Emerging Pathogen dalam Industri Pangan

Posted: Selasa, 07 Oktober 2008 by smarters06 in Label:
0

Dalam rangka menghasilkan pangan yang bermutu dan aman,
Oleh Ratih Dewanti-Hariyadi
industri berupaya menerapkan sistem manajemen yang
dianggap mampu memberikan jaminan yang lebih baik.
Di sisi pemerintah, berbagai kebijakan juga diundangkan demi
mencapai tujuan keamanan pangan. Meskipun demikian
kasus-kasus keracunan dan penyakit karena pangan
(foodborne diseases) masih saja terus terjadi di seluruh dunia ini dan
kasus yang paling banyak terjadi umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme. Bahkan, tampaknya industri pangan harus terus
berkejar-kejaran dengan munculnya patogen baru, disamping
tetap terus-menerus mewaspadai patogen konvesional yang
sudah lama dikenal seperti Salmonella, Staphylococcus aureus,
Clostridium botulinum, C. perfringens dan sebagainya.

Dalam rangka menghasilkan pangan yang bermutu dan aman,
industri berupaya menerapkan sistem manajemen yang dianggap
mampu memberikan jaminan yang lebih baik.
Di sisi pemerintah, berbagai kebijakan juga diundangkan demi
mencapai tujuan keamanan pangan. Meskipun demikian
kasus-kasus keracunan dan penyakit karena pangan(foodborne diseases)
masih saja terus terjadi di seluruh dunia ini
dan kasus yang paling banyak terjadi umumnya disebabkan
oleh mikroorganisme.
Bahkan, tampaknya industri pangan harus terus berkejar-kejaran dg
munculnya patogen baru, disamping tetap terus-menerus mewaspadai
patogen konvesional yang sudah lama dikenal seperti Salmonella,
Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, C. perfringens dsb.

Mengapa Patogen “Emerge”? Jenis patogen pangan penyebab penyakit
terus-menerus mengalami perubahan. Dalam beberapa tahun terakhir
banyak dilaporkan munculnya patogen baru.
Patogen baru bermunculan (emerge) paling tidak karena tiga faktor
yakni faktor inang manusia, faktor patogen-nya sendiri serta
adanya faktor paparan (exposure).

Faktor manusia disebabkan oleh meningkatnya jumlah lansia,
kekurangan gizi (malnutrisi), adanya penyakit-penyakit pada manusia
khususnya yang menurunkan sistem imun tubuh
seperti virus HIV. Faktor patogen disebabkan oleh kemampuan patogen
sebagai mahluk hidup untuk melakukan evolusi serta perkembangan
teknologi yang memungkinkan isolasi dan deteksi patogen baru.
Faktor paparandisebabkan oleh perubahan gaya hidup,
misalnya kecenderungan makan di luar, “going organic”,
“back to nature”, perjalanan cruise ship dan sebagainya.

Interaksi dari ketiga faktor tersebut memberikan “niche” bagi
mikroorganisme yang sebelumnya belum diidentifikasi atau
belum dilaporkan menyebabkan penyakit melalui pangan.
Kesimpulan mengenai hal ini dirumuskan oleh The Institute
of Food Technologists dan disajikan dalam Gambar 1.
Emerging Pathogen
Patogen yang
dianggap“baru”
dalam industri pangan dapat
digolongkan ke dalam 5
kelompok yaitu (1) patogen yang meningkat
kasus-nya dalam 20 tahun terakhir,
(2) patogen yang mendapatkan
virulensi dari patogen lain dan atau
menyebabkan penyakit yang berbeda,
(3) patogen yang berpindah lokasi
geografis, (4) patogen yang memiliki
modus “ baru” untuk masuk ke
pangan maupun untuk menyebabkan
penyakit dan (5) patogen yang perlu
diwaspadai (Farber, 2007).
Aelain itu ada juga emerging
vehicle atau pangan
yang menjadi penyebab penyakit terbanyak
dalam beberapa tahun terakhir.

