat. Di antaranya label, bar code, nama perusahaan, informasi gizi, dan sebagainya. Padahal, potensi pasar cukup luas dan menjanjikan.

Tapi ada juga kabar bahagia, yaitu ada minuman jamu yang dijual dipasaran dalam bentuk serbuk. Beberapa tahun belakangan ini produk yang berbentuk serbuk pun dipakai untuk penjualan temulawak, jahe, hingga bandrek.

Langkah tersebut patut diberi apresiasi, namun keinginan masyarakat yang terus berubah patut diperhitungkan juga dalam mengembangkan produk tersebut agar terus digandrungi oleh masyarakat. Lihat saja disekitar kita, banyak bermunculan minuman yang tinggal ditusuk dengan sedotan dan tinggal diminum atau istilah populernya adalah ready to drink.

Sebenarnya pengemasan ini sudah digunakan untuk beberapa jenis minuman tradisional kita seperti minuman teh, minuman kacang hijau dan buah-buahan lain. Belakangan pun salah satu perusahaan jamu terbesar di Indonesia mengeluarkan beragam jenis minuman seperti minuman tradisional gula asam, beras kencur, serbat.

Minuman instan yang siap minum tersebut disajikan di dalam kemasan Tetra Pak yang higienis dan praktis. Lewat kemasan ini masyarakat bisa menikmati minuman tradisional milik Indonesia seperti layaknya meminum minuman modern yang notabenenya berasal dari negara lain.

Ada banyak keunggulan jika minuman tradisional kita disajikan ready to drink dengan menggunakan kemasan modern seperti tidak memerlukan bahan pengawet, shelf-life yang panjang, serta praktis dan aman untuk dikonsumsi. Memang perlu dana tambahan jika mau menggunakan kemasan yang berasal dari karton aspetik tersebut. Dan akibatnya memang akan berdampak dengan harga jual produk kita nantinya.

Tapi yakin lah dengan biaya tersebut akan tertutupi/diimbangi dengan menariknya penampilan produk yang dijual yang dapat mempertahankan nilai gizinya tanpa diperlukan bahan pengawet sehingga akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang membelinya. Dan akhirnya minuman tradisional pun mampu bersaing dengan produk impor di pasar dalam maupun luar negeri.

Foods and Health Claims: the European Approach and Future Perspectives

Posted: by smarters06 in Label:
0

The new European legislation on health claims has been in force since July 2007. One of the key objectives of the regulation on nutrition and health claims is to “ensure that consumers will be able to rely on the truth and accuracy of information” by making sure that such claims are based on reliable scientific evidence. Thus, the goal is to protect consumers both from misleading information and claims. Another goal has been to focus on central assessment of health claims in Europe.

Interest in the health claims has been high among the industry already for a decade. This has led to the process coordinated by the ILSI Europe with funding from the European Union and collaboration between the industry, regulators and researchers focusing on functional food science in Europe. Along this process, the specific topics and areas of research excellence have been identified. Later, methodologies to ascertain health claims have been clarified through this collaboration resulting in reports and proposals published in the scientific literature.

When the new legislation was finalized, the task of scientific evaluation has been given to the European Food Safety Authority (EFSA) regarding both the scientific assessment of existing claims on foods submitted by all European Union member states and product-specific health claim applications submitted since late 2007 to EFSA. Both tasks are important and specific time lines are enforced. The applications for product specific claims should be handled within 5 months of the submission provided the application can be validated first by EFSA. Assessment of the existing health claims submitted by member states should be concluded by EFSA and submitted to the European Commission. The specific tasks for EFSA include supporting EU decision-makers in implementing the new Regulation by providing scientific advice on:

Setting up nutrient profiles by 2009 – the basic nutritional criteria that will govern the conditions in which claims may be made

Establishing an EU-wide list of permitted health claims by 2010

Assessing on a case-by-case basis whether individual claims are scientifically reliable and justified Providing guidance for applications on the preparation of applications for the authorisation of claims

The evaluation process involves different types of claims as defined in specific articles of the Legislation. These are the following:

Article 13 health claims concern health claims based on generally accepted scientific evidence, the Commission has sent a draft final list to Member States of about 1700 claims. Member States may raise any concerns on any claims not on this list and thereafter EFSA will assess the science base behind the claims.

Article 14 claims relate to children’s health and specific disease risk reduction claims which need to be demonstrated in studies in target populations. Among the first product specific children’s health associated claims was a food supplement made with probiotics and fermented vegetables and fruit and several other are currently evaluated.

Article 18 claims relate to products which are based on new science and proprietary data. These include new application on food and health that may contain new unpublished information.

Over two hundred claim applications have been submitted and are being processed and the abstracts and later also decision will be made public. Advise for applications and checklists are available at the EFSA net-page. Later on, information on the assessment of the existing claims in all member states will become available.

The scientific evaluation is conducted by the NDA Panel (Panel on Nutrition, Dietetic products, and Allergies (NDA)) of the EFSA. This panel currently consists of 17 experts, but there are plans to expand the panel. Additional expertise may also be recruited from outside the panel to assist in preparing health claim assessments for specific areas. Among the first opinions is the scientific opinion on nutrient profiles and how they should be considered in relation to health claims. This part facilitates the target that foods are assessed also for the nutritional quality prior to granting health claims.

The first decisions on health claims include both approvals of applied claims and claims which have not been considered scientifically well documented. The decision can be viewed for example on the EFSA webpage. It is clear, for instance, that health claims for children including diseases risk reduction require more proof, especially clinical intervention trials in the target populations which may include infants after weaning and children of different ages.

