Arti Angka 8 buat Gw

Posted: Kamis, 15 Juli 2010 by smarters06 in Label:
0

ini gw dapet dari kuis di fb.

Berikut ini adalah analisa angka garis hidup nomor 8:

Fokus Anda adalah mendapatkan kepuasan yang didapat dari dunia kebendaan. Garis Hidup 8 adalah orang-orang yang percaya diri, kuat, serta sukses dalam materi. Anda independen, penuh dorongan dan kompetitif. Rutinitas Anda sehari-hari meliputi hubungan-hubungan bisnis, praktis dan membumi, sedikit sekali waktu untuk impian-impian dan khayalan. Bila ambisi, kemampuan organisasi, dan pendekatan Anda yang efisien itu terasah, tidak ada hal yang tidak bisa Anda capai. Fokus Anda kebanyakan mengenai uang dan kekuatan manipulasi yang ada di dalamnya.

Garis hidup 8 ini mungkin yang paling menganggap penting status dan kelas, sebagai suatu hal yang berdampingan dengan kesuksesan materi. Jika karakter 8 ini berkembang dengan benar, Anda diberkahi dengan potensi hebat untuk menciptakan gagasan-gagasan yang maju, serta juga keuletan dan kemandirian untuk merealisasikannya. Singkatnya, dengan semua karakter itu Anda sangat siap untuk berkompetisi dalam dunia bisnis atau area lain yang bersifat pertandingan. Anda tahu benar bagaimana mengelola diri dan lingkungan Anda.

Ngacapruk

Posted: by smarters06 in Label:
0

'jadilah perubahan yg ingin kau saksikan di dunia'. bgitulah kurang lbih pernah gw denger...
yap!! smuanya mang harus dimulai dr diri qt sendiri, gmn qt bs ngubah lingkungan skitar
kl qt sendiri g mo berubah, palagi no dunia man...dipenuhi banyak org dg sifat dan karakter yg complicated...
So, emang perubahan itu menyakitkan, tp bukankah mang qt lahir dari proses yg menyakitkan??
ga usah idup deh kl g mo sakit....tp mati jg sakit lho....trus gmn? jngan mo jadi org bingung gt dong,,,saatnya kita berubah! bukan jd superman apalagi batman yg pake cd di luar, itu mah mimpi kalee ye, walaupun mang mimpi jg terkadang perlu, seperti kata org sonoh bolang..(ups salah nulis, ga bisa didelet, maksudnya bilang) "Berkhayal (bermimpi) itu bukanlah suatu dosa, berkhayal membuat kita tetap waras dengan mendapatkan pelarian sementara dari keduniaan".
Yeah,, tapi akhirnya semua kan balik pada namanya kenyataan, jd hayo qt bangun mimpi qt jd knyataan dg mengadakan perubahan besar dalam hidup ni...come on people,,,be a good person 4 d best future.

Cinta Akar 3

Posted: by smarters06 in Label:
2

Aku takut akan selalu menjadi angka kesepian seperti akar tiga
Hanya tiga yang kumiliki
Kenapa harus kusembunyikan tiga-ku
di bawah tanda akar kuadrat yang kejam.
Kuharap aku angka sembilan
Karena sembilan dapat mengalahkannya
Hanya dengan aritmatik sederhana.
Aku tahu takkan melihat matahari,
Seperti 1,7321.
Seperti kenyataanku,
Bilangan irasional yang menyedihkan.

Ketika, hey, apakah ini yang kulihat?
Sebuah akar tiga yang lain.
Yang menari mendekatiku,
Bersama kita saling mengalikan.
Membentuk angka yang kita inginkan.
Bersatu menjadi bilangan bulat.

Kita mendobrak ikatan abadi.
Dengan ayunan tongkat sihir.
Tanda akar kuadrat kami terlepas.
Dan cinta untukku telah kembali.

Aku tak menjanjikanmu gaya hidup seperti Colton,
Dan aku tak bisa menjanjikanmu kalau aku bisa dewasa lebih cepat.
Tapi yang bias kujanjikan adalah….
CINTA yang selalu kumiliki.



Sumber : Film Harold and Kumar

A Tragedy

Posted: by smarters06 in Label:
0

problem of our life. Penetrating research and keen scientific work have often had tragic implication of mankind, producing, on the one hand, invention, which liberated man from exhausting physical labour, making his life easier and richer, but on the other hand, introducing a grave restlessness in to his life, making him a slave tohis technological environment.
Thes indeed, is a Tragedy of overwhelming poignancy...


A. Einstein

The Quest for Reality

Posted: by smarters06 in Label:
0

Realization that our whole knowledge of the universe is simply a residue of impressions clouded by our imperfect senses makers the quest for reality seem hopeless.

A. Einstein

Arti IBU Dalam Hidup

Posted: by smarters06 in Label:
1

IBU adalah orang yang serba KEKURANGAN
dia KURANG mampu dalam mengingat kesalahan kesalahan anaknya

dia KURANG pandai mengingat beban hidup akibat perbuatan anak anaknya

dia KURANG semangat dalam mengumpulkan harta,
sebab...
semua miliknya adalah untuk anaknya

dia KURANG waktu untuk memperhatikan dirinya,
sebab...
seluruh waktu adalah milik anaknya
dan sisa waktunya adalah berdoa...berdoa...
dan terus berdoa demi anaknya

I Luv U Mom


Sumber : Pemenang Lomba Bikin Puisi dsb dalam Peringatan Hari Ibu; Majalah SimpatiZone

Cinta SMA

Posted: Rabu, 14 Juli 2010 by smarters06 in Label:
0

Oleh : Jaja Mujahidin

Rasanya baru kemarin pake celana abu abu dan baju putih, hampir setiap hari. Bangga rasanya ketika kita berangkat pagi2, pulang sore kadang malam ketika banyak kegiatan ekstrakurikuler (ekskul + maen2). Tapi diantara banyak kebanggan tersebut ada salah satu kebanggaan yang mau gw ceritain. Cinta. Yup! seperti lagunya D Bagindas (kl ga salah) mantra tadi dieja seperti ini -> C.I.N.T.A.

Entahlah. mungkin itu yang dapat gw ungkapkan tt pemahaman kita khususnya gw untuk CINTA waktu duduk d bangku SMA (eummmm...kadang juga duduk d meja c...he...)
Lalu ngapain gw posting tulisan tt CINTA????
Ini bukan cerita gw punya, tp ini cerita seorang sahabat, seoarang siswi (waktu itu) yang eummm....she's just an ordinary girl. Panggil aj dia MAWAR (bukan korban pemerkosaan).
Begini ceritanya.....

Cerita ini dimulai dari kelas 3. Berawal dari kedekatan dengan anak2 sekelasnya si KUMBANG (gw sendiri) yang memang waktu itu terpilih jadi ketua kelas, sangat peduli ma temen2 sekelas (serius loh!!! :-p). Kadang jadi pembantu, kadang jadi baby sitter, kadang juga jadi tong sampah. Yup! itulah yg gw kudu syukurin, karna hanya Kadang2...

Kembali ke cerita si MAWAR. Singkat cerita dia sering (lebih dari kadang2) curhat ma s KUMBANG. kadang cuma ngobrol obrolan ringan, kadang juga obrolannya agak berat, masalah keluarga. Tapi sepertinya si KUMBANG dianggap dapat menjadi tempat yang cukup nyaman utk dijadikan tmpat curhatnya s MAWAR.
Seiring berjalannya waktu, trnyata perasaan yang timbul dari si MAWAR lambat laun berubah menjadi perasaan yang...entahlah. yang terkadang memang sulit untuk dikendalikan, orang banyak mungkin mengenalnya dengan sebutan simpatik yang tumbuh menjadi perasaan suka a.k.a cinta.
Bukannya si KUMBANG ga tw perasaan si MAWAR, hanya saja dia lebih nyaman dengan status mereka saat itu. SAHABAT.
Dia cuma ngasih jawaban dengan abstraksinya yang khas, dg harapan nantinya ga ada salah tingkah atw perasaan ga enak dan bahkan mungkin malu yang bakal dirasain ma si MAWAR.
Menelepon, SMS, dan tulisan di secarik kertas beberapa kali mnnjadi wakil perasaan si MAWAR terhadap si KUMBANG.
Dan ada salah satu tulisan yang membuat si KUMBANG (gw yang sekarang) berfikir kalo "Wah! anak SMA juga trnyata bisa punya fikiran seperti itu ya???". surprised.

Berikut tulisan si MAWAR untuk si KUMBANG.

"Kalau seseorang mengasmaraimu, entah kau mengasmarainya entah tidak, berilah dia kemudahan untuk bersabar dan beramal saleh melalui cintanya kepadamu. Jangan kau tolak mentah2 niat baiknya. Begitu pula sebaliknya, Bila kau mengasmarai seseorang, entah dia mengasmmaraimu entah tidak, berilah dirimu sendiri kesempatan untuk bersabar dan beramal saleh melalui cintamu kepadanya. Biarlah malaikat Raqib merekam merdunya lagu cintamu dan menyimak sedapnya tepukan sebelah tanganmu..?!?!" _Nikmatnya Asmara Islami # Aisha Chuang_

Quote : Bahkan Anak SMA bisa menikmati kenikmatan penolakan cinta.

we're gonna dead

Posted: by smarters06 in Label:
0

Vita nostra brevis est, brevi finie tur
Venit mors velociter, rapit nos atrociter
Nemini parcetur!
Nos ha bebit humus!

Hidup kita hidup pendek, akan berakhir dengan cepat
Maut itu akan segera datang, merampas kita dengan kejam
Tak seorang pun yang dikecualikan!
Kita akan turun ke kubur!

Mengoreksi Cinta Pada Padangan Pertama

Posted: Selasa, 13 Juli 2010 by smarters06 in Label:
1

Saya sudah terlalu bosan mendengar ucapan legendaris itu. Love at first sight, kata orang Amrik, atau le coup de foudre kata orang Perancis. Konsep yang menarik, namun sayangnya meleset dari kenyataan. Sensasi yang muncul itu bukanlah ‘rasa cinta’, atau setidaknya bukan cinta seperti yang selama ini umumnya orang pikir.

Sekalipun bervariasi, umumnya yang kita alami ketika itu terjadi adalah kelenjar yang menghangat, mengirim impuls listrik yang membuat tangan lutut lemas, gemetar, telapak berkeringat, lidah kelu, mudah bergonta-ganti mood, dsb. Ditelaah secara saintifik, cinta pada pandangan pertama jauh lebih tepat dikoreksi menjadi nafsu pada pandangan pertama.

Seorang antropolog Rutgers University menjelaskan bahwa pria cenderung lebih mudah untuk mengalami fenomena cinta pada pandangan pertama karena sistem hormon seksual pria sangat sensitif terhadap elemen visual.

“Something happens to Sam (male) and Margo (female) as soon as they size each other up. Chemicals begin seeping into their brains. They begin to feel good. They flush. They’re happy and excited. And then, a short-time later, Sam finds himself looking across a candlelit dinner table at her who has a tail of linguine dangling between her lips, and he decides right then that life simply cannot go on without her. Men are so visual, that’s why the whole porn industry is built around them.“

Sensasi yang muncul akibat gejolak pandangan-pertama tersebut sepenuhnya berada dalam area ketertarikan fisik. Tubuh kita tertarik akan apa yang kita lihat dan meresponi dengan rasa menginginkannya untuk alasan-alasan biologis (atau lebih spesifiknya lagi, seksual). Jadi setiap ada peserta workshop yang berkomentar, “Uh, yang itu selera saya banget, benar-benar cinta pada pandangan pertama!” saya memukul kepalanya dan berkata, “Hormon, enyahlah!” :D

Cinta, atau Nafsu, pada pandangan pertama tidak lebih dari reaksi biokimia tubuh yang bercampur aduk di dalam darah, menguasai otak dan membuat kita ngarep terhadap figur yang dipandang. Hormon pertama adalah Phenylethylamine (PEA) yang bertanggungjawab akan perasaan euforia yang timbul ketika Anda melihat si dia. Efeknya adalah Anda merasa berdebar-debar, bahagia, melayang, hiperaktif, dan kehilangan nafsu makan.

Hormon berikutnya adalah Dopamine yang terpicu oleh kandungan PEA sehingga Anda merasa nyaman dan puas ketika melihatnya dan mengingat-ingat kejadian tentangnya. Inilah perasaan cinta yang sering disebut-sebut orang itu. Masih ada sejumlah cocktail biokimia lainnya yang terhubung dengan fenomena Cinta Pada Pandangan Pertama, namun saya batasi hingga dua ini saja karena selengkapnya hanya dibahas dalam workshop.

Pelajaran 90 detik di hari ini adalah tidak ada keindahan romantisme dalam proses cinta (baca: nafsu) pada pandangan pertama. Tidak pernah ada cinta dalam cinta pada pandangan pertama. Itu adalah ilusi hormonal, misrepresentasi sosial, dan manipulasi diri yang terjadi di dalam tubuh kita. Para peneliti di Face Research Laboratory di University of Aberdeen menegaskan bahwa ketertarikan pada tatapan pertama tersebut selalu berurusan dengan seks dan ego. Jika Anda pikirkan seksama, itu bukan fondasi yang baik untuk sebuah hubungan romansa jangka panjang.

Salam revolusi cinta,

Lex dePraxis
http://lexdepraxis.wordpress.com/2009/08/14/mengoreksi-cinta-pada-pandangan-pertama/

0

TESIS


PROGRAM STUDI AGRONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2009


RINGKASAN

NOVIE KARDINA, Program Studi Agronomi-Program Pascasarjana, Universitas Jenderal Soedirman, Analisis Produktivitas Agroindustri Kecil Penyulingan Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth) Di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Komisi Pembimbing, Ketua: Dr. Ir. Tri Yanto, M.T., Anggota: Dr. Ir. Hj. Anny Hartati, S.U.
Kabupaten Banyumas mempunyai potensi dalam pengembangan agroindustri penyulingan minyak nilam, didukung dengan ketersediaan bahan baku yang berasal dari
(1) Kabupaten Banyumas,
(2) Kabupaten Brebes, dan
(3) Kabupaten Banjarnegara.

Potensi pengembangan tersebut tidak disertai dengan perkembangan jumlah penyuling minyak nilam. Perkembangan jumlah penyuling minyak nilam semakin berkurang dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, yaitu 19 penyuling menjadi 10 penyuling. Agroindustri yang berhasil menjaga eksistensi dalam pengusahaan penyulingan minyak nilam menunjukkan kemampuannya menghasilkan laba perusahaan. Produktivitas merupakan ukuran keberhasilan agroindustri dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk pencapaian laba, namun diperlukan komparasi produktivitas antar agroindustri yang bertujuan menganalisa aktivitas-aktivitas perusahaan yang perlu tindakan perbaikan produktivitas. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kemampuan mendapatkan laba.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
(1) kondisi rasio produktivitas parsial untuk Kwartal I dan II setiap agroindustri kecil penyulingan minyak nilam,
(2) kondisi rasio produktivitas tenaga kerja berdasarkan pada perbandingan output dan input,
(3) kondisi rasio produktivitas modal berdasarkan pada perbandingan output dan input,
(4) kondisi rasio produktivitas produksi berdasarkan pada perbandingan output dan input,
(5) kondisi rasio produktivitas organisasi berdasarkan pada perbandingan output dan input,
(6) kondisi rasio produktivitas penjualan berdasarkan pada perbandingan output dan input,
(7) kondisi rasio produktivitas produk berdasarkan pada perbandingan output dan input dan
(8) komparasi produktivitas antar agroindustri kecil penyulingan minyak nilam.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang deskriptif komparatif dan dilaksanakan di tiga penyulingan minyak nilam di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah sampling purposive. Pengukuran produktivitas dan komparasi produktivitas antar agroindustri dilakukan berdasarkan pada metode Habberstad (1984).
Hasil pengukuran produktivitas agroindustri menunjukkan bahwa perkembangan rasio produktivitas parsial ketiga agroindustri untuk Kwartai I dan Kwartal II tahun 2008 mengalami penurunan rasio produktivitas
(1) tenaga kerja,
(2) modal,
(3) produksi,
(4) organisasi,
(5) penjualan, dan
(6) produk.

Penurunan produktivitas tenaga kerja terjadi karena ketiga agroindustri mengalami penurunan laba kotor. Penurunan produktivitas modal disebabkan oleh fluktuasi penjualan bersih pada ketiga agroindustri. Penurunan produktivitas produksi terjadi karena ketiga agroindustri mengeluarkan biaya produksi variabel yang sangat besar. Penurunan produktivitas organisasi terjadi karena penjualan bersih pada ketiga agroindustri mengalami fluktuasi sedangkan biaya eksternal tetap per periode produksinya. Penurunan produktivitas penjualan disebabkan oleh fluktuasi batas kontribusi pada ketiga agroindustri dan biaya tetap yang harus dikeluarkan per bulannya. Penurunan produktivitas produk terjadi karena laba kotor menjadi semakin menurun dan biaya langsung tetap. Komparasi produktivitas antar agroindustri menunjukkan bahwa agroindustri B mempunyai kinerja yang lebih baik dalam produktivitas
(1) tenaga kerja,
(2) modal, dan
(3) organisasi.

Agroindustri C mempunyai kinerja yang lebih baik dalam produktivitas
(1) produksi, (2) penjualan, dan (3) produk.

Tindakan perbaikan produktivitas tenaga kerja yang dapat dilakukan yaitu
(1) pendidikan dan pelatihan tenaga kerja langsung seperti yang diterapkan pada agroindustri B dan
(2) perbaikan sistem kerja.

Tindakan perbaikan produktivitas modal yang dapat dilakukan yaitu
(1) pencarian sumber pinjaman modal jangka panjang selain pedagang perantara minyak nilam,
(2) pemanfaatan modal tetap efisien, dan
(3) penahanan laba untuk modal pertumbuhan produk.

Tindakan perbaikan produktivitas produksi yang seharusnya dilakukan adalah
(1) perencanaan proses produksi, yaitu perencanaan kebutuhan bahan baku; penentuan metode penyulingan; perencanaan kapasitas dan
(2) pengendalian biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel.

Tindakan perbaikan produktivitas organisasi yang dapat dilakukan yaitu
(1) perencanaan kebutuhan biaya administrasi dan umum dalam peningkatan pertambahan nilai dan
(2) pengembangan organisasi dalam peran dan tugas yang lebih spesifik.

Tindakan perbaikan produktivitas penjualan yang seharusnya dilakukan adalah
(1) perencanaan pertambahan biaya penjualan yang menunjang peningkatan laba bersih dan
(2) penjadwalan pengiriman, dan
(3) pengalokasian dana penjualan untuk pencarian pembeli minyak nilam potensial.

Tindakan perbaikan produktivitas produk yang dapat dilakukan yaitu
(1) perencanaan biaya pengawasan kualitas produk,
(2) perbaikan teknis penyulingan dalam pengawasan kualitas minyak nilam,
(3) perbaikan kontrak kerjasama dalam pengadaan bahan baku nilam, dan
(4) perbaikan kontrak kerjasama dalam penjualan minyak nilam.

0

ANALISIS TEKNOEKONOMI PENDIRIAN USAHA PERKEBUNAN DAN PENGOLAHAN INDUSTRI PENGAWET ALAMI BERBAHAN DASAR KECOMBRANG (Nicolaia spesiosa Horan) DI KABUPATEN BANYUMAS

Oleh:
Dedi Fauzi
(Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto)


Abstrak


Keamanan pangan menjadi salah satu isu yang menyita perhatian beberapa organisasi kesehatan dunia, demikian juga di Indonesia. Hal ini perlu penanganan khusus, salah satu solusinya adalah penggunaan pengawet untuk mewujudkan keamanan pangan. Akan tetapi, pengawet sintetis memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan, oleh karena itu diperlukan pengawet alami yang amam bagi kesehatan. Kecombrang merupakan salah satu bahan pengawet alami. Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan, khususnya di wilayah Kabupaten Banyumas. Hasil analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional, aspek yuridis dan dampak lingkungan menunjukkan usaha perkebunan dan pengolahan industri pengawet alami berbahan dasar kecombrang layak untuk direalisasikan. Hasil analisis finansial pendirian usaha perkebunan dan pengolahan industri pengawet alami berbahan dasar kecombrang. Untuk perkebunan pada kondisi normal menunjukkan NPV sebesar Rp. 744.820.862, IRR 44 persen, nilai PI 2,59, dan PBP selama 3,72 tahun. Sedangkan untuk industri pengolahan dalam kondisi normal menunjukan NPV sebesar Rp. 954.487.358, IRR 45 persen, nilai PI 2,52, ROI 64, dan PBP 2,39 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha perkebunan dan pengolahan industri pengawet alami berbahan dasar kecombrang ini secara finansial layak untuk didirikan.


Kata kunci : Studi kelayakan, pengawet, kecombrang

TUHAN SAMA DENGAN KITA

Posted: Selasa, 06 Juli 2010 by smarters06 in Label:
5

Jangan dulu membebani fikiran anda dengan ragam penafsiran yang anda miliki. Judul tulisan ini sebenarnya memang bukan seperti yang anda kira. Hanya saja saya bingung memberikan judul yang pas, singkat, dan tentunya membuat pembaca penasaran, mengingat betapa pentingnya tulisan ini. Oke. Jadi judul di atas sebenarnya adalah gambar yang saya konversi menjadi rangkaian kata. Mari kita lihat yang berikut ini :



Ini adalah gambar yang saya makud. Dimana terdapat dua garis lurus yang tidak seberapa jauh atau boleh dikatakan sangat dekat jaraknya jika kita hubungkan garis tersebut secara vertikal. Dua garis lurus yang saya gambarkan tersebut dalam disiplin ilmu matematika mirip dengan tanda sama dengan (=) pada operasi perhitungan. Tentunya, sekali lagi atas dasar “promosi tulisan”, maka judul di atas akhirnya menjadi seperti yang anda baca pada kata-kata pertama dalam tulisan ini.
to the point....
Saya sangat yakin anda akan memberi jawaban “tentu!”, jika saya berikan pertanyaan “apakah anda punya agama?”. Lalu anda akan sambung jawaban anda atas pertanyaan saya “Berarti anda punya Tuhan?” dengan “Aneh. Ya tentu saja”.
Inilah fakta sebenarnya yang ANEH:
Anda mengaku punya agama dan pastinya satu paket dengan pengakuan punya Tuhan. Tapi apakah selama ini anda sempat berfikir dimana Tuhan. Di langit? Di balik matahari? Atau apabila ada yang mengatakan Tuhan itu ada dalam diri kita, apakah itu berarti dapat diartikan secara harfiah? Di dalam jantung sebagai darah? Di dalam kepala sebagai otak??
Ini memang pemikiran yang bisa saja membuat kita bingung dan kemungkinan terburuknya menciptakan manusia tidak beriman. Untuk itu mari kita buat ini sangat simple.
Apapun agama anda saya yakin bertujuan untuk membuat kehidupan kita lebih teratur, terlepas dari masalah ketauhidan, ajarannya tidak jauh berbeda. Membawa Kebajikan. Tapi apakah secara personal apa yang telah anda rasakan dengan merasa memiliki TUHAN???? Apapun jawabanya mari kita renungkan bersama.
“Dan memintalah kepada-Ku. Niscaya Aku akan mengabulkannya”.
Begitu kira-kira salah satu firman Tuhan dalam Al-Qur’an. Saya dapat menerjemahkan firman tersebut dalam bahasa yang sesuai dengan topik tulisan ini. “Dan jika kamu dekat dengan-Ku. Aku akan mengabulkan doamu”.
Yup! Seberapa dekat kita dengan Tuhan??
Kita tidak dapat menerjemahkan pertanyaan tersebut secara harfiah. Jika kita lihat gambar tadi, maka dapat kita fahami satu hal. Jika kita menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya maka tidak lagi kita berada pada garis yang berbeda dengan Tuhan. Dua garis lurus nampak dekat, namun keduanya tidak akan menemukan titik temu satu sama lain, bahkan jika garis tersebut diperpanjang sampai melingkari bumi.
Inilah maksud saya. Betapa kita sering menganggap sesuatu hal itu baik untuk kita padahal belum tentu menurut Tuhan. Kita sering meminta sesuatu yang kita inginkan, bukan yang kita perlukan. Inilah mengapa kita sering berada pada posisi garis lurus yang berbeda dengan Tuhan. Mari kita renungkan SMS yang dikirimkan untuk saya dari seorang teman.
“Aku minta pada Allah setangkai bunga segar, Ia memberi kaktus berduri.
Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik, Ia beri aku ulat berbulu.
Aku sedih Allah tidak memberi apa yang aku harapkan. Aku protes dan kecewa. Betapa tidak adilnya ini.
Namun, akhirnya kaktus itu berbunga indah bahkan sangat indah, dan ulat itupun tumbuh dan berubah menjadi kupu2 yang amat cantik”.
Itulah jalan Tuhan yang saya gambarkan sebagai sebuah garis lurus. Indah pada waktunya. Tuhan tidak memberikan apa yang kita harapkan tapi apa yang kita perlukan. Adanya kita sedih, kecewa dan terluka, tapi jauh di atas sana sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita. (Jaja Mujahidin)

0

Disusun Oleh :

Jaja Mujahidin
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
PURWOKERTO
2008


RINGKASAN
Kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP- Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan. Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan.
UPPKS Megasari sebagai produsen minuman sari jeruk nipis merupakan usaha kecil menengah (UKM). Manajemen mutu dan keamanan pangan di UPPKS Megasari ini berkaitan dengan bahan baku utama yaitu jeruk nipis, bahan penunjang, proses pengolahan pengemasan, peralatan dan mesin produksi, tata letak alat dan mesin produksi, penanganan limbah, dan pemasaran.
Sebagai UKM UPPKS Megasari ini sudah mendapatkan izin departemen kesehatan namun belum mendapatkan standarisasi dari ISO dan sebagainya. Namun, secara garis besar UPPKS ini sudah menjalankan tiga pendekatan HACCP, yaitu keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; dan kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan.

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini globalisasi telah menjangkau berbagai aspek kehidupan. Sebagai akibatnya persainganpun semakin tajam. Dunia bisnis sebagai salah satu bagiannya juga mengalami hal yang sama. Perusahaan-perusahaan yang dahulu bersaing hanya pada tingkat local atau regional, kini harus pula bersaing dengan perusahaan dari seluruh dunia. Hanya perusahaan yang mampu menghasilkan barang atau jasa berkualitas kelas dunia yang dapat bersaing dalam pasar global.
Demikian halnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan, apabila ingin memiliki keunggulan dalam skala global, maka perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahan atau industri pangan mampu bersaing secara global diperlukan kemampuan mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi konsumen.
Dalam krisis moneter seperti saat ini, pengembangan agroindustri yang mempunyai peluang dan berpotensi adalah agroindustri yang memanfaatkan bahan baku utama produk hasil pertanian dalam negeri, mengandung komponen bahan impor sekecil mungkin, dan produk yang dihasilkannya mempunyai mutu yang mampu bersaing di pasar internasional. Agroindustri yang dibangun dengan kandungan impor yang cukup tinggi ternyata merupakan industri yang rapuh karena sangat tergantung dari kuat/lemahnya nilai rupiah terhadap nilai dolar, sehingga ketika dolar menguat industri tidak sanggup membeli bahan baku impor tersebut.
Keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Dari jumlah produk pangan yang diperiksa ditemukan sekitar 9,08% - 10,23% pangan yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat yang tidak memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% - 8,75%. Penggunaan bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang cukup menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi persyaratan. Pengujian pada minuman jajanan anak sekolah di 27 propinsi ditemukan hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi persyaratan penggunaan BTP, terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan sebanyak 25,5% contoh minuman mengandung sakarin dan 70,6% mengandung siklamat.
Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai diantaranya adalah: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan jajanan (pisang goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). Dari sejumlah contoh yang diperiksa ditemukan 19,02% menggunakan pewarna terlarang; (2) Pemanis buatan khusus untuk diet (siklamat dan sakarin) yang digunakan untuk makanan jajanan. Sebanyak 61,28% dari contoh makanan jajanan yang diperiksa menggunakan pemanis buatan; (3) Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4) Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso, empek-empek dan lontong.
Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice (GAP) dan teknologi produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya oleh produsen primer, penerapan Good Handling Pratice (GHP) dan Good Manufacturing Pratice (GMP) serta Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang masih jauh dari standar oleh produsen/pengolah makanan berskala kecil dan rumah tangga.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman skala rumah tangga menengah dan besar menemukan sekitar 33,15% - 42,18% sarana tidak memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi. Sedangkan pengawasan di tempat pengolahan makanan (TPM) yang mencakup jasa boga, restoran/rumah makan dan TPM lainnya hanya sekitar 19,98% yang telah mempunyai izin penyehatan makanan dan hanya sekitar 15,31% dari rumah makan/restoran yang diawasi yang memenuhi syarat untuk diberi grade A, B dan C. Pelatihan penyuluhan yang diberikan umumnya baru menjangkau skala besar.
Distributor pangan umumnya juga belum memahami Good Distribution Practice (GDP). Pemeriksaan terhadap sarana distribusi produk pangan dalam hal sanitasi, bangunan dan fasilitas yang digunakan, serta produk yang dijual menemukan sekitar 41,60% - 44,29% sarana yang tidak memenuhi syarat sebagai distributor makanan. Selain itu, masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan tercermin dari sedikitnya konsumen yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu serta klaim konsumen jika produk pangan yang dibeli tidak sesuai informasi yang tercantum pada label maupun iklan. Pengetahuan dan kepedulian konsumen yang tinggi akan sangat mendukung usaha peningkatan pendidikan keamanan pangan bagi para produsen pangan.
Untuk itu, kesadaran semua pihak untuk meningkatkan manajemen mutu dan keamanan pangan sangatlah penting. Tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada pemerintah atau pihak produsen saja akn tetapi semua pihak termasuk konsumen punya andil cukup penting dalam meningkatkan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di Indonesia.

II. TINJAUAN ASPEK MUTU DALAM KEGIATAN
INDUSTRI PANGAN

2.1. Teknologi dan Industri Pangan
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen. Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan bahan baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan merupakan industri yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih berkiprah pada bagian hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut Wirakartakusumah dan Syah (1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah untuk menyelamatkan, menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–produk hasil pertanian secara efektif dan efisien.
Titik tolak kegiatan suatu usaha industri pangan harus berdasarkan pada permintaan konsumen akan suatu produk pangan. Komsumen akan selalu menuntut suatu produk yang aman, berkualitas/bermutu, praktis/mudah untuk disiapkan dan disajikan, serta enak rasanya dengan harga yang terjangkau. Pertumbuhan industri pangan yang pesat akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk–produk pangan dengan mutu terjamin dan harga yang bersaing. Di samping itu, pengembangan sektor industri pangan akan dapat memperluas kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah serta menambah devisa negara.
Wirakartakusumah dan Syah (1990) menyatakan bahwa industri pangan di Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan industri besar. Indstri pangan kecil biasanya masih menggunakan cara–cara tradisional dan bersifat padat karya, sedangkan industri pangan besar lebih modern dan padat modal. Pada garis besarnya, aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam industri pangan adalah aspek teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi, ekspor dan peningkatan mutu. Peran serta teknologi harus selalu didampingi kajian ekonomis yang terkait dengan faktor mutu. Walaupun faktor mutu akan menambah biaya produksi, peningkatan biaya mutu diimbangi dengan peningkatan penerimaan oleh konsumen. Di samping dapat menimbulkan citra yang baik dari konsumen, pengendalian mutu yang efektif akan mengurangi tingkat resiko rusak atau susut.
Beberapa kasus di Indonesia menunjukkan bahwa adanya kelemahan dalam hal pengawasan mutu industri pangan dapat berakibat fatal terhadap kesehatan konsumen dan kelangsungan industri pangan yang bersangkutan. Contohnya, seperti kasus biskuit beracun pada tahun 1989. Akibat ketedoran tersebut, perusahaan yang bersangkutan harus ditutup. Penolakan beberapa jenis makanan olahan yang diekspor ke luar negeri juga menunjukkan bahwa pengawasan mutu masih belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, perkembangan teknologi yang pesat diikuti dengan pertumbuhan industri yang cepat harus didukung oleh sistem pengawasan mutu yang baik.

2.2. Konsep Mutu
Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Juran (1974) dalam Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Menurut Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992 didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).
Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upaya–upaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada kegiatan–kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi. Bidang–bidang fungsional dan kegiatan yang terlibat dalam pendekatan terpadu terhadap sistem mutu disajikan pada Gambar 1.





Gambar 1. Lingkaran Mutu


2.3. Good Manufacturing Practices (GMP)
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP- Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).
Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titip, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien, pengolahan, pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.

Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan.
Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen.
2.4. Ruang Lingkup Pengawasan Mutu Pangan
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, yaitu masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu sangat berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin kompleks ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Demikian pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan makin kompleks kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis produk pangan. Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis diperlukan untuk membina produksi dan perdagangan produk pangan.
Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan /industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).
Masalah jaminan mutu merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha. Menurut Hubeis (1997), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan empathy (keramahtamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik, sehingga jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai diperoleh produk akhir..
Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian inderawi atau organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik kesehatan fisik yang berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan juga harus dipertimbangkan.

2.5. Keterkaitan pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi, perdagangan dan distribusi komoditas. Oleh karena itu, pengawasan mutu bukan semata-mata masalah penerapan ilmu dan teknologi, melainkan juga terkait dengan bidang-bidang ilmu sosial dan aspek-aspek lain, yaitu kebijaksanaan pemerintah, kehidupan kemasyarakatan, kehidupan ekonomi serta aspek hukum dan perundang-undangan. Keterkaitan pengawasan mutu pangan dengan kegiatan ekonomi, kepentingan konsumen, pemerintahan dan lain-lain seperti yang disajikan pada Gambar 2.
Pada Gambar 2, terlihat bahwa pengawasan mutu pangan di satu pihak melayani berbagai kegiatan ekonomi dan di lain pihak memerlukan dukungan pemerintah dan insentif ekonomi, serta dibutuhkan masyarakat. Campur tangan pemerintah diperlukan agar mutu dapat terbina dengan tertib karena jika terjadi penyimpangan atau penipuan mutu, masyarakat yang dirugikan. Campur tangan pemerintah dapat berwujud kebijaksanaan atau peraturan-peraturan, terciptanya sistem standarisasi nasional, dilaksanakannya pengawasan mutu secara nasional, dan dilakukan tindakan hukum bagi yang melanggar ketentuan. Kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan perundang-undangan pangan Codex Alimentarius Commision (CAC) disebut Food Control, sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing industri dalam mengendalikan mutu dan keamanan produknya sendiri disebut Food Quality Control




Gambar 2. Keterkaitan Pengawasan Mutu pada Berbagai Kegiatan Ekonomi dan Kehidupan Masyarakat

Pengawasan mutu juga bergerak dalam berbagai kegiatan ekonomi. Macam-macam kegiatan ekonomi seperti pengawasan mutu pangan berperan atau terkait ialah dalam keseluruhan industri pertanian yang menggarap produk pangan dari industri usaha produksi bahan pangan, sarana produksi pertanian, industri pengolahan pangan dan pemasaran komoditas pangan.
Pengawasan mutu pangan juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat dalam melayani kebutuhan konsumen, memberi penerangan dan pendidikan konsumen. Pengawasan mutu pangan juga melindungi konsumen terhadap penyimpangan mutu, pemalsuan dan menjaga keamanan konsumen terhadap kemungkinan mengkonsumsi produk-produk pangan yang berbahaya, beracun dan mengandung penyakit.
Di tingkat perusahaan, pengendalian mutu berkaitan dengan pola pengelolaan dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan dan dijaga oleh seluruh bagian atau satuan kerja dalam perusahaan/industri. Dalam industri pangan yang maju, pengendalian mutu sama pentingnya dengan kegiatan produksi. Penelitian dan pengembangan (R&D) diperlukan untuk mengembangkan sistem standardisasi mutu perusahaan maupun dalam kaitannya dengan analisis mutu dan pengendalian proses secara rutin. Dalam kaitan dengan produksi, pengawasan mutu dimaksudkan agar mutu produksi nasional berkembang sehingga dapat menghasilkan produk yang aman serta mampu memenuhi kebutuhan dan tidak mengecewakan masyarakat konsumen. Bagian pemasaran juga harus melaksanakan fungsi pengawasan mutu menurut bidangnya. Kerjasama, kesinambungan, dan keterkaitan yang sangat erat antarsatuan kerja dalam organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu produk yang terbaik.

2.6. Penerapan Sistem Manajemen Mutu
ITC (1991) dalam Hubeis (1994) menyatakan bahwa industri pangan sebagai bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer – (pengangkutan) – pengolah – penyalur – pengecer – konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan adanya pengendalian mutu (quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total (total quality control atau TQC) pada aspek rancangan, produksi dan produktivitas serta pemasaran. Dengan kata lain permasalahan mutu bukan sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan atau standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke arah penerapan dan penguasaan total quality management (TQM) yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan ISO seri 9000 (sertifikat mutu internasional), yaitu ISO-9000 s.d. ISO-9004, dan yang terbaru yaitu ISO 22000.
Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan sebuah dokumen yang menyatakan suatu produk/jasa sesuai dengan persyaratan standar atau spesifikasi teknis tertentu (Jaelani, 1993 dalam Hubeis, 1994). Sertifikat yang diperlukan adalah yang diakui sebagai alat penjamin terhadap dapat diterimanya suatu produk/jasa tersebut (Hubeis, 1997). Upaya ini sangat diperlukan karena Indonesia menghadapi persaingan yang makin ketat dengan negara-negara lain yang menghasilkan barang yang sama atau sejenis. Hal ini juga perlu disiapkan dalam menghadapi perdagangan bebas di kawasan ASEAN sekarang ini dan di kawasan Asia Pasifik tahun 2019 yang akan datang, serta perubahan menuju perdagangan global dan terjadinya regionalisasi seperti di Eropa dan Amerika Utara.

III. MANAJEMEN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN DI UPPKS MEGASARI KUNINGAN

Manajemen mutu dan keamanan pangan di UPPKS Megasari ini berkaitan dengan bahan baku utama yaitu jeruk nipis, bahan penunjang, proses pengolahan pengemasan, peralatan dan mesin produksi, tata letak alat dan mesin produksi, penanganan limbah, dan pemasaran. Untuk bahan baku sendiri yaitu jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle), diperoleh dari kebun milik sendiri dan kerjasama dengan bebrapa petani sekitar lokasi pabrik. Kriteria jeruk yang digunakan dalam pembuatan minuman ini adalah: cukup matang dengan kulit buahnya berwarna hijau kekuningan, dan tidak rusak (busuk). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan air jeruk yang lebih banyak dan tidak terlalu asam.
Selain jeruk nipis, bahan baku utama lainnya adalah sukrosa dan air. Untuk sukrosa dgunakan sukrosa impor yang mempunyai mutu relatif lebih baik dibandingkan sukrosa lokal. Sukrosa (gula pasir) impor mempunyai kriteria antara lain bentuk kristal gula yang kecil, berwarna putih bening, kering, dan mudah larut. Hal ini sangat menunjang kualitas produk karena hasil produk akan lebih jernih.
Air merupakan komponen penting dalam pembuatan minuman. Proses produksi di UPPKS Megasari menggunakan air dari pdam setempat, dengan menggunakan proses pemanasan terlebih dahulu sehingga mematikan mikroorganisme yang ada.
Bahan penunjang yang digunakan dalam pembuatan minuman sari jeruk ini adalah natrium Benzoat yang merupakan bahan penmgawet dalam bahan makanan karena bahan pengawet ini sangat efektif unutk menghambat pertumbuhan kapang dan bakteri khususnya pada produk sirup, margarin, kecap, dan selai. Benzoat yang sering digunakan adalah dalam bentuk garam daripada asamnya, Natrium Benzoat yang stabil berbentuk kristal putih dan mempunyai rasa manis dan terkadang sepat.
Tabel 1. Syarat Mutu Minuman Sari Buah




Gambar 3. Proses Pengolahan Minuman Jeruk Nipis

Salah satu penanganan hasil produksi yaitu dengan cara pengemasan. Pengemasan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam suatu industri. Pengemasan berfungsi untuk menjaga produk tidak rusak dalam jangka waktu yang lama. Bahan yang digunakan oleh uppks Megasari untuk mengemas minuman sari jeruk nipis ini terdiri dari kemasan primer dan kemasan sekunder. Bahan pengemas primer adalah bahan pengemas yang langsung berhubungan dengan produk.
Kemasan primer yang digunakan adalah botol yang terbuat dari pelastik dan gelas. Botol yang terbuat dari gelas terlebih dahulu dilakukan pencucian dan sterilisasi dengan merebusnya dalam air panas. Sedangkan kemasan sekunder berupa kardus yang terbuat dari karton digunakan untuk mengepak produk yang siap dipasarkan.
Adapun komposisi kimia wadah gelas (white flint glass) yang dikemukakan oleh Osborne (1980) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. susunan kimia untuk kemasan gelas jenis “white flint”




Sifat kimiawi kemasan gelas yang stabil memungkinkan wadah tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa kerusakan. Gelas yang disimpan beberapa bulan dapat menyebabkan kondensasi air dan udara, yang dapat mengakibatkan adanya endapan pada dinding gelas tersebut.
Menutup wadah atau menyumbat botol merupakan bagian penting dalam rangkaian proses pengemasan. Bahan yang umumnya digunakan adalah besi (kaleng), alumunium, gabus, dan berbagai jenis pelastik. Penutup yang digunakan UPPKS ini adalah jenis alumunium dan pelastik. Sebelum menutup botol, tutup botol tersebut dibersihkan karena kemungkinan tutup botol tersebut membawa jasad renik yang selanjutnya akan mencemari atau merusak minuman yang berada dalam wadah. Pengawasan mutu kemasan bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap kemasan, sehingga dapat mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dikemas, serta memberikan perlindungan terhadap konsumen dan menjaga kepercayaan konsumen.
Pengawasan mutu terhadap produk secara keseluruhan pun perlu dialakukan sebelum dipasarkan. Pengawasan mutu produk ini meliputi pengawasan terhadap isi produk, keadaan botol, penutupan botol, dan uji organoleptik.
Penanganan bahan dari awal produksi hingga pemasaran masih dapat dikatakan baik. Tidak ditemukannya bahan-bahan berbahaya dan tidak adanya kasus keracunan merupakan bukti cukup higienisnya produk ini. Secara garis besar, UPPKS Megasari sebagai produsen minuman sari jeruk nipis ini telah memenuhi kriteria HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). HACCP adalah pedoman untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada semua proses produksi (dari tahap produksi primer sampai ditangan konsumen). Dengan kata lain HACCP ini, di Indonesia bertujuan untuk menjamin keamanan pangan. Dengan diidentifikasinya semua tahapan produksi, sehingga bisa diminimalisasi kontaminasi bahaya. Bahaya disini bisa disebabkan oleh zat kimia, kontaminasi mikro/bakteri (biologi), atau zat asing (fisik, bisa berupa pecahan kaca atau lain sebagainya).
Penerapan dan pendokumentasian HACCP lebih simple dibandingkan ISO. Tapi HACCP punya tahapan tertentu. Sebelum penerapan HACCP, pabrik (perusahaan) harus sudah menjalankan GMP dan SSOP dengan baik. Untuk kalangan pabrik tentu sudah tidak asing lagi, apa itu GMP. Skedar berbagi saja, GMP kependekan dari GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Atau Cara2 berproduksi dengan baik. GMP ini panduan mendetail dan harus mencakup semua proses produksi, mulai dari ketertiban karyawan, Pest Control (pengendalian hama), Fasilitas gudang, Kelengkapan rancangan gedung, keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja.
GMP harus diimplementasikan untuk semua bagian termasuk Processing Area, Logistik dan Area Penyimpanan (Gudang), Laboratorium, Manufacturing Area, Maintenance&Engineering, dan manajemen. Semua harus satu kata. Semua bagian harus secara komitmen dan konsisten mengimplementasikan GMP ini. Oleh sebab itu untuk memantau implementasi GMP dilapangan perlu dilakukan audit. Audit ini bisa dibagi menjadi audit internal dan eksternal. Audit internal berasal dari auditor yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengaudit pabrik tersebut. Audit internal ini bisa berasal dari gabungan karyawan dari berbagi bagian/departemen. Diharapkan audit internal ini bisa mengevaluasi dan memberi masukan kepada pihak yang bertanggungjwab di pabrik(perusahaan tsb). Masukan dari auditor internal ini bisa dijadikan acuan untuk diadakan perubahan kebijakan. Manfaat dari auditor internal ini adalah jika ada temuan bisa dibahas secara internal pabrik dan tidak perlu sampai banyak pihak tahu. Auditor internal bisa tidak efektif dalam mengauditnya karena akan bersikap subyektif.
Kesubyektifan ini bisa diganti dengan diadakannya audit eksternal. Auditor eksternal bisa dari berbagai macam institusi baik milik pemerintah maupun milik swasta. Tapi ada syarat dalam memilih auditor eksternal, yaitu: institusi auditor eksternal tersebut harus memiliki akses ke KAN (Komite Akreditasi Nasional). Sudah banyak institusi yang bisa dijadikan auditor eksternal, salah satunya yang sudah terkenal adalah SGS. Selain GMP ada satu lagi pedoman yang harus diterapkan, yaitu SSOP. SSOP adalah kependekan dari Sanitation Standard Operating Procedures.

Tujuan HACCP
Umum : Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (“Food borne disease”).
Khusus :
• Mengevaluasi cara produksi makanan. Bahaya ?
• Memperbaiki cara produksi makanan. Critical process
• Memantau & mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi
• Meningkatkan inspeksi mandiri
Kegunaan HACCP
• Mencegah penarikan makanan•
• Meningkatkan jaminan Food Safety• Pembenahan & “pembersihan” unit pengolahan (produksi)
• Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien
• Meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien
• Mencegah pemborosan beaya
Prinsip HACCP :
• Identifikasi bahaya
• Penetapan CCP
• Penetapan batas / limit kritis
• Pemantauan CCP
• Tindakan koreksi thd penyimpangan
• Verifikasi
• Dokumentasi


Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Dalam Sistem Mutu dan Keamanan Pangan
Untuk implementasi sistem mutu dan keamanan pangan nasional telah dilakukan analisis SWOT yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi. Dari hasil analisis tersebut ditetapkan kebijakan yang harus ditempuh, serta disusun strategi, program, dan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan untuk perdagangan domestik maupun global, yaitu melalui pendekatan HACCP untuk menghasilkan produk yang aman, serta mengacu pada ISO 9000 (QMS) untuk menghasilkan produk yang konsisten dan ISO 14000 (EMS) untuk menjamin produk pangan yang berwawasan lingkungan (Gambar 1). Gambar 2. Menyajikan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan nasional, yang menekankan pada penerapan sistem jaminan mutu untuk setiap mata rantai dalam pengolahan pangan yaitu GAP/GFP (Good Agriculture/Farming Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices), GRP (Good Retailing Practices) dan GCP (Good Cathering Practices).
Tabel 3 Dampak penyimpangan mutu dan keamanan pangan terhadap pemerintah, industri dan konsumen.

PENYIMPANGAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
PEMERINTAH INDUSTRI KONSUMEN
• Penyelidikan dan penyedikan kasus
• Biaya penyelidikan dan analisis
• Kehilangan Produktivitas
• Penurunan ekspor
• Biaya sosial sekuriti
• Penganguran • Penarikan produk
• Penutupan pabrik
• Kerugian
• Penelusuran penyebab
• Kehilangan pasar dan pelanggan
• Kehilangan kepercayaan konsumen (domestik dan internasional)
• Administrasi asuransi
• Biaya legalitas
• Biaya dan waktu rehabilitasi (pengambilan kepercayaan konsumen)
• Penuntutan konsumen • Biaya pengobatan dan rehabilitasi
• Kehilangan pendapatan dan produktivitas
• Sakit, penderitaan dan mungkin kematian
• Kehilangan waktu
• Biaya penuntutan/pelaporan



Konsep Implementasi Quality System dan Safety





Gambar 4. Analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam implementasi sistem mutu dan keamanan pangan.








Gambar 5. Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Nasional



Tanggung Jawab Bersama dalam Implementasi Sistem Mutu dan Keamanan Pangan
Pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan. Gambar 3 menyajikan keterlibatan dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen dalam pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan.






Gambar 6. Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen dalam implementasi sistem dan keamanan pangan
Secara teknis dalam rangka upaya mempertahankan kualitas produk pangan, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Dokumentasi Sistem Mutu
Perusahaan harus membangun dan mempertahankan suatu sistem mutu tertulis (terdokumentasi), dengan pengertian hal ini akan menjamin produk-produknya sesuai dengan persyaratan tertentu. Sistem mutu tertulis ini membuat jaminan mutu bersifat lebih melembaga sebab dokumentasi ini dilakukan menyeluruh terhadap pedoman, prosedur dan instruksi kerja.
Sistem mutu tertulis bukan sekedar merupakan sesuatu yang diinginkan saja tetapi harus dikerjakan di lapangan. Sistem mutu terdiri dari manual, prosedur, instruksi kerja, format-format dan record. Penulisan sistem mutu sebaiknya melibatkan semua karyawan karena mereka nantinya yang akan mengerjakan dan hasil kerjanya mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan perusahaan.
2. Pengendalian Rancangan
Mutu produk sejak awal tergantung kepada rancangan produk tersebut. Tanpa merancang mutu kedalam suatu produk, akan sulit mencapai mutu tersebut selama produksi. Tujuan utama seorang perancang adalah menciptakan suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara penuh yang dapat diproduksi pada tingkat harga yang bersaing. Dengan demikian, proses perancangan yang meliputi perencanaan, verifikasi, kaji ulang, perubahan dan dokumentasi menjadi sangat penting, terutama untuk produk-produk yang mempunyai rancangan rumit dan memerlukan ketelitian.
3. Pengendalian Dokumen
Dalam penerapan sistem standar jaminan mutu, perusahaan dituntut untuk menyusun dan memelihara prosedur pengendalian semua dokumen dan data yang berkaitan dengan sistem mutu. Tujuan pengendalian dokumen adalah untuk memastikan bahwa para pelaksana tugas sadar akan adanya dokumen-dokumen yang mengatur tugas mereka. Perusahaan harus menjamin seluruh dokumen tersedia pada titik-titik dimana mereka dibutuhkan.
4. Pengendalian Pembelian
Pembelian bahan hampir seluruhnya berdampak kepada mutu produk akhir sehingga harus dikendalikan dengan baik. Perusahaan harus memastikan bahwa semua bahan dan jasa yang diperoleh dari sumber-sumber di luar perusahaan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
5. Pengendalian Produk yang Dipasok Pembeli
Adakalanya pembeli produk kita, mensyaratkan penggunaan produknya untuk diguna-kan dalam rangka memenuhi persyaratan kontrak. Perusahaan bertanggung jawab terhadap pencegahan kerusakan pemeliharaan, penyimpangan, penanganan dan penggunaannya selama barang tersebut dalam tanggung jawabnya.

6. ldentifikasi Produk dan Kemampuan Telusur
Identifikasi suatu produk dan prosedur penelusuran produk merupakan persyaratan penting sistem mutu untuk keperluan identifikasi produk dan mencegah tercampur selama proses, menjamin hanya bahan yang memenuhi syarat yang digunakan, membantu analisis kegagalan dan melakukan tindakan koreksi, memungkinkan penarikan produk cacat/rusak dari pasar serta untuk memungkinkan penggunaan bahan yang tidak tahan lama digunakan dengan prinsip FIFO (First In First Out).
7. Pengendalian Proses
Pengendalian proses dalam sistem standar jaminan mutu mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses.
8. Inspeksi dan Pengujian
Meskipun penekanan pengendalian mutu telah beralih pada kegiatan-kegiatan pencegahan dalam tahap sebelum produksi (perancangan, rekayasa proses dan pembelian) inspeksi dengan intensitas tertentu tidak dapat dihindari dalam sistem mutu.

9. Inspeksi, Pengukuran dan Peralatan Uji
Pengukuran atau kegiatan pengujian bermanfaat jika hasil pengukuran dapat diandalkan. Untuk itu alat pengukur atau alat uji harus memenuhi kecermatan dan konsistensi jika dioperasikan pada kondisi yang biasa digunakan.


10. lnspeksi dan Status Pengujian
Tujuan utama sistem mutu adalah untuk memastikan hanya produk-produk yang memenuhi spesifikasi sesuai kesepakatan yang dikirim ke pelanggan. Sering dalam suatu pabrik yang besar, produk yang memenuhi spesifikasi, yang belum diperiksa dan yang tidak memenuhi spesifikasi berada pada tempat yang berdekatan sehingga mungkin bercampur. Dengan demikian status inspeksi suatu produk harus jelas yaitu :
• produk belum diperiksa
• produk sudah diperiksa dan diterima
• produk sudah diperiksa tetapi ditolak
11. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai
Dalam sistem produksi harus dapat disingkirkan produk-produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan perusahaan mempunyai prosedur tertulis untuk mencegah terkirimnya produk-produk yang tidak sesuai kepada konsumen. Jika produk yang tidak sesuai terdeteksi pada tahap produksi, prosedur yang ada harus tidak membiarkan produk tersebut diproses lebih lanjut.
12. Tindakan Koreksi
Setiap kegiatan atau sistem operasi dapat saja menyimpang dari kondisi operasi standar (prosedur) karena berbagai alasan sehingga menghasilkan produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan perusahaan mempunyai sistem institusional untuk memonitor kegiatan produksi atau proses. Jika ketidaksesuaian diketahui, tindakan koreksi harus dilakukan segera agar sistem operasi kembali kepada standar.
13. Penanganan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman
Perusahaan manufaktur terlibat dengan berbagai bahan dan produk, baik dalam bentuk bahan mentah, produk antara untuk di proses lagi maupun produk jadi. Adalah sangat penting menjamin bahwa mutu dari semua bahan dan produk tersebut tidak terpengaruh oleh penyimpanan yang kondisinya kurang baik, penanganan yang tidak tepat, pengemasan yang tidak memadai dan prosedur pengiriman yang salah.
14. Catatan-Catatan Mutu
Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur untuk identifikasi pengumpulan. pembuatan indeks, pengarsipan, penyimpanan dan disposisi catatan mutu. Catatan mutu memberikan bukti obyektif bahwa mutu produk yang disyaratkan telah dicapai dan berbagai unsur sistem mutu telah dilaksanakan dengan efektif.
15. Audit Mutu Internal
Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan suatu perusahaan untuk melembagakan suatu audit sistematis terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan mutu, untuk mengetahui apakah prosedur dan instruksi memenuhi persyaratan standar .Perusahaan juga harus bisa mendemonstrasikan bahwa semua operasi dan kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur tertulis dan semua tujuan sistem mutu telah dicapai.
16. Pelatihan dan Motivasi
Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan kebutuhan pelatihan harus diidentifikasi dengan cermat dan menyiapkan prosedur untuk melaksanakan pelatihan semua personil yang kegiatannya berkaitan dengan mutu.

IV. PENUTUP


Sudah saatnya antisipasi akan quality system yang konsisten dan keamanan pangan terutama di industri pangan dicermati dan diimplementasikan di era pasar bebas ini. Kebijakan mutu akan kepentingan keamanan dan konsistensi quality system dari pemerintah: aplikasi scientific theory dari para scientist; dan implementasi oleh para pelaku bisnis perlu dijalani secara terpadu melalui teknik-teknik: (1) GAP (Good Agriculture Practice)/GFP (Good Farming Practice); (2) GHP (Good Handling Practice); (3) GMP (Good Manufacturing Practice) & GLP (Good Laboratory Practice); (4) GDP (Good Distribution Practice); dan (5) GRP (Good Retailing Practice)
Pemahaman dan persamaan persepsi akan kepentingan serta sertifikasi ISO 9000 – 9002–9005; ISO-25, dan yang terbaru ISO 22000 serta HACCP sudah sangat-sangat diperlukan agar industri pangan Indonesia mampu bersaing dengan industri pangan luar negeri.
Sebagai usaha kecil menengah (UKM), UPPKS Megasari Kuningan tetap harus memenuhi persyaratan keamanan pangan dan mutu yang telah ditetapkan. Walaupun masih banyak kendala dalam pelaksanaannya, sistem manajemen mutu di UPPKS ini terus diupayakan.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2008. http://kimia.upi.edu/. 16/04/08

Fardiaz, D. 1997. “Praktek Pengolahan Pangan yang Baik”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 1997.

Fardiaz, S. 1997. “Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 1997.

Hadiwihardjo, B.H. 1998. “Mutu dan Keamanan Pangan dan Perdagangan Internasional”. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Pangan ’98. Penelitian dan Pengembangan di Bidang Industri Pangan untuk Meningkatkan Mutu dan Daya Saing di Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kimia Terapan-LIPI. Bandung, 19-21 Oktober 1998.

Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Kadarisman, D. 1996. “ISO (9000 dan 14000) dan Sertifikasi”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VII (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Kadarisman, D dan M.A. Wirakartakusumah. 1995. “Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VI (1). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.


Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food
Industry. The AVI Pub. Inc., Conn., USA.


Suhardjo. 1997. “Peraturan Perundangan Tentang Mutu Gizi Pangan”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 1997.

Tunggal. H.S. 1996. Undang-Undang Pangan. (Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tanggal 4 November 1996). Penerbit Harvarindo, Jakarta.
WHO 1998 Food Safety Programmes in The South East Asia Region, Overview and Perspective. WHO Regional Office South East Asia, New Delhi, India.

Wirakartakusumah, M.A. 1997. “Peraturan Perundangan Tentang Keamanan Pangan”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 1997.

Wirakartakusumah, M.A. dan Dahrul Syah. 1990. “Perkembangan Industri Pangan di Indonesia”. Pangan. Vol II (5).

0

Oleh:
Ali Maksum
(Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedriman Purwokerto)

ABSTRAK

Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu pusat penghasil gula kelapa yang sangat potensial di Indonesia. Diperkirakan terdapat kurang lebih 16.197 unit usaha gula kelapa dengan volume produksi mencapai 24.296 ton per tahun dengan omset sekitar Rp. 48.591.000.000,- per tahun (Disperindagkop, Kabupaten Purbalingga, 2007). Berdasarkan survey, sentra home industri gula semut di Kabupaten Purbalingga berada di Kecamatan Mrebet dan Bobot Sari dengan jumlah pengrajin sekitar 100 orang yang tersebar di Desa Sangkanayu, Talagening, Bojong dan Metenggeng dengan kapasitas produksi total sekitar 5-10 ton per bulan. Namun demikian, produk gula kelapa kristal dari Purbalingga sering ditolak (reject) pasar karena mutunya kurang/tidak memenuhi standar, SNI (Mustaufik,dkk, 2008). Salah satu permasalahan yang terjadi di tingkat pengrajin gula kelapa kristal adalah masih tingginya keragaman dan tingkat penyimpangan mutu gula kelapa kristal, sehingga mutu produk kurang atau tidak sesuai dengan standar mutu nasional gula kelapa kristal (SNI-SII.0268-85).
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei menggunakan metode purposive random sampling yaitu menentukan empat desa di Kabupaten Purbalingga yang menjadi pusat pengrajin gula kelapa kristal, kemudian dipilih sebanyak 40 pengrajin gula kelapa kristal sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dua kali, sehingga diperoleh 80 sampel. Variabel yang diamati meliputi kadar air, kadar gula total, kadar gula sukrosa, kadar gula reduksi, kadar abu dan bahan tidak larut. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan histogram, bagan kendali, diagram pareto, diagram sebab akibat dan Brainstorming. Hasil analisis histogram menunjukkan bahwa sebagian besar gula kelapa kristal di Kabupaten Purbalingga memiliki kadar air, kadar bahan tidak larut, kadar sukrosa, kadar gula total, dan kadar gula reduksi yang berada di dalam batas spesifikasi, sedangkan kadar abu sebagian besar berada di luar batas spesifikasi mutu SNI. Hasil analisis bagan kendali X dan R menunjukkan bahwa keragaman kadar abu dan bahan tidak larut air gula semut di Kabupaten Purbalingga berada di luar pengendalian statistik. Hasil analisis diagram pareto menunjukkan bahwa variabel mutu gula semut yang paling banyak menyimpang berturut-turut adalah kadar abu, kadar air dan kadar bahan tak larut air . Diagram sebab akibat memperlihatkan sebab-sebab keragaman mutu yaitu bahan baku, proses pengolahan, pekerja dan peralatan. Brainstorming menunjukan penyebab keragaman bersumber dari bahan baku, pengolahan dan peralatan yang digunakan.

Kata Kunci : Penyimpangan mutu, gula kelapa Kristal


versi lengkapnya silahkan request ke jmujahidin.sajs@gmail.com

0

Oleh:
Dianasri Widyapuri
(Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto)

ABSTRAK

Fortifikasi zat besi pada mie ubi kayu merupakan salah satu upaya mengatasi masalah anemia gizi besi (AGB). Zat besi dalam produk makanan hasil fortifikasi dapat menimbulkan efek oksidatif, baik terhadap komponen minyak atau lemak maupun protein atau asam amino. Oleh karena itu, untuk mempertahankan retensi zat besi serta kualitas fisikokimia dan sensoris mie diperlukan teknik pengemasan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan selama penyimpanan terhadap sifat fisikokimia dan sensoris mie ubi kayu yang difortifikasi zat besi, mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan sifat fisikokimia dan sensoris mie ubi kayu yang difortifikasi zat besi serta menentukan jenis kemasan yang paling efektif mempertahankan retensi zat besi, sifat fisikokimia dan sensoris mie ubi kayu yang difortifikasi zat besi selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 kombinasi dan 3 ulangan. Faktor yang dicoba adalah jenis kemasan (K) meliputi plastik polipropilen (K1), plastik polipropilen-kotak karton (K2) dan kertas payung-plastik polipropilen (K3) serta lama penyimpanan (L) meliputi 2 minggu (L1), 4 minggu (L2) dan 6 minggu (L3). Selama penyimpanan, mie ubi kayu yang difortifikasi zat besi disimpan pada suhu ruang. Variabel yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat besi total, asam lemak bebas, angka peroksida, kadar protein terlarut, ekstensibilitas, cooking loss mie,warna, tekstur (kekenyalan) dan rasa logam (metallic taste). Hasil penelitian menunjukkan kemasan terbaik berdasarkan sifat fisikokimia dan sensoris adalah plastik polipropilen (kemasan primer) dan kotak karton (kemasan sekunder) pada lama penyimpanan 2 minggu (K2L1) dengan nilai rata-rata masing-masing variabel yaitu kadar air 8,43 persen bb; kadar abu 2,50 persen bk; kadar zat besi total 15,22 ppm; kadar asam lemak bebas 0,29 persen bk; kadar protein terlarut 0,91 persen bk; cooking loss 15,95 persen; ekstensibilitas 7,7 persen; warna putih kekuningan-kuning keputihan (2,62); tekstur agak kenyal-kenyal (2,67); rasa logam (metallic taste) agak terasa-tidak terasa (3,73).

Kata kunci: mie ubi kayu yang difortifikasi zat besi, retensi zat besi, jenis kemasan, lama penyimpanan


versi lengkapnya silahkan request ke jmujahidin.sajs@gmail.com

0

Oleh:
Yeni Indriani
(Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto)

ABSTRAK

Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menempati urutan pertama penyebab kematian di Indonesia. Rumput laut Sargassum duplicatum mengandung polisakarida (fucoidan), serat pangan dan senyawa saponin yang berpotensi sebagai hipokolesterolemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian produk olahan tepung rumput laut S.duplicatum yang ditambahkan ke dalam pakan terhadap profil lipid tikus hiperkolesterolemia. Tikus yang digunakan adalah jenis Sprague dawley yang telah mengalami hiperkolesterolemia. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 faktor perlakuan dan 6 kali ulangan. Faktor yang digunakan meliputi pemberian pakan tepung rumput laut (TRL) tanpa perendaman (K1), TRL perendaman selama 12 jam (K2), ekstrak enzimatis dari TRL (K3) dan fucoidan (K4). Variabel yang diamati meliputi analisis kualitatif saponin, serat kasar, kadar kolesterol total plasma, kolesterol total hati, trigliserida, LDL, HDL, dan indeks aterogenik plasma darah tikus, serta konsumsi pakan dan pertumbuhan tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan olahan tepung rumput laut S. duplicatum tidak berbeda nyata antar perlakuan terhadap kadar kolesterol total plasma, trigliserida, dan LDL, tetapi berpengaruh nyata terhadap kadar HDL plasma serta berpengaruh sangat nyata pada kolesterol total hati tikus. Nilai rata-rata kadar kolesterol total plasma, kolesterol total hati, trigliserida, LDL dan HDL pada K1, K2, K3, dan K4 berturut-turut sebesar 91.58, 90.07, 92.6, 89.86 mg/dl; 4.71, 10.30, 9.22, 9.42 mg/dl; 48.95, 46.77, 47.96, 46.03 mg/dl; 54.87, 46.77, 49.48, 45.27 mg/dl; dan 26.92, 34.03, 33.52, 35.38 mg/dl. Penambahan tepung rumput laut S.duplicatum ke dalam pakan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tikus dan konsumsi pakan tetapi memberi efek hipokolesterolemik yang baik terhadap tikus hiperkolesterolemia.

Kata kunci: Tepung rumput laut Sargassum duplicatum, kolesterol, hipokolesterolemik, hiperkolesterolemia.


untuk versi lengkapnya silahkan requet ke jmujahidin.sajs@gmail.com

0

Oleh:
Tika Kartika Sari
(Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto)


ABSTRAK

Kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak terdapat di Indonesia. Dalam perkembangannya, muncul varietas-varietas baru kentang yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi kentang di Indonesia. Varietas tersebut diantaranya adalah varietas Tenggo dan Crespo yang diharapkan mampu digunakan sebagai bahan baku pembuatan french fries yang berkualitas. Masalah utama yang biasa dihadapi pada pembuatan french fries adalah sangat mudah mengalami perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan (browning) dan tekstur yang lembek. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan blanching dan perendaman dalam kalsium klorida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode blanching dan perendaman dalam kalsium klorida terhadap kualitas french fries kentang varietas Tenggo dan Crespo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor yang dicoba meliputi varietas kentang (L) yaitu kentang varietas Tenggo (L1) dan kentang varietas Crespo (L2) dengan perlakuan metode blanching (B) yaitu steam blanching (B1) dan hot water blanching (B2), serta perlakuan perendaman dalam CaCl2 dengan konsentrasi 0,5 persen (C1), 1 persen (C2), 1,5 persen (C3) dan 2 persen (C4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terbaik diperoleh dari kentang varietas Crespo dengan metode steam blanching dan perendaman dalam CaCl2 dengan konsentrasi 1,5 persen (L2B1C3). Hasil perlakuan tersebut memiliki warna kuning sampai kuning keemasan (3,50), aroma agak kuat sampai kuat (2,13), flavor agak enak sampai enak (2,27), tekstur tidak renyah sampai agak renyah (1,83), dan kesukaan agak suka sampai suka (2,50) serta memiliki kadar air 61,38 persen bk (38,03 persen bb), kadar abu 1,92 persen bk dan kadar lemak 16,14 persen bk.

Kata kunci: french fries, Tenggo, Crespo, blanching, kalsium klorida.



untuk lengkapnya silahkan request ke jmujahidin.sajs@gmail.com

APLIKASI DAUN JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN ANGLING

Posted: by smarters06 in Label:
0

Jaja Mujahidin
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
PURWOKERTO
2008


RINGKASAN

Pengemasan memegang peranan penting pada proses produksi dan perdagangan hasil pertanian maupun produk agroindustri. Pengemasan selain untuk melindungi bahan atau barang (produk) yang dikemas, juga untuk memberi penampakan yang lebih menarik, sehingga memikat calon pembeli.
Sejak dahulu manusia telah mengenal pewadahan, pembungkusan dan pengemasan komoditas pertanian walaupun secara sederhana. Bahan kemasan alami seperti daun pisang, jagung dan palma (nyiur, aren, lontar), tempurung buah (maja, kelapa), atau kulit binatang telah lama digunakan orang untuk wadah ataupun pembungkus hasil panen, makanan, dan lain-lain. Perkembangan peradaban, teknologi, perdagangan dan komunikasi telah banyak mengubah cara-cara pewadahan, pembungkusan dan pengemasan tersebut, terutama dalam ukuran (skala) volume barang yang dikemas pada satu satuan kemasan, bahan kemasan yang digunakan serta desain kemasannya.
Bahan kemasan yang akan digunakan harus disesuaikan dengan sifat-sifat komoditas yang akan dikemas. Salah satu makanan tradisional yang menggunakan kombinasi kemasan plastik dan daun jagung (klobot) adalah angling yang berbahan dasar tape singkong (peuyeum). Sifat dan karakteristik dari makan ini adalah sedikit lengket dan kenyal. Kombinsi keduanya terbukti efektif dan aman untuk digunakan sebagai bahan kemas makanan.


I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki keragaman budaya sebagai akibat dari keragaman suku bangsa yang mendiami kawasan ini. Budaya tersebut mencakup sistem teknologi tradisional, adat istiadat, dan sebagainya. Di antara keragaman itu, salah satu hasil budaya yang menarik adalah keragaman jenis makanan tradisional yang berhubungan erat dengan teknologi pengolahan bahan dalam proses pembuatan kemasan maupun proses memasak makanan tradisional.
Seluruh suku di Indonesia memiliki kekhasan dalam jenis, teknologi, dan kemasan makanan tradisional. Keberadaan makanan tradisional itu pada umumnya tidak terlepas dari adat istiadat suatu masyarakat tertentu. Sehingga makanan tradisional dapat menjadi cerminan budaya suatu masyarakat.
Pengemasan, disamping bertujuan untuk melindungi makanan tradisional dari kerusakan, juga merupakan daya pikat-bagi orang agar tergiur menikmatinya. Dalam bahasa prdagangan pengemasan merupakan iklan tersendiri agar menarik dan orang tertarik untuk membelinya. Pada pertengahan tahun 2007 Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) melalui kegiatannya dilakukan upaya perbaikan pengemasan makanan siap saji guna meningkatkan daya pikat dan memenuhi persyaratan. Upaya perbaikan kemasan dilakukan melalui pendekatan studi orientasi, evaluasi teknologi dan pengembangan pengemasan. Jalur ini diharapkan mampu mendongkrak keberhasilan perdagangan makanan tradisional di daerah sentra produksi. Keberhasilan pemasaran makanan tradisional, disamping ditentukan oleh mutu dan keamanan makanan tradisional, juga usaha promosi yang harus dibarengi dengan upaya dalam perbaikan tampilan kemasan. Hal ini mengingatkan kita, pada budaya dasar dalam pemasaran yang sudah lazim di inggris sejak abad ke 19, ”the product is the package”, barang/produk ditentukan oleh kemasannya sendiri. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetika yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan karena pada dasarnya nilai estetika harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri, dan sifat barang/produk yang diproduksi. Tidak kalah pentingnya dalam kemasan bahan makanan tradisional adalah adanya label. Mengapa pangan dalam kemasan harus berlabel. Karena label menjadi media informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membeli/mengonsumsi pangan tersebut. Pada label berisi informasi mengenai gizi, jumlah gizi yang ada dan komposisi lainnya,mengandung penyebab alergi, masa kadaluwarsa, cara menyimpan, cara memasak, dan informasi penting lainnya yang dapat digunakan sebagai pedoman kita dalam membeli suatu produk.


II. STUDI PUSTAKA

Budaya kemasan sebenarnya telah dimulai sejak manusia mengenal sistem penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah yang ditemuinya. Makanan tradisional suatu daerah mungkin berbeda pada daerah lain, misalnya produk fermentasi dari ubi kayu di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai tape, sementara di Jawa Barat disebut sebagai Peuyeum. Perbedaan sebutan/nama terhadap produk pangan tradisional serupa di berbagai daerah juga diikuti dengan perbedaan penggunaan kemasan untuk produk dimaksud. Ragam kemasan makanan tradisional yang sering dijumpai seperti kemasan dengan menggunakan daun pisang, kelobot jagung (pelepah daun jagung), daun kelapa/enau (aren), daun jambu air dan daun jati.
Cara pengemasannyapun dilakukan dengan berbagai macam cara seperti dapat dilihat dalam Tabel berikut ini.
Cara mengemas Bahan kemasan Jenis makanan
- Menggulung


- Melipat


- Membalut

- Menganyam - daun pisang
- daun bambu
- daun/kelobot jagung
- daun pisang

- daun jambu
- daun pisang
- daun kelapa
- daun kelapa Lontong
Bacang
Dodol
Naga sari
Tempe
Tape
Lemper
Leupeut
Ketupat

Pengemasan memegang peranan penting pada proses produksi dan perdagangan hasil pertanian maupun produk agroindustri. Pengemasan selain untuk melindungi bahan atau barang (produk) yang dikemas, juga untuk memberi penampakan yang lebih menarik, sehingga memikat calon pembeli.
Salah satu makanan tradisional yang menggunakan daun jagung sebagai bahan kemasan adalah Angling. Makanan ini berasal dari Kuningan, Jawa barat dan terbuat dari tape singkong (peuyeum), gula merah, kelapa, dan panili, sehingga makanan ini harus menggunakan dua kemasan, primer dan sekunder seperti makanan lain yang serupa, karena memiliki sifat yang lengket. Kemasan primer yang digunakan adalah daun jagung dan kemasan sekundernya adalah pelastik.
Pengemasan ditujukan untuk membantu mencegah atau mengurangi kerusakan selama penanganan, pengangkutan dan penyimpanan. Disamping itu dapat pula untuk mencegah atau mengurangi serangan mikroba dan serangga dengan menjaga tetap bersih. Kemasan juga dimaksukan untuk melindungi bahan/barang dari kemungkinan kerusakan fisik dan mekanis (memar, lecet, pecah, belah, penyok, rusak oleh cahaya, dll). Bahan/barang yang akan dikemas hendaklah bersih dan bebas dari kotoran, cacat, atau rusak agar setelah dikemas benar-benar tahan lama dan tidak cepat rusak.
Suatu wadah / bahan kemas harus memiliki fungsi utama yaitu:
1. Menjaga bahan/komoditas tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kontaminasi dan kotoran dari luar.
2. Melindungi bahan terhadap kerusakan fisik (air, cahaya, gas) dan kerusakan mekanik ( gesekan / benturan )
3. Harus berfungsi sesuai dengan tujuan pengemasan, efisien dan ekonomis sebagai bahan kemas.
4. Dapat memudahkan pada tahap-tahap penanganan, penumpukan, penyimpanan pengangkutan dan distribusi
5. Ukuran, bentuk dan bobot serta disain dari unit wadah yang baik dan memenuhi persenyawaan, sehingga dapat memberikan penampakan, informasi, dan identifikasi pada penanganan dan perdagangan.

Macam-macam jenis bahan kemasan alami
Tidak semua daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara langsung atau melalui proses pelayuan terlebih dahulu, hal ini untuk lebih melenturkan daun sehingga mudah untuk dilipat dan tidak sobek atau pecah. Seperti halnya pada pengemasan tape ketan, produk ini banyak mengandung air, sehingga dengan permukaan yang licin , rendah menyerap panas, kedap air dan udar, maka cocok untuk digunakan untuk mengemas.

Gambar 1. Makanan tradisional dengan kemasan daun pisang
Caranya ialah dengan menempatkan produk di bagian dalam daun, kemudian dilipat dengan menarik keempat bagian ujung daun ke atas, lalu dikunci dengan semat yang terbuat dari bambu. Untuk menjaga kebocoran bagian tengah kemasan, biasanya dilapisi lagi dengan daun pisang.

Gambar 2. Makanan tradisional dengan kemasan daun aren

Daun aren sebagai bahan kemas biasanya hanya dipakai untuk hasil pertanian atau hasil olahan yang berbentuk padatan dan ukurannya relatif besar-besar sebagai contoh, pengemasan pada buah durian atau gula merah dari aren. Dengan keadaannya yang mudah pecah, sobek, patah atau belah, maka daun aren yang digunakan untuk mengemas biasanya daun yang masih hijau, dan belum tua, sehingga mudah untuk dilipat. Untuk jenis hasil olahan, penggunaan daun aren sebagai pengemas, harus mampu menutupi keseluruhan bagian produk, oleh karena itu daun yang digunakannya harus disusun secara berlapis sehingga produk yang dikemasnya dapat terlindungi dari air maupun panas. Selain daun, kemasan alami juga ada yang terbuat dari bambu, kayu, rami atau yute.
Akan tetapi, saat ini banyak makanan yang menggunakan kemasan modern seperti plastid an botol. Namun, tidak berarti memiliki fungsi yang lebih baik dari kemasan tradisional. Berikut adalah sebagian ragam wadah/pembungkus modern dan resikonya.
Plastik
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Jenis plastik yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur. Oleh karena itu penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan.
Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
Berasal dari foamed polysterene (FPS) dengan bahan dasar polysterene dan berciri khas ringan, kaku, tembus cahaya, rapuh dan murah. Bahan yang lebih dikenal sebagai gabus ini memang praktis, ringan, relatif tahan bocor dan bisa menjaga suhu makanan dengan baik. Inilah yang membuat bahan ini amat disukai dan banyak dipakai, termasuk dalam industri makanan instan. Namun bahan ini sebenarnya tak kalah berbahaya dengan plastik.Untuk memperkuat Styrofoam ditambahkan bahan butadiene sejenis karet sintetis, sehingga warnanya berubah dari putih jernih menjadi putih susu. Supaya lentur dan awet, ditambah lagi dengan zat plasticer seperti dioktiptalat (DOP) dan butyl hidroksi tolune (BHT).
Kandungan zat pada proses terakhir inilah menurut penelitian kimia LIPI dapat memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Kemudian proses pembuatannya ditiup dengan memakai gas chlorofluorocarbon (CFC). CFC merupakan senyawa gas yang disebut sebagai penyebab timbulnya lubang ozon di planet Bumi. Saat ini sejumlah peralatan eketronik seperti kulkas dan AC dilarang menggunakan bahan bersenyawa CFC. Selain itu bahan dasar plastik yang dikenal dengan monomer strine yang mengandung racun mudah bermigrasi, dan dikhawatirkan mencemarkan makanan.
Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
Kaleng
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
Gelas
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
Fungsinya pengemasan secara garis besarnya dibagi menjadi :
a. fungsi teknis, dalam hal ini menitikberatkan pada
1. Komoditas dapat disimpan, diangkut dan didistribusikan kepada konsumen tanpa mengalami perubahan dalam mutunya.
2. Perlindungan komoditas terhadap kerusakan mekanik selama penyimpanan dan pemasaran
3. Perlindungan komoditas terhadap kontaminasi seperti jasad renik insekta, oksigen, uap air, debu, sinar matahari dan panas.
b. Fungsi komersil, dalam hal ini menitik beratkan pada
1. Membuat komoditas supaya lebih mudah disajikan dalam pasaran dan menarik, mudah dikenal oleh konsumen
2. Mencegah pengurangan jumlah komoditas yang telah ditentukan menurut satuan ukuran tertentu.
3. Merupakan tempat untuk menyampaikan keterangan atau catatan antara lain tentang harga, berat/isi produk, susunan, cara menyimpan dan gizi.
4. Dari segi komersial pengemasan komoditas hasil pertanian akan meningkatkan daya tarik bahan dan mencegah kehilangan akibat tercecer hal ini akan meningkatkan minat konsumen dan pengurangan berat yang berlebihan.
5. Berbagai hasil tanaman industri menghendaki persyaratan kemasan yang tertentu, sebagai contoh teh sebagai produk ekspor.
Secara keseluruhan pengertian kemasan makanan tradisional berdasarkan uraian-uraian di atas adalah sesuatu (material) dapat berupa daun, bambu, atau pelepah (produk-produk tradisional) yang biasa digunakan untuk mengemas atau membungkus makanan. Teknik pengemasan tersebut dilakukan secara tradisional. Sedangkan nilai estetis sebuah kemasan makanan dapat dilihat dari sisi rupa kemasan tersebut. Rupa dari sebuah kemasan mengandung unsur-unsur rupa antara lain bentuk, garis, tekstur, warna, ukuran (mass), bidang (space), juga terdapat pertimbangan mengatur komposisi dari berbagai unsur tadi dalam sebuah wujud.
III. ANALISIS SWOT

Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung" makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, wadah dan pembungkus makanan alami tersebut mulai ditinggalkan masyarakat dan diidentikan dengan kumuh, tidak higienis, tidak praktis, perlahan berganti dengan pembungkus/wadah buatan manusia yang kini biasa kita gunakan seperti kertas, pastik, kaleng dan styrofoam. Selama ini, wadah dan pembungkus makanan buatan yang modern itu memang menciptakan kesan praktis, simple dan bersih. Akan tetapi bagaimana dengan sisi negatifnya, dan seberapa aman wadah dan pembungkus buatan bagi kesehatanlah yang tetap harus dikedepankan.
Penggunaan bungkus atau kemasan plastik di masyarakat semakin meningkat. Kemasan plastik dianggap murah dan praktis untuk pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Alasan lain menggunakan plastik untuk pembungkus makanan karena pembungkus non-plastik seperti kertas pengemas maupun daun dianggap sulit diperoleh dan mudah rusak dibanding kemasan plastik.
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Di negara-negara maju penggunaan plastik justru dihindari, di Amerika dan Eropa penggunaan plastik untuk pembungkus makanan diupayakan untuk dihindari. Alasannya ada dua, pertama dari berbagai penelitian di luar negeri disebutkan, sejumlah bahan plastik bersifat racun (toksik). Polystirena (PS) misalnya, diketahui bersifat karsinogenik yang bisa memicu timbulnya kanker. Demikian juga bahan lainnya seperti poly-vinyl-chlorida (PVC) dan vinylidene chloride resin mengandung dioksin, suatu zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan seperti itu pada kemasan makanan mudah bermigrasi atau berpindah ke makanan, yang jika dikonsumsi akhirnya juga akan masuk pada jaringan tubuh. Faktor yang menyebabkan mudah bermigrasinya bahan tersebut adalah lemahnya ikatan struktur plastik, yaitu residu (sisa) monomer plastik. Migrasi sisa monomer plastik semakin besar jika makanan yang dibungkus mengandung kadar asam tinggi, seperti sari buah, angling, sirup, minuman berkarbonasi, makanan bersuhu tinggi, seperti kuah bakso, jajanan gorengan, juga makanan berkadar lemak tinggi, seperti kuah soto dan sebagainya. Perpindahan bahan tersebut ke dalam makanan juga dipengaruhi lamanya kontak makanan dengan plastik, makin lama kontak residu juga makin banyak.
Alasan kedua, penggunaan plastik yang begitu luas dapat menjadi masalah lingkungan yang sangat kompleks. Sampah plastik tidak mudah terurai dibandingkan dengan sampah organik. Di Indonesia dan negara-negara berkembang plastik bekas pakai mendominasi sampah. Hal ini dapat kita lihat di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Membakar sampah plastik juga bukan penyelesaian yang baik karena residu dan asap plastik sangat beracun.
Di Eropa dan Amerika kemasan untuk belanja lebih populer menggunakan kertas atau karton (disini seperti kertas semen) yang dibentuk seperti tas. Jika terpaksa menggunakan plastik harus dilapisi dengan pembungkus jenis lain seperti kertas atau aluminium foil, jadi kemasan plastik tidak kontak langsung dengan makanan. Memang tidak semua jenis plastik tidak dapat digunakan sebagai pembungkus makanan. Kemasan plastik dari bahan polyethylene (PE) dan polypropilene (PP) diketahui tidak berbahaya. Plastik PE umumnya berwarna bening baik yang lemas atau kaku seperti kemasan air mineral (gelas dan botol). Sedangkan yang berbahaya adalah plastik PS dan PVC. PS yang berbentuk styrofoam (gabus putih seperti untuk pembungkus peralatan elektronik) sekarang banyak digunakan untuk pembungkus produk fast food. Bahkan pengusaha katering menggunakannya sebagai pengganti dus / kotak. Plastik yang mengandung PVC adalah plastik yang bening dan kaku, plastik wrapper yang sangat tipis yang biasanya digunakan untuk mengemas sayur dan buah. Sebuah penelitian menghasilkan data bahwa sari jeruk dan minyak goreng yang dikemas dengan plastik yang terbuat dari PVC dapat mengandung monomer vinyl clorida sampai 40 ppb (part per bilion).
Namun demikian memang ada plastik khusus yang bertuliskan tahan lemak dan tahan dingin. Akan tetapi tetap saja Plastik jenis ini hanya boleh dipakai selama bahan yang dimasukkan tidak panas. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan ke dalam plastik, semakin cepat terjadi perpindahan ini. Apalagi bila makanan berbentuk cair seperti bakso, mie ayam, sup, sayuran berkuah dan sebagainya. Saat makanan panas ini dimasukkan ke dalam plastik, kita bisa lihat plastik menjadi lemas dan tipis. Inilah tanda terputusnya ikatan-ikatan monomer.
Penumpukan bahan-bahan kimia berbahaya dari plastik di dalam tubuh dapat memicu munculnya kanker. Sebuah penelitian di Jepang mengindikasikan, polysterene dapat menjadi penyebab kanker dan berpengaruh pada sistem saraf pusat. Sedangkan Poly Vinyl Chlorida dan Vinylidene Chloride Resin merupakan dioksin, yaitu senyawa kimia yang digolongkan sebagai penyebab utama kanker karena sifatnya yang sangat beracun.Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dari material plastik dan bahan kimia penyusunnya. Perpindahan monomer-monomer plastik ke dalam makanan dipicu oleh beberapa hal, yaitu panas, asam dan lemak. Jadi, sebaiknya sayur bersantan, susu dan buah-buahan yang mengandung asam organik tidak dibungkus plastik dalam keadaan panas, ataupun kalau terpaksa jangan digunakan terlalu lama. Penggunaan plastik boleh digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan dingin.
Perpindahan monomer juga terjadi bila makanan atau minuman dalam wadah plastik terkena panas matahari secara langsung. Karena itu, usahakan menghindari air minum dalam kemasan yang terpapar matahari, atau permen yang telah lengket dengan pembungkusnya karena leleh oleh panas. Perhatikan juga untuk tidak menuang air minum atau sayuran panas ke dalam wadah plastik dan menggunakan alat-alat makan dari plastik saat makanan masih panas. Pilih makanan yang dikukus dengan dibungkus daun, bukan plastik seperti lemper, lontong kue lupis dan sejenisnya. Yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur. Oleh karena itu penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan.
Jaman dahulu yang namanya wadah dan pembungkus makanan dan bahan makanan, tidak lepas dari bahan-bahan yang bersumber dari alam khususnya daun-daunan seperti daun pisang, daun jagung, hingga wadah yang dianyam dari bambu, seperti besek misalnya.
Berbagai bahan alami maupun sintetis digunakan orang untuk kemasan. Bahan alami yang masih banyak digunakan antara lain bambu, kayu, serat nabati seperti yute dan rosela, dedaunan seperti daun pisang, jati, nyiur, aren, dan sebagainya. Bahan kemasan buatan yang banyak digunakan dewasa ini adalah kertas (terutama kertas kraft bahan utama untuk karton) dan plastik. Masing-masing jenis bahan kemasan itu mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Tentu saja bahan kemasan yang akan digunakan disesuaikan dengan sifat-sifat komoditas yang akan dikemas. Selain bahan alami yang telah disebutkan terdahulu, juga daun jagung (klobot), bambu dan kayu masih banyak digunakan orang untuk wadah dan kemasan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih bahan kemasan adalah :
1. Apakah bahan kemasan yang diperlukan harus transparan (tembus pandang) ataukah harus opak?
2. Apakah yang fleksibel ataukah yang kaku ?
3. Apakah yang kalis air ?
4. Apakah yang kalis minyak, kalis bau, atau kalis lainnya ?
5. Apakah perlu memiliki sifat absorber ?
6. Apakah bahan kemasan tidak merusak bau, warna, dan mutu barang tau bahan yang dikemas ?
7. Mahalkah harga bahan kemasan yang diperlukan itu ? Adakah alternatif lain yang lebih murah ?
Penggunaan daun sebagai bahan kemasan alami sudah lajim dipakai di seluruh masyarakat Indonesia, selain murah dan praktis cara pemakaiannya, daun ini juga masih mudah didapat, akan tetapi kemasan daun ini bukan merupakan kemasan yang bersifat representatif, sehingga pada saat penanganannya harus ekstra hati-hati.
Karena sifatnya yang opak, kemasan daun ini dapat melindungi penguraian produk yang dikemasnya dari pengaruh cahaya. Akan tetapi kelemahannya mudah robek atau pecah, dan tidak dapat mempertahankan mutu produk dalam jangka waktu yang lama.
Bahan kemasan alami ditinjau dari segi keberadaannya, masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga yang relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat berfungsi sebagai produk lain (kompos). Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap.


V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Penggunaan daun jagung (klobot) sebagai kemasan primer dan plastik sebagai kemasan sekunder untuk angling merupakan kombinasi yang tepat. Angling yang memiliki sifat kenyal dan sedikit lengket akan cocok dikemas menggunakan klobot, selain memiliki nilai estetika, penggunaan klobot juga mempengaruhi aroma dari angling itu sendiri, sehingga angling yang dibungkus daun jagung memiliki aroma khas dan enak.
Akan tetapi, kemasan dari daun jagung ini bersifat permiabel dan mudah diserang jamur jika kontak langsung dengan udara luar. Maka penggunaan kemasan plastik dengan alasan melindungi dari kontaminasi udara luar memang tepat penggunaannya. Kemasan plastik juga dapat diberi cap atau tulisan sehingga angling akan terlihat lebih menarik.
Secara umum pengemasan komoditas pertanian dan juga hasil-hasil olahannya berperan:
• Untuk melindungi komoditas yang dikemas dari kemungkinan gangguan yang datang dari luar, baik berupa gaya mekanis (benturan, gesekan, himpitan) atupun gangguan binatang.
• Untuk mempertahankan komoditas yang dikemas, misalnya aroma, warna, citarasa, vitamin, dan kandungan kimia lainnya yang akan rusak jika terbuka tanpa kemasan yang baik.
• Agar komoditas lebih ringkas dan rapi, sehingga memudahkan pemindahan, penumpukan dan pengangkutannya. Banyak desain kemasan yang dibuat oleh perusahaan untuk memudahkan konsumen membawa, menyimpan, membuka, dan menuangkan isinya.
• Menyatakan satu satuan (bungkus, kaleng, pak, peti, botol, kotak), sehingga memudahkan perhitungan dalam perdagangan.
• Memberikan penampakan yang menarik bagi calon pembeli, sehingga dapat meningkatkan penjualan.
5.2. Saran
Aturan mengenai kemasan yang aman sebenarnya sudah diatur dalam UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen, hanya peraturan teknisnya rupanya belum seluruhnya dibuat. Untuk itu sebaiknya konsumen sendiri berupaya mencegah keburukan kemasan plastik bagi kesehatannya.
1. Gunakan plastik PE dan PP untuk pembungkus makanan.
2. Hindari penggunaan plastik yang mengandung monomer vinyl chloride, polystirena atau acrylonitryl untuk makanan. Termasuk juga penggunaan kemasan styrofoam yang biasanya berbentuk gelas atau mangkuk, apalagi jika makanan di dalamnya disiram dengan air panas.
3. Pengusaha katering sebaiknya kembali menggunakan kotak karton dan pelapis plastik PE/PP, jangan dibiasakan menggunakan kotak styrofoam, lebih-lebih untuk makanan berkuah dan panas.
4. Jangan menggunakan plastik ketika memanaskan makanan, terutama plastik yang dibuat dari PVC atau PS. Untuk memasak dengan oven microwave gunakan jenis kemasan food grade yang khusus digunakan untuk oven microwave.
5. Hindari membungkus makanan yang masih panas dengan wadah plastik.
6. Hindari membungkus makanan dengan plastik hasil daur ulang (recycle).
7. Paling aman gunakan bahan-bahan alami untuk pembungkus makanan, misalnya daun pisang, daun jati, atau janur. Juga daun lontar dan klobot jagung. Selain bahan alami ini aman untuk manusia dan lingkungan juga bisa menjadi pembungkus yang punya ciri khas dan menjadi produk potensial untuk dikembangkan secara ekonomis.














DAFTAR PUSTAKA

Sabana, Setiawan. 2007. Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta. KK Senirupa-Fakultas Senirupa dan Desain ITB. Bandung
Setyabudi, Dondy A dan Wisnu Broto. 2008. Kemasan Plastik Telah Menggeser Kemasan Makanan Tradisional. BB-Pascapanen, Kampus Penelitian Pertanian. Bogor
Sumitra, Omit. 2003. Mengidentifikasi Bahan Kemasan Alami. Bagian Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta

Widodo, Richardus. 2008. Hati-hati Menggunakan Plastik untuk Kemasan Makanan Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya