Dari Bentuk Bubur hingga Minuman dalam Kemasan Aseptik

Posted: Sabtu, 01 November 2008 by smarters06 in Label:
3

Kacang hijau (atau sering pula disebut kacang ijo)
merupakan salah satu jenis pangan yang disukai oleh
masyarakat Indonesia. Produknya cukup bervariasi,
mulai dari bubur, es, hingga minuman. Selain nilai
gizinya yang baik, kacang hijau juga memiliki
rasa yang cukup disukai oleh banyak kalangan.
Sehingga tidak aneh jika beberapa industri pangan
bekerja sama dengan industri flavor berusaha
berkreasi untuk menghasilkan produk bercita
rasa kacang hijau.

Bubur yang merupakan produk terpopuler dari
kacang hijau, biasanya banyak tersedia di
jajanan kaki lima. Seringkali bubur kacang hijau
disajikan bersama ketan hitam dan dicampur dengan
roti tawar. Biasanya, penjaja bubur kacang hijau
menjual produknya pada malam hari. Hal ini
dikarenakan, umumnya bubur tersebut disajikan
dalam keadaan hangat. Selain gula merah dan santan,
bubur kacang hijau juga sering ditambahkan jahe
untuk menambah rasa sekaligus menghangatkan badan.

Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian Indonesia, kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) berasal dari India dan
dapat tumbuh dengan baik di daerah Jawa, Madura,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi Selatan.
Potensi kacang hijau sebagai produk pangan fungsional
ternyata juga mendapat perhatian dari industri besar.
Telah sejak lama biji kacang hijau terkenal memiliki
kandungan gizi tinggi, terutama vitamin B, serat,
dan protein nabati. Namun perlu disadari bahwa
seperti pada umumnya protein nabati, protein
kacang hijau memiliki daya cerna yang tidak
setinggi protein hewani. Selain itu, protein
kacangkacangan (termasuk kacang hijau) memiliki
asam amino pembatas yang lebih banyak. Kandungan
protein kacang hijau mencapai 24% dengan
kandungan asam amino esensial seperti isoleusin,
leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,
triptofan, dan valin.

Ketertarikan industri besar tersebut mulai terlihat
dengan munculnya produk minuman berbasis
kacang hijau. Adalah PT Ultrajaya Milk Ind dan
PT Heinz ABC Indonesia yang mengeluarkan minuman
sari kacang hijau (sari kacang ijo). Keduanya
menggunakan kemasan karton aseptik untuk melindungi
dan memberikan nilai tambah pada produk.
Dilihat dari komposisinya, minuman kacang hijau
dalam kemasan karton aseptik tidak terlalu berbeda
dengan bubur kacang hijau, yakni terdiri dari air,
kacang hijau, gula merah dan jahe. Perbedaannya adalah,
kacang hijau yang digunakan adalah hasil ekstraksi.

Proses pengolahan minuman sari kacang hijau dimulai
dari proses ekstraksi. Hasil ekstraksi kemudian
dicampurkan dengan bahan lainnya. Untuk membunuh
mikroba patogen, dilakukan proses sterilisasi UHT
(Ultra High Temperature). Penggunaan suhu yang
tinggi dalam waktu yang singkat meminimalkan
terjadinya kerusakan dan perubahan flavor pada produk.
Kemudian produk tersebut dimasukkan kedalam kemasan
karton aseptik melalui proses yang aseptik pula.
Untuk menghasilkan sari minuman kacang hijau yang lezat,
diperlukan formulasi yang tepat dari bahan-bahan
penyusunnya dengan didukung proses dan teknologi
yang tepat pula.

Penggunaan kemasan karton aseptik memberikan
keuntungan tersendiri. Selain menjamin keamanan,
juga dapat meningkatkan shelf life produk
(mencapai 10 bulan), sehingga dapat menjangkau pasar
yang lebih luas tanpa membutuhkan bantuan lemari
pendingin (selama produk belum dibuka).
Dengan teknologi canggih dan modern tersebut,
minuman tradisional kacang hijau bergizi untuk
menunjang kehidupan sehat, kini dapat dinikmati
dengan lebih mudah dan cepat oleh konsumen.

Pengembangan kacang hijau tidak terbatas pada
produk minuman. Kacang hijau memiliki kandungan
karbohidrat sekitar 58%. Sifat fungsional patinya
dapat digunakan untuk dijadikan tepung untuk
berbagai produk pangan. Salah satunya adalah soun
yang dibuat dengan cara ekstrusi.

Partikel Perak Pembunuh Bakteri

Posted: by smarters06 in Label:
0

Para peneliti di ETH Zurich telah mengembangkan
sebuah film plastik baru yang dilapisi dengan
nanopartikel perak dan kalsium fosfat.
Film plastik ini dapat membunuh bakteri.
Alat tersebut bisa digunakan di rumah sakit
dan industri pangan untuk mengurangi kuman.

Semenjak ribuan tahun, antiseptik dan desinfektan
yang terbuat dari perak sudah dikenal. Orang-orang
kaya menggunakan barang pecah belah yang terbuat
dari perak dan orang-orang miskin menyimpan koin
perak mereka di dalam kendi susu. Perak bahkan
digunakan untuk perawatan kesehatan sebelum
digantikan oleh antibiotik. Semenjak era nanoteknologi
dimulai, logam mulia ini digunakan untuk berbagai
pengobatan. Peralatan kesehatan, perabotan
rumah sakit, bahkan sprei rumah sakit dialasi,
dilapisi, atau ditambahkan dengan bahan ini.

Kombinasi perak dan kalsium fosfat
Amat disayangkan, sampai sekarang logam ini
tidak mungkin diterapkan dalam target dan dosis
terukur. Penelitian yang dipimpin Wendelin Stark,
asisten profesor Institute of Chemical and
Bioengineering di ETH Zurich Switzerland telah
mengembangkan sebuah film plastik yang dilapisi
dengan perak dan kalsium fosfat. Cara ini
memberikan solusi dalam self-sterilizing.
Kombinasi dua bahan ini menghasilkan suatu
bahan yang 1000 kali mematikan terhadap bakteri
Escherichia coli dan lebih peka untuk mengatasi
infeksi usus daripada preparasi perak secara
konvensional.

Kamuflase sebagai Makanan
Bakteri menggunakan kalsium untuk metabolisme mereka.
Sebanyak 20-50 nanometer partikel kalsium fosfat
digunakan oleh mikroorganisme sebagai zat gizi
dan dengan begitu 1-2 nanometer partikel perak
kecil dilepaskan. Partikel perak kecil ini
membunuh bakteri dan mencegah perkembangbiakannya.

Aplikasi sebagai Film
Film polimer dari tim Wendelin Stark langsung
memancarkan perak dengan baik, membunuh bakteri
jika bakteri tumbuh di sekitarnya. Kalsium fosfat
yang melekat pada perak hanya dilepaskan sesuai
dengan jumlah kalsium fosfat yang digunakan
oleh bakteri. Cara ini menghemat uang, lebih efisien,
bahkan potensi efek negatifnya terhadap lingkungan
juga diminimalkan. “Kami telah mengembangkan
sebuah metode yang mudah untuk diterapkan dan
bisa membawa keuntungan yang besar bagi pasien
di rumah sakit”, kata Stark. Keuntungan yang
paling optimal, film ini dilapisi dengan nanopartikel
perak dan kalsium fosfat. Sebuah perusahaan Swiss,
yang menjadi bagian dari tim pengembangan ini
akan memproduksi film dalam jumlah besar

Active Packaging untuk Buah Duku

Posted: by smarters06 in Label:
6

Siapa yang tidak kenal buah duku? Buah asli daerah tropis dengan nama Latin Lansium domesticum Corr. ini berbuah musiman. Di Indonesia buah duku unggul nasional ‘Komering’ sudah tidak asing lagi,
dan langsung terasosiasikan dengan daerah Palembang.
Begitu terkenalnya duku ’Komering’ sehingga walaupun sebenarnya terdapat duku unggul nasional lain yang kualitasnya bersaing, misalnya duku unggul nasional ’Sabu’ dari Lampung