This part is also clearly defined in the legislation. It is also clear that the applications have to be prepared in a clear manner and according to the guidelines prepared by the EFSA. This will clearly assist in the assessment and also make it clear for the company preparing the application what is required and how to present and summarize the information.

As we progress, more practical examples become available and also the application summaries can be viewed within the EFSA web-pages. It is likely to be of help to the applicant to check the abstracts and the panel opinions which are public. This will enable the applicant to check the requirements and reasons for either approving or not approving the claims.

Another matter of great interest is the ongoing assessment of health claims that have already been in use in different European Union member states. These have been submitted to the European Commission for assessment by each members state and the procedure is ongoing with expected decisions in 2009. Several thousands of claims were submitted and currently the European Food Safety Authority is assessing the scientific basis of the claims.

The current assessment procedure is especially important for both the consumers and the industry. The target is to provide new and reliable EU-wide claims to consumers to help the consumer in food selection and in understanding the potential scientifically proved health benefits. On the other hand, the target is to allow the companies which have conducted new and scientifically sound research to also state the benefit of the products in their food labels. These targets are designed for the benefit of all of us, and they are likely to lead the food industry to further emphasize health aspects and nutritional benefits in product development thus benefiting all of us.

The interest of the food industry has been significantly high and both small, medium-size and large food companies have focused on this area. The interest is also mirrored in the number of applications submitted in Europe since the legislation was enforced – the number of applications has increased continuously and there was keen interest in the gathering of national lists of existing health claims from member states and providing scientific backing for them.

Thus, the industry is now more prone to guide product development towards increased knowledge of health effects of both food ingredients and products. This focus is within the interest both regulatory authorities, food and nutrition scientists, health professionals and the scientific community as well as the end users. The consideration of health claims also emphasizes the health benefits of foods but it also emphasizes the flavour of healthy or functional foods. It has been experienced and in addition to health claims, the individual foods have to taste good and they have to be desirable to the consumer.

Insight on Food Biotechnology

Posted: by smarters06 in Label:
0

Bioteknologi telah digunakan dalam proses pangan sejak ribuan tahun yang lalu. Roti, kecap, keju, yoghurt, dan vinegar merupakan contoh produk yang dikembangkan melalui bioteknologi dan cukup populer hingga saat ini. Penggunaan bioteknologi hingga saat ini terus dikembangkan, terutama untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik.




Menurut data tahun 2007 yang dikumpulkan oleh International Service for the Acquisition of Agri-Bioteknologi Applications (ISAAA), Amerika Serikat saat ini merupakan pemimpin dalam penanaman secara global tanaman yang diproduksi melalui bioteknologi. AS menanam 57,7 juta hektar varietas bioteknologi mulai dari kacang kedelai, jagung, kapas, kanola, labu, pepaya, dan alfalfa di tahun 2007. Selain itu, jumlah negara yang menanam tanaman yang diproduksi melalui bioteknologi meningkat menjadi 23 negara pada 2007 (ISAAA Briefs 37-2007). Bioteknologi digunakan untuk menghasilan produk pangan dengan berbagai macam tujuan, misalnya supaya lebih segar, rasa lebih enak, atau lebih awet. Berikut ini adalah sedikit contoh pangan yang dimodifikasi melalui proses bioteknologi.

Tomat dengan sifat pematangan yang tertunda mempunyai rasa yang lebih baik, segar lebih lama, dan terjaga kualitasnya selama distribusi. Kedelai, kanola, jagung, kapas, dan tanaman kentang yang terlindungi dari serangga, atau toleran herbisida atau keduanya

Squash (semacam labu) yang sudah dibuat lebih tahan terhadap virus yang sering menyerang sayuran yang merambat.

Bioteknologi bukan hanya sekedar Genetically Modified Organisms (GMO). Sebenarnya, saat ini banyak sekali produk bioteknologi yang populer di masyarakat, misalnya. Kecap, roti, tempe, yoghurt, keju, terasi, petis, tape, dan vetsin (MSG) adalah sedikit contoh produk bioteknologi yang sangat populer di masyarakat Indonesia. Bahkan, sebagian produk-produk tersebut telah ada sejak jaman dahulu, di wariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita.

Masa depan bioteknologi pangan

Penelitian di bidang bioteknologi pangan saat ini sedang berusaha menemukan cara yang lebih cepat untuk mengetahui kontaminasi mikroba ke dalam pangan. Hal ini dapat menurunkan risiko foodborne disease. Para Ilmuwan juga sudah mulai meneliti keberadaan protein penyebab alergi dalam pangan, sehingga masyarakat yang alergi terhadap pangan tertentu, satu hari dapat mengkonsumsi pangan tersebut secara aman.

Penerapan bioteknologi juga dapat memberikan lebih banyak ketersediaan produk sehat bagi manusia, misalnya dalam menghasilkan pangan kaya antioksidan dan vitamin serta rendah lemak.

Produk-produk yang telah memasyarakat sejak awal, seperti yoghurt dan tempe, telah dikenal manfaatnya bagi kesehatan. Kedepannya bioteknologi pangan akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Sebelum diperkenalkan di pasaran, produk-produk bioteknologi telah melalui proses uji yang cukup panjang. Isu-isu negatif tentang bioteknologi perlu disikapi secara cermat. Karena tidak semua isu tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah.