APLIKASI DAUN JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN ANGLING
Posted: Selasa, 06 Juli 2010 by smarters06 in Label: Intip Dunia Pangan QtJaja Mujahidin
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
PURWOKERTO
2008
RINGKASAN
Pengemasan memegang peranan penting pada proses produksi dan perdagangan hasil pertanian maupun produk agroindustri. Pengemasan selain untuk melindungi bahan atau barang (produk) yang dikemas, juga untuk memberi penampakan yang lebih menarik, sehingga memikat calon pembeli.
Sejak dahulu manusia telah mengenal pewadahan, pembungkusan dan pengemasan komoditas pertanian walaupun secara sederhana. Bahan kemasan alami seperti daun pisang, jagung dan palma (nyiur, aren, lontar), tempurung buah (maja, kelapa), atau kulit binatang telah lama digunakan orang untuk wadah ataupun pembungkus hasil panen, makanan, dan lain-lain. Perkembangan peradaban, teknologi, perdagangan dan komunikasi telah banyak mengubah cara-cara pewadahan, pembungkusan dan pengemasan tersebut, terutama dalam ukuran (skala) volume barang yang dikemas pada satu satuan kemasan, bahan kemasan yang digunakan serta desain kemasannya.
Bahan kemasan yang akan digunakan harus disesuaikan dengan sifat-sifat komoditas yang akan dikemas. Salah satu makanan tradisional yang menggunakan kombinasi kemasan plastik dan daun jagung (klobot) adalah angling yang berbahan dasar tape singkong (peuyeum). Sifat dan karakteristik dari makan ini adalah sedikit lengket dan kenyal. Kombinsi keduanya terbukti efektif dan aman untuk digunakan sebagai bahan kemas makanan.
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keragaman budaya sebagai akibat dari keragaman suku bangsa yang mendiami kawasan ini. Budaya tersebut mencakup sistem teknologi tradisional, adat istiadat, dan sebagainya. Di antara keragaman itu, salah satu hasil budaya yang menarik adalah keragaman jenis makanan tradisional yang berhubungan erat dengan teknologi pengolahan bahan dalam proses pembuatan kemasan maupun proses memasak makanan tradisional.
Seluruh suku di Indonesia memiliki kekhasan dalam jenis, teknologi, dan kemasan makanan tradisional. Keberadaan makanan tradisional itu pada umumnya tidak terlepas dari adat istiadat suatu masyarakat tertentu. Sehingga makanan tradisional dapat menjadi cerminan budaya suatu masyarakat.
Pengemasan, disamping bertujuan untuk melindungi makanan tradisional dari kerusakan, juga merupakan daya pikat-bagi orang agar tergiur menikmatinya. Dalam bahasa prdagangan pengemasan merupakan iklan tersendiri agar menarik dan orang tertarik untuk membelinya. Pada pertengahan tahun 2007 Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) melalui kegiatannya dilakukan upaya perbaikan pengemasan makanan siap saji guna meningkatkan daya pikat dan memenuhi persyaratan. Upaya perbaikan kemasan dilakukan melalui pendekatan studi orientasi, evaluasi teknologi dan pengembangan pengemasan. Jalur ini diharapkan mampu mendongkrak keberhasilan perdagangan makanan tradisional di daerah sentra produksi. Keberhasilan pemasaran makanan tradisional, disamping ditentukan oleh mutu dan keamanan makanan tradisional, juga usaha promosi yang harus dibarengi dengan upaya dalam perbaikan tampilan kemasan. Hal ini mengingatkan kita, pada budaya dasar dalam pemasaran yang sudah lazim di inggris sejak abad ke 19, ”the product is the package”, barang/produk ditentukan oleh kemasannya sendiri. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetika yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan karena pada dasarnya nilai estetika harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri, dan sifat barang/produk yang diproduksi. Tidak kalah pentingnya dalam kemasan bahan makanan tradisional adalah adanya label. Mengapa pangan dalam kemasan harus berlabel. Karena label menjadi media informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membeli/mengonsumsi pangan tersebut. Pada label berisi informasi mengenai gizi, jumlah gizi yang ada dan komposisi lainnya,mengandung penyebab alergi, masa kadaluwarsa, cara menyimpan, cara memasak, dan informasi penting lainnya yang dapat digunakan sebagai pedoman kita dalam membeli suatu produk.