Virus adalah patogen yang meningkat kasusnya dalam 20 tahun terakhir
Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuhdalam makanan yang
sebelumnya tidak banyak dihubungkan dengan kasus-kasus
keracunan pangan.
Tetapi dalam dua dasawarsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal
sebagai Norwalk-like virus) telah menyebabkan paling banyak keracunan
pangan dan bahkan menjadi penyebab 50% dari keracunan pangan
di Amerika Serikat.
Setidaknya ada dua alasan mengapa kasus keracunan oleh
Norovirus meningkat, pertama adalah berkembangnya metode
deteksi Norovirus dengan menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR). Kedua adalah adanya
gaya hidup baru yakni perjalanan dengan kapal pesiar (cruise ship),
dimana orang dalam jumlah besar
terkonsentrasi pada satu lokasi dan mengkonsumsi pangan
yang mengandung Norovirus yang kemudian ditularkan melalui
kontak orang ke orang.
Beberapa kasus besar keracunan Norovirus dilaporkan terjadi
pada perjalanan cruise ship yang menyebabkan ribuan orang sakit
(Isakbaeva et al., 2005). Salah satu pangan terkait
virus ini adalah raspberi (Hjertqvist et al., 2006.).
Meskipun Norovirus relatif mudah
diinaktifkan dengan panas tetapi virus ini tahan klorin
sehingga pangan segar sangat rentan
terhadap virus ini.

Virus lain yang ditengarai meningkat jumlah kasusnya adalah rotavirus,
hepatitis E dan virus flu burung. Virus flu burung jumlah kasusnya
terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya
di Indonesia.
Meskipun virus ini belum pernah dilaporkan
menyebabkan penyakit karena konsumsi pangan tetapi virus ini
telah melumpuhkan industri peternakan dan menyebabkan
banyak kematian pada orang-orang yang terpapar
oleh unggas yang sakit.

Mikroorganisme yang mengalami mutasi dan menyebabkan penyakit
yang berbeda. Mutasi atau perubahan susunan gen pada
mikroorganisme dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme termasuk diantaranya perpindahan gen
dari satu bakteri ke bakteri lainnya.
Kasus berpindahnya gen penyandi virulensi
tertentu telah dilaporkan sebelumya,
misalnya gen penyandi produksi toksin botulin dari
C. botulinum yang ditemukan pada
Clostridium baratii yang menyebabkan 1-2 kasus keracunan
(Harvey et al., 2002).
Dalam kurun tahun 1982- 2007, satu kelompok mikrorganisme
yang terus-menerus menyebabkan penyakit melalui pangan adalah
kelompok bakteri Esherichia coli
penghasil toksin Shiga (Shiga Toxin Producing E. coli atau STEC).
STEC mendapatkan gen penyandi toksin Shiga karena terinfeksi
virus yang membawa gen tersebut dari
Shigella dysenteriae. Pada tahun 1982, salah satu STEC-E. coli O157:H7-
pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit melalui konsumsi
hamburger yang kurang matang.
Bakteri ini yang sering ditemukan pada sapi ini bersifat tidak
tahan panas tetapi tahan pembekuan dan pH rendah. Selain hamburger,
beberapa produk pangan yang pernah
menyebabkan keracunan adalah salami, jus apel segar,
susu pasteurisasi dan air. Dalam 2 tahun terakhir, STEC juga telah
mengakibatkan panyakit di berbagai negara
bagian di Amerika Serikat karena konsumsi bayam siap santap
{Uhlich et al., 2008).

Mikroorganisme berpindah lokasi
Dunia yang makin terbuka menyebabkan terjadinya transaksi
perdagangan termasuk pangan yang menyebabkan pangan
berpindah dari satu daerah atau negara ke daerah atau negara lainnya.
Vibrio cholerae adalah bakteri penyebab kolera yang dianggap
sangat sering berpindah lokasi sehingga menyebabkan pandemi kolera
di berbagai belahan bumi sejak akhir abad tahun 19-an sampai sekarang.
Selama tahun 2006, jumlah kasus penyakit Vibrio cholerae karena
konsumsi pangan dilaporkan meningkat (MMWR, 2007).
Selain itu, Cyclospora cayetanensissejenis protozoa- dalam
buah segar merupakan mikroorganisme yang banyak berpindah tempat
melalui transaksi ekspor-impor (Calvin et al., 2003).
Karena V. cholerae maupun cyclospora merupakan mikroorganisme
tidak tahan panas maka potensi berpindahan patogen ini terjadi
terutama pada transaksi pangan yang dikonsumsi segar seperti
buahbuahan dan sayuran. Iradiasi adalah pengendalian yang
diharapkan dapat mengatasi masalah patogen dalam pangan segar tersebut.

Mikroorganisme menyebabkan penyakit dengan modus baru
Patogen yang mencemari telur dengan modus baru adalah
Salmonella enteritidis Phage Type 4 . Bakteri ini terdapat di dalam
telur ayam bukan melalui cangkang yang retak melainkan berpindah
langsung dari ovarium induk ayam yang terinfeksi ke bagian dalam telur
(Humphrey et al., 1989).
Hal ini menghasilkan telur yang mengandung Salmonella
meskipun cangkangnya utuh. Untuk menekan pertumbuhan
S. enteritidis PT 4 di dalam telur maka diterapkan refrigerasi
untuk penyimpanan telur. Bakteri ini tidak tahan panas tetapi telah
menyebabkan keracunan melalui telur dadar yang tidak matang dan
konsumsi telur mentah dalam minuman. Sementara itu
C. botulinum dilaporkan menyebabkan penyakit dengan modus baru
karena dapat menginfeksi usus orang dewasa (Health Canada, 2007).
Sebelumnya bakteri ini umumnya dilaporkan
menyebabkan intoksikasi (keracunan melalui toksin) pada orang dewasa.
Diduga infeksi bisa terjadi karena orang dewasa tersebut menderita
radang usus (Crohn’s disease).

Patogen yang perlu diwaspadai Beberapa patogen dilaporkan
menyebabkan kasus keracunan atau infeksi dalam
jumlah terbatas melaluipangan dan harus dipantau karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan masalah
kesehatan masyarakat di masa datang. Diantara patogen dalam
kelompok ini, Enterobacter sakazakii adalah bakteri yang
paling banyak mendapatkan perhatian.
Bakteri yang telah diisolasi dari susu formula ini telah
menyebabkan beberapa kasus radang usus dan radang otak pada
bayi berat badan lahir rendah, bayi prematur serta
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV. Bakteri yang bisa
diisolasi dari debu dan udara ini dapat mencemari susu formula
selama dan pasca pengeringan, pada tahap
pencampuran dengan vitamin dan mineral, serta selama penyiapan
susu dalam botol. Pengendalian E. sakazakii di tingkat industri
susu formula dilakukan dengan pendekatan
pencegahan dan pemantauan lingkungan,
lini proses dan sampling produk (Cordier, 2008).
Sementara itu, standar E. sakazakii dalam susu formula
telah didiskusikan sampai tahap 5 di Codex Alimentarius Commission.
Karena banyaknya variasi genetik dari E. sakazakii,
kelompok bakteri ini telah diusulkan diganti namanya
menjadi Cronobacter spp (Iversen et al., 2007)

Bakteri lain yang perlu diwaspadai antara lain Laribacter hongkongensis,
Arcobacter spp., Plesiomonas shigelloides, Mycobacterium avium subsp.
Paratuberculosis. Bakteri Laribacter hongkongensis telah diisolasi
dari ikan yang kurang matang (undercooked) dan dilaporkan sebagai
penyebab gastroenteritis pada pasien dengan sirosis hati. Arcobacter spp.
adalah bakteri serupa Campylobacter yang terdapat
pada daging unggas dan menyebabkan enteritis serta septisemia,
Plesiomonas shigelloides ditemukan di air tawar terutama di musim
panas dan menyebabkan selflimiting gastroenteritis,
sementara beberapa galur Mycobacterium avium subsp.
Paratuberculosis dilaporkan tahan
klorinasi dan pasteurisasi serta dapat menyebabkan penyakit
melalui susu pada orang yang juga mengalami Crohn’s disease.

Sayur dan buah segar adalah emerging vehicle.
Sayur dan buah adalah pangan yang paling sering dikaitkan
dengan penyakit karena pangan. Perubahan gaya hidup dimana
konsumsi sayur dan buah meningkat yang ditunjang oleh adanya
transaksi perdagangan dunia, meningkatnya jumlah lansia serta
perkembangan deteksi mikroorganisme telah secara akumulatif
menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
karena produk segar. Patogen versus manusia Patogen dan
manusia sebagai inangnya terus menerus mengalami perubahan
untuk mengadaptasi diri dengan lingkungan.
Dengan kompleksitas gennya, manusia lebih lambat dalam
beradaptasi dibandingkan dengan patogen sehingga kemungkinan
kita akan selalu “ketinggalan” dalam menyiasati
patogen emerging ini. Antisipasi oleh semua stakeholders
di bidang pangan diharapkan dapat mencegah suatu patogen
emerging menjadi penyebab penyakit dalam jumlah sangat
besar di berbagai bagian dunia ini. Metode deteksi yang terus
berkembang dapat dijadikan tonggak untuk merencanakan
pengendalian bagi patogen-patogen yang diduga
akan menjadi “bintang” penyebab penyakit di masa datang.

0 komentar: