Hangat Bisnis Minuman Tradisional Sehangat Bandrek
Posted: Senin, 02 Februari 2009 by smarters06 in Label: Intip Dunia Pangan QtTak terbayangkan sebelumnya oleh Eddy Permadi untuk menjual minuman tradisional. Dengan ketekunan yang dijalani oleh Eddy dan karyawannya ternyata usaha ini mampu menghasilkan keuntungan lebih besar daripada usaha lainnya yang ia tekuni.
Awalnya lelaki lulusan Politeknik Mekanik Swiss tahun 1980 ini mencoba menghasilkan sekaligus menjual pupuk yang dibuat oleh perusahaan yang didirikannya yaitu Cihanjuang Inti Teknik (Cintek). Namun karena berbagai persoalan yang sulit dihadapi perusahaan, akhirnya usaha pupuk ditinggalkan. Bersamaan dengan itu Cintek mulai membuat turbin pembangkit listrik tenaga mikro hidro untuk daerah pedesaan.
Ternyata bisnis ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah pusat. Tak terasa solusi yang ditawarkan Eddy telah merambah ke ratusan daerah di Indonesia. Diharapkan dengan usaha yang dilakukannya bisa membantu untuk menerangi kehidupan masyarakat yang belum terlayani oleh PLN dan sekaligus bisa membangkitkan ekonomi mereka. Lewat usaha ini Eddy bisa melakukan kunjungan ke berbagai daerah, sekaligus bisa bertemu dengan berbagai masyarakat pedalaman.
Hasil yang dilihat di lapangan, sangat disayangkan, ternyata dengan masuknya listrik ke rumah-rumah mereka, belum mampu mendorong bangkitnya ekonomi. Justru sebagian mereka mulai menghabiskan waktunya untuk menonton tv. Beranjak dari persoalan itu, Eddy berpikir untuk mengembangkan berbagai mesin yang diharapkan bisa bermanfaat untuk mereka. Satu diantara yang dikembangkan adalah mesin pascapanen.
Mesin pengering jahe adalah di antara mesin-mesin yang dihasilkan oleh Cintek. Beberapa daerah pun sudah tertarik untuk membawa mesin tersebut untuk dikembangkan di daerah mereka. Tidak hanya sampai ini saja ternyata Cintek pun bercita-cita untuk menghasilkan langsung produk minuman dan makanan dengan bahan baku dari masyarakat yang notabenenya berprofesi sebagai petani. Akhirnya, muncullah ide untuk membuat divisi makanan dan minuman tersendiri.
Karena sebagian besar karyawannya berasal dari daerah parahiyangan, akhirnya Cintek sepakat untuk membuat produk bandrek dan bajigur. Untuk mendapatkan racikan yang khas dan unik, Cintek belajar dari para sesepuh yang mengetahui seluk beluk minuman tradisional ini. Dari segi pemasaran juga Cintek melakukan survei ke pasar untuk memperoleh produk seperti apa yang diharapkan oleh konsumen.
Setelah mendapatkan hasil surveinya, Cintek melakukan berbagai modifikasi terhadap racikan yang telah ada dan dibungkus dengan kemasan yang menarik. Diharapkan dengan ditawarkan dengan kemasan yang berbeda dengan bandrek lainnya, bisa diterima oleh konsumen baik di pasar tradisional maupun supermarket.
Kemasan menarik
” Bagi masyarakat parahiyangan bandrek memang sudah tidak aneh lagi, puluhan merek yang menjual bandrek pun sudah banyak beredar, akhirnya kita berpikir untuk menjual bandrek dengan sajian berbeda daripada yang lainnya. Berbagai strategi pun dijalankan, sebelum menjual produk, Cintek juga memakai konsultan profesional. agar bisa menghasilkan logo produk yang unik dan menarik, ” ungkap Eddy.
Sesudah itu lahirlah beberapa tahapan yang mesti dilalui untuk menghasilkan produk andalan Cintek ini. Tahapan yang dilakukan adalah setelah diolah dengan formulasi yang telah ditentukan oleh Cintek, bubuk lalu dibungkus dalam plastik transparan. Setelah itu, dibungkus kembali oleh kertas coklat yang sudah diberi label dan logo produk.
Dalam hal kemasan tidak hanya seperti itu saja yang dibuat oleh Cintek, mereka juga mengemas kopi bandrek ini dalam satu kemasan yang mampu menjual beberapa bungkus dengan ragam rasa sekaligus. Sesudah itu disajikan dalam beberapa bentuk kemasanan seperti paper bag kecil lengkap dengan talinya dan kemasan plastik transparan. Belakangan produk pun ditawarkan dengan kemasan renteng yang diharapkan lebih akrab dengan konsumen umum. Dengan beraneka ragam kemasan yang ditawarkan, Bandrek Cintek dengan merek Hanjuang ini menunjukkan bahwa produk mereka siap bersaing dengan produk minuman lainnya termasuk dengan produk luar negeri.
Melibatkan masyarakat luas
Kini usaha bandrek instan yang dikelolanya berkembang dan terus melakukan inovasi dengan menambah beberapa produk instan baru. Hingga sekarang Cintek menawarkan 9 rasa yang berbeda diantaranya : kopi bajigur, beras kencur dan sekoteng dan enteh bandrek. Walhasil usaha bandrek dan bajigurnya tidak terasa setiap harinya sudah memproduksi 20 ribu sachet untuk kemasan kertas dan untuk kemasan rentang 32 ribu sachet. Kalau diestimasikan berarti omzetnya bisa mencapai Rp. 25juta/harinya.
Nikmatya Bandrek Hanjuang memang lebih terasa jika disajikan dengan diseduh air hangat. Ternyata produk ini terus disambut hangat oleh para konsumen yang telah merasakan maupun bagi yang belum merasakannya. Lihat saja sebagian outlet-outlet khusus Hanjuang yang terdapat di beberapa lokasi di Bandung meminta untuk ditambah lagi kuantitas pengirimannya. Namun sayang permintaan ini, belum bisa dipenuhi oleh Cintek.
Faktornya bukan karena Cintek tidak bisa memproduksi dengan skala yang lebih besar lagi, namun karena ada kesulitan untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai. Maklum saja selama ini untuk memperolah produk yang unik dan khas, Cintek melakukan kemitraan langsung dengan para petani jahe dan gula aren di beberapa tempat seperti di daerah gunung Halimun.
”Kita langsung beli jahe dan gula aren dengan harga diatas harga yang ditawarkan oleh tengkulak selama ini. Alhamdulillah kita bisa sedikit membantu mereka,” kata Eddy kepada FOODREVIEW INDONESIA di ruang kerjanya. Oleh karena itu agar mendapatkan suplai bahan baku yang lebih besar lagi, kini Cintek mencoba bekerja sama dengan kelompok tani di daerah Cimahi untuk menghasilkan jahe yang bisa memenuhi standar Cintek.
Eddy yakin keberhasilan yang dirasakan perusahaannya dalam usaha minuman tradisional ini salah satunya karena Cintek ditopang oleh puluhan karyawan tetap Faktornya bukan karena Cintek tidak bisa memproduksi dengan skala yang lebih besar lagi, namun karena ada kesulitan untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai. Maklum saja selama ini untuk memperolah produk yang unik dan khas, Cintek melakukan kemitraan langsung dengan para petani jahe dan gula aren di beberapa tempat seperti di daerah gunung Halimun.
”Kita langsung beli jahe dan gula aren dengan harga diatas harga yang ditawarkan oleh tengkulak selama ini. Alhamdulillah kita bisa sedikit membantu mereka,” kata Eddy kepada FOODREVIEW INDONESIA di ruang kerjanya. Oleh karena itu agar mendapatkan suplai dan ratusan masyarakat sekitar pabrik yang bermitra dalam proses produksinya. Serta para petani yang telah menghasilkan bahan bakunya.
Melihat adanya respon positif dari konsumen dalam negeri Eddy juga berharap selain Cintek, hadir UKM-UKM di berbagai daerah turut menghasilkan dan memasarkan produk minuman tradisional lainnya. Karena baginya, selain menguntungkan dari segi bisnis, usaha ini juga turut menjadi bagian pelestarian minuman tradisional milik bangsa Indonesia. Bahkan Eddy mempersilahkan industri yang berskala nasional untuk mengembangkan produk minuman nasional ini dengan dikemas lebih baik lagi, dan dijual dengan berbagai bentuk selain berbentuk serbuk yang selama ini dilakukan Cintek. Keuntungan usaha minuman tradisional ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaannya saja, tapi juga dirasakan oleh berbagai pihak seperti masyarakat sekitar pabrik dan para petani. Eddy mempunyai harapan besar bahwa produk minuman bandrek, bajigur dan minuman tradisional lainnya yang dimiliki oleh hampir semua daerah di Indonesia terus dikembangkan dan bisa bersaing dengan produk minuman luar negeri yang terus bermunculan di pasar lokal.