II. STUDI PUSTAKA
Budaya kemasan sebenarnya telah dimulai sejak manusia mengenal sistem penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah yang ditemuinya. Makanan tradisional suatu daerah mungkin berbeda pada daerah lain, misalnya produk fermentasi dari ubi kayu di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai tape, sementara di Jawa Barat disebut sebagai Peuyeum. Perbedaan sebutan/nama terhadap produk pangan tradisional serupa di berbagai daerah juga diikuti dengan perbedaan penggunaan kemasan untuk produk dimaksud. Ragam kemasan makanan tradisional yang sering dijumpai seperti kemasan dengan menggunakan daun pisang, kelobot jagung (pelepah daun jagung), daun kelapa/enau (aren), daun jambu air dan daun jati.
Cara pengemasannyapun dilakukan dengan berbagai macam cara seperti dapat dilihat dalam Tabel berikut ini.
Cara mengemas Bahan kemasan Jenis makanan
- Menggulung
- Melipat
- Membalut
- Menganyam - daun pisang
- daun bambu
- daun/kelobot jagung
- daun pisang
- daun jambu
- daun pisang
- daun kelapa
- daun kelapa Lontong
Bacang
Dodol
Naga sari
Tempe
Tape
Lemper
Leupeut
Ketupat
Pengemasan memegang peranan penting pada proses produksi dan perdagangan hasil pertanian maupun produk agroindustri. Pengemasan selain untuk melindungi bahan atau barang (produk) yang dikemas, juga untuk memberi penampakan yang lebih menarik, sehingga memikat calon pembeli.
Salah satu makanan tradisional yang menggunakan daun jagung sebagai bahan kemasan adalah Angling. Makanan ini berasal dari Kuningan, Jawa barat dan terbuat dari tape singkong (peuyeum), gula merah, kelapa, dan panili, sehingga makanan ini harus menggunakan dua kemasan, primer dan sekunder seperti makanan lain yang serupa, karena memiliki sifat yang lengket. Kemasan primer yang digunakan adalah daun jagung dan kemasan sekundernya adalah pelastik.
Pengemasan ditujukan untuk membantu mencegah atau mengurangi kerusakan selama penanganan, pengangkutan dan penyimpanan. Disamping itu dapat pula untuk mencegah atau mengurangi serangan mikroba dan serangga dengan menjaga tetap bersih. Kemasan juga dimaksukan untuk melindungi bahan/barang dari kemungkinan kerusakan fisik dan mekanis (memar, lecet, pecah, belah, penyok, rusak oleh cahaya, dll). Bahan/barang yang akan dikemas hendaklah bersih dan bebas dari kotoran, cacat, atau rusak agar setelah dikemas benar-benar tahan lama dan tidak cepat rusak.
Suatu wadah / bahan kemas harus memiliki fungsi utama yaitu:
1. Menjaga bahan/komoditas tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kontaminasi dan kotoran dari luar.
2. Melindungi bahan terhadap kerusakan fisik (air, cahaya, gas) dan kerusakan mekanik ( gesekan / benturan )
3. Harus berfungsi sesuai dengan tujuan pengemasan, efisien dan ekonomis sebagai bahan kemas.
4. Dapat memudahkan pada tahap-tahap penanganan, penumpukan, penyimpanan pengangkutan dan distribusi
5. Ukuran, bentuk dan bobot serta disain dari unit wadah yang baik dan memenuhi persenyawaan, sehingga dapat memberikan penampakan, informasi, dan identifikasi pada penanganan dan perdagangan.
Macam-macam jenis bahan kemasan alami
Tidak semua daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara langsung atau melalui proses pelayuan terlebih dahulu, hal ini untuk lebih melenturkan daun sehingga mudah untuk dilipat dan tidak sobek atau pecah. Seperti halnya pada pengemasan tape ketan, produk ini banyak mengandung air, sehingga dengan permukaan yang licin , rendah menyerap panas, kedap air dan udar, maka cocok untuk digunakan untuk mengemas.
Gambar 1. Makanan tradisional dengan kemasan daun pisang
Caranya ialah dengan menempatkan produk di bagian dalam daun, kemudian dilipat dengan menarik keempat bagian ujung daun ke atas, lalu dikunci dengan semat yang terbuat dari bambu. Untuk menjaga kebocoran bagian tengah kemasan, biasanya dilapisi lagi dengan daun pisang.
Gambar 2. Makanan tradisional dengan kemasan daun aren
Daun aren sebagai bahan kemas biasanya hanya dipakai untuk hasil pertanian atau hasil olahan yang berbentuk padatan dan ukurannya relatif besar-besar sebagai contoh, pengemasan pada buah durian atau gula merah dari aren. Dengan keadaannya yang mudah pecah, sobek, patah atau belah, maka daun aren yang digunakan untuk mengemas biasanya daun yang masih hijau, dan belum tua, sehingga mudah untuk dilipat. Untuk jenis hasil olahan, penggunaan daun aren sebagai pengemas, harus mampu menutupi keseluruhan bagian produk, oleh karena itu daun yang digunakannya harus disusun secara berlapis sehingga produk yang dikemasnya dapat terlindungi dari air maupun panas. Selain daun, kemasan alami juga ada yang terbuat dari bambu, kayu, rami atau yute.
Akan tetapi, saat ini banyak makanan yang menggunakan kemasan modern seperti plastid an botol. Namun, tidak berarti memiliki fungsi yang lebih baik dari kemasan tradisional. Berikut adalah sebagian ragam wadah/pembungkus modern dan resikonya.
Plastik
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Jenis plastik yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur. Oleh karena itu penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan.
Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
Berasal dari foamed polysterene (FPS) dengan bahan dasar polysterene dan berciri khas ringan, kaku, tembus cahaya, rapuh dan murah. Bahan yang lebih dikenal sebagai gabus ini memang praktis, ringan, relatif tahan bocor dan bisa menjaga suhu makanan dengan baik. Inilah yang membuat bahan ini amat disukai dan banyak dipakai, termasuk dalam industri makanan instan. Namun bahan ini sebenarnya tak kalah berbahaya dengan plastik.Untuk memperkuat Styrofoam ditambahkan bahan butadiene sejenis karet sintetis, sehingga warnanya berubah dari putih jernih menjadi putih susu. Supaya lentur dan awet, ditambah lagi dengan zat plasticer seperti dioktiptalat (DOP) dan butyl hidroksi tolune (BHT).
Kandungan zat pada proses terakhir inilah menurut penelitian kimia LIPI dapat memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Kemudian proses pembuatannya ditiup dengan memakai gas chlorofluorocarbon (CFC). CFC merupakan senyawa gas yang disebut sebagai penyebab timbulnya lubang ozon di planet Bumi. Saat ini sejumlah peralatan eketronik seperti kulkas dan AC dilarang menggunakan bahan bersenyawa CFC. Selain itu bahan dasar plastik yang dikenal dengan monomer strine yang mengandung racun mudah bermigrasi, dan dikhawatirkan mencemarkan makanan.
Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
Kaleng
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
Gelas
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
Fungsinya pengemasan secara garis besarnya dibagi menjadi :
a. fungsi teknis, dalam hal ini menitikberatkan pada
1. Komoditas dapat disimpan, diangkut dan didistribusikan kepada konsumen tanpa mengalami perubahan dalam mutunya.
2. Perlindungan komoditas terhadap kerusakan mekanik selama penyimpanan dan pemasaran
3. Perlindungan komoditas terhadap kontaminasi seperti jasad renik insekta, oksigen, uap air, debu, sinar matahari dan panas.
b. Fungsi komersil, dalam hal ini menitik beratkan pada
1. Membuat komoditas supaya lebih mudah disajikan dalam pasaran dan menarik, mudah dikenal oleh konsumen
2. Mencegah pengurangan jumlah komoditas yang telah ditentukan menurut satuan ukuran tertentu.
3. Merupakan tempat untuk menyampaikan keterangan atau catatan antara lain tentang harga, berat/isi produk, susunan, cara menyimpan dan gizi.
4. Dari segi komersial pengemasan komoditas hasil pertanian akan meningkatkan daya tarik bahan dan mencegah kehilangan akibat tercecer hal ini akan meningkatkan minat konsumen dan pengurangan berat yang berlebihan.
5. Berbagai hasil tanaman industri menghendaki persyaratan kemasan yang tertentu, sebagai contoh teh sebagai produk ekspor.
Secara keseluruhan pengertian kemasan makanan tradisional berdasarkan uraian-uraian di atas adalah sesuatu (material) dapat berupa daun, bambu, atau pelepah (produk-produk tradisional) yang biasa digunakan untuk mengemas atau membungkus makanan. Teknik pengemasan tersebut dilakukan secara tradisional. Sedangkan nilai estetis sebuah kemasan makanan dapat dilihat dari sisi rupa kemasan tersebut. Rupa dari sebuah kemasan mengandung unsur-unsur rupa antara lain bentuk, garis, tekstur, warna, ukuran (mass), bidang (space), juga terdapat pertimbangan mengatur komposisi dari berbagai unsur tadi dalam sebuah wujud.
III. ANALISIS SWOT
Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung" makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, wadah dan pembungkus makanan alami tersebut mulai ditinggalkan masyarakat dan diidentikan dengan kumuh, tidak higienis, tidak praktis, perlahan berganti dengan pembungkus/wadah buatan manusia yang kini biasa kita gunakan seperti kertas, pastik, kaleng dan styrofoam. Selama ini, wadah dan pembungkus makanan buatan yang modern itu memang menciptakan kesan praktis, simple dan bersih. Akan tetapi bagaimana dengan sisi negatifnya, dan seberapa aman wadah dan pembungkus buatan bagi kesehatanlah yang tetap harus dikedepankan.
Penggunaan bungkus atau kemasan plastik di masyarakat semakin meningkat. Kemasan plastik dianggap murah dan praktis untuk pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Alasan lain menggunakan plastik untuk pembungkus makanan karena pembungkus non-plastik seperti kertas pengemas maupun daun dianggap sulit diperoleh dan mudah rusak dibanding kemasan plastik.
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Di negara-negara maju penggunaan plastik justru dihindari, di Amerika dan Eropa penggunaan plastik untuk pembungkus makanan diupayakan untuk dihindari. Alasannya ada dua, pertama dari berbagai penelitian di luar negeri disebutkan, sejumlah bahan plastik bersifat racun (toksik). Polystirena (PS) misalnya, diketahui bersifat karsinogenik yang bisa memicu timbulnya kanker. Demikian juga bahan lainnya seperti poly-vinyl-chlorida (PVC) dan vinylidene chloride resin mengandung dioksin, suatu zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan seperti itu pada kemasan makanan mudah bermigrasi atau berpindah ke makanan, yang jika dikonsumsi akhirnya juga akan masuk pada jaringan tubuh. Faktor yang menyebabkan mudah bermigrasinya bahan tersebut adalah lemahnya ikatan struktur plastik, yaitu residu (sisa) monomer plastik. Migrasi sisa monomer plastik semakin besar jika makanan yang dibungkus mengandung kadar asam tinggi, seperti sari buah, angling, sirup, minuman berkarbonasi, makanan bersuhu tinggi, seperti kuah bakso, jajanan gorengan, juga makanan berkadar lemak tinggi, seperti kuah soto dan sebagainya. Perpindahan bahan tersebut ke dalam makanan juga dipengaruhi lamanya kontak makanan dengan plastik, makin lama kontak residu juga makin banyak.
Alasan kedua, penggunaan plastik yang begitu luas dapat menjadi masalah lingkungan yang sangat kompleks. Sampah plastik tidak mudah terurai dibandingkan dengan sampah organik. Di Indonesia dan negara-negara berkembang plastik bekas pakai mendominasi sampah. Hal ini dapat kita lihat di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Membakar sampah plastik juga bukan penyelesaian yang baik karena residu dan asap plastik sangat beracun.
Di Eropa dan Amerika kemasan untuk belanja lebih populer menggunakan kertas atau karton (disini seperti kertas semen) yang dibentuk seperti tas. Jika terpaksa menggunakan plastik harus dilapisi dengan pembungkus jenis lain seperti kertas atau aluminium foil, jadi kemasan plastik tidak kontak langsung dengan makanan. Memang tidak semua jenis plastik tidak dapat digunakan sebagai pembungkus makanan. Kemasan plastik dari bahan polyethylene (PE) dan polypropilene (PP) diketahui tidak berbahaya. Plastik PE umumnya berwarna bening baik yang lemas atau kaku seperti kemasan air mineral (gelas dan botol). Sedangkan yang berbahaya adalah plastik PS dan PVC. PS yang berbentuk styrofoam (gabus putih seperti untuk pembungkus peralatan elektronik) sekarang banyak digunakan untuk pembungkus produk fast food. Bahkan pengusaha katering menggunakannya sebagai pengganti dus / kotak. Plastik yang mengandung PVC adalah plastik yang bening dan kaku, plastik wrapper yang sangat tipis yang biasanya digunakan untuk mengemas sayur dan buah. Sebuah penelitian menghasilkan data bahwa sari jeruk dan minyak goreng yang dikemas dengan plastik yang terbuat dari PVC dapat mengandung monomer vinyl clorida sampai 40 ppb (part per bilion).
Namun demikian memang ada plastik khusus yang bertuliskan tahan lemak dan tahan dingin. Akan tetapi tetap saja Plastik jenis ini hanya boleh dipakai selama bahan yang dimasukkan tidak panas. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan ke dalam plastik, semakin cepat terjadi perpindahan ini. Apalagi bila makanan berbentuk cair seperti bakso, mie ayam, sup, sayuran berkuah dan sebagainya. Saat makanan panas ini dimasukkan ke dalam plastik, kita bisa lihat plastik menjadi lemas dan tipis. Inilah tanda terputusnya ikatan-ikatan monomer.
Penumpukan bahan-bahan kimia berbahaya dari plastik di dalam tubuh dapat memicu munculnya kanker. Sebuah penelitian di Jepang mengindikasikan, polysterene dapat menjadi penyebab kanker dan berpengaruh pada sistem saraf pusat. Sedangkan Poly Vinyl Chlorida dan Vinylidene Chloride Resin merupakan dioksin, yaitu senyawa kimia yang digolongkan sebagai penyebab utama kanker karena sifatnya yang sangat beracun.Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dari material plastik dan bahan kimia penyusunnya. Perpindahan monomer-monomer plastik ke dalam makanan dipicu oleh beberapa hal, yaitu panas, asam dan lemak. Jadi, sebaiknya sayur bersantan, susu dan buah-buahan yang mengandung asam organik tidak dibungkus plastik dalam keadaan panas, ataupun kalau terpaksa jangan digunakan terlalu lama. Penggunaan plastik boleh digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan dingin.
Perpindahan monomer juga terjadi bila makanan atau minuman dalam wadah plastik terkena panas matahari secara langsung. Karena itu, usahakan menghindari air minum dalam kemasan yang terpapar matahari, atau permen yang telah lengket dengan pembungkusnya karena leleh oleh panas. Perhatikan juga untuk tidak menuang air minum atau sayuran panas ke dalam wadah plastik dan menggunakan alat-alat makan dari plastik saat makanan masih panas. Pilih makanan yang dikukus dengan dibungkus daun, bukan plastik seperti lemper, lontong kue lupis dan sejenisnya. Yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur. Oleh karena itu penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan.
Jaman dahulu yang namanya wadah dan pembungkus makanan dan bahan makanan, tidak lepas dari bahan-bahan yang bersumber dari alam khususnya daun-daunan seperti daun pisang, daun jagung, hingga wadah yang dianyam dari bambu, seperti besek misalnya.
Berbagai bahan alami maupun sintetis digunakan orang untuk kemasan. Bahan alami yang masih banyak digunakan antara lain bambu, kayu, serat nabati seperti yute dan rosela, dedaunan seperti daun pisang, jati, nyiur, aren, dan sebagainya. Bahan kemasan buatan yang banyak digunakan dewasa ini adalah kertas (terutama kertas kraft bahan utama untuk karton) dan plastik. Masing-masing jenis bahan kemasan itu mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Tentu saja bahan kemasan yang akan digunakan disesuaikan dengan sifat-sifat komoditas yang akan dikemas. Selain bahan alami yang telah disebutkan terdahulu, juga daun jagung (klobot), bambu dan kayu masih banyak digunakan orang untuk wadah dan kemasan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih bahan kemasan adalah :
1. Apakah bahan kemasan yang diperlukan harus transparan (tembus pandang) ataukah harus opak?
2. Apakah yang fleksibel ataukah yang kaku ?
3. Apakah yang kalis air ?
4. Apakah yang kalis minyak, kalis bau, atau kalis lainnya ?
5. Apakah perlu memiliki sifat absorber ?
6. Apakah bahan kemasan tidak merusak bau, warna, dan mutu barang tau bahan yang dikemas ?
7. Mahalkah harga bahan kemasan yang diperlukan itu ? Adakah alternatif lain yang lebih murah ?
Penggunaan daun sebagai bahan kemasan alami sudah lajim dipakai di seluruh masyarakat Indonesia, selain murah dan praktis cara pemakaiannya, daun ini juga masih mudah didapat, akan tetapi kemasan daun ini bukan merupakan kemasan yang bersifat representatif, sehingga pada saat penanganannya harus ekstra hati-hati.
Karena sifatnya yang opak, kemasan daun ini dapat melindungi penguraian produk yang dikemasnya dari pengaruh cahaya. Akan tetapi kelemahannya mudah robek atau pecah, dan tidak dapat mempertahankan mutu produk dalam jangka waktu yang lama.
Bahan kemasan alami ditinjau dari segi keberadaannya, masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga yang relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat berfungsi sebagai produk lain (kompos). Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penggunaan daun jagung (klobot) sebagai kemasan primer dan plastik sebagai kemasan sekunder untuk angling merupakan kombinasi yang tepat. Angling yang memiliki sifat kenyal dan sedikit lengket akan cocok dikemas menggunakan klobot, selain memiliki nilai estetika, penggunaan klobot juga mempengaruhi aroma dari angling itu sendiri, sehingga angling yang dibungkus daun jagung memiliki aroma khas dan enak.
Akan tetapi, kemasan dari daun jagung ini bersifat permiabel dan mudah diserang jamur jika kontak langsung dengan udara luar. Maka penggunaan kemasan plastik dengan alasan melindungi dari kontaminasi udara luar memang tepat penggunaannya. Kemasan plastik juga dapat diberi cap atau tulisan sehingga angling akan terlihat lebih menarik.
Secara umum pengemasan komoditas pertanian dan juga hasil-hasil olahannya berperan:
• Untuk melindungi komoditas yang dikemas dari kemungkinan gangguan yang datang dari luar, baik berupa gaya mekanis (benturan, gesekan, himpitan) atupun gangguan binatang.
• Untuk mempertahankan komoditas yang dikemas, misalnya aroma, warna, citarasa, vitamin, dan kandungan kimia lainnya yang akan rusak jika terbuka tanpa kemasan yang baik.
• Agar komoditas lebih ringkas dan rapi, sehingga memudahkan pemindahan, penumpukan dan pengangkutannya. Banyak desain kemasan yang dibuat oleh perusahaan untuk memudahkan konsumen membawa, menyimpan, membuka, dan menuangkan isinya.
• Menyatakan satu satuan (bungkus, kaleng, pak, peti, botol, kotak), sehingga memudahkan perhitungan dalam perdagangan.
• Memberikan penampakan yang menarik bagi calon pembeli, sehingga dapat meningkatkan penjualan.
5.2. Saran
Aturan mengenai kemasan yang aman sebenarnya sudah diatur dalam UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen, hanya peraturan teknisnya rupanya belum seluruhnya dibuat. Untuk itu sebaiknya konsumen sendiri berupaya mencegah keburukan kemasan plastik bagi kesehatannya.
1. Gunakan plastik PE dan PP untuk pembungkus makanan.
2. Hindari penggunaan plastik yang mengandung monomer vinyl chloride, polystirena atau acrylonitryl untuk makanan. Termasuk juga penggunaan kemasan styrofoam yang biasanya berbentuk gelas atau mangkuk, apalagi jika makanan di dalamnya disiram dengan air panas.
3. Pengusaha katering sebaiknya kembali menggunakan kotak karton dan pelapis plastik PE/PP, jangan dibiasakan menggunakan kotak styrofoam, lebih-lebih untuk makanan berkuah dan panas.
4. Jangan menggunakan plastik ketika memanaskan makanan, terutama plastik yang dibuat dari PVC atau PS. Untuk memasak dengan oven microwave gunakan jenis kemasan food grade yang khusus digunakan untuk oven microwave.
5. Hindari membungkus makanan yang masih panas dengan wadah plastik.
6. Hindari membungkus makanan dengan plastik hasil daur ulang (recycle).
7. Paling aman gunakan bahan-bahan alami untuk pembungkus makanan, misalnya daun pisang, daun jati, atau janur. Juga daun lontar dan klobot jagung. Selain bahan alami ini aman untuk manusia dan lingkungan juga bisa menjadi pembungkus yang punya ciri khas dan menjadi produk potensial untuk dikembangkan secara ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Sabana, Setiawan. 2007. Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta. KK Senirupa-Fakultas Senirupa dan Desain ITB. Bandung
Setyabudi, Dondy A dan Wisnu Broto. 2008. Kemasan Plastik Telah Menggeser Kemasan Makanan Tradisional. BB-Pascapanen, Kampus Penelitian Pertanian. Bogor
Sumitra, Omit. 2003. Mengidentifikasi Bahan Kemasan Alami. Bagian Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta
Widodo, Richardus. 2008. Hati-hati Menggunakan Plastik untuk Kemasan Makanan Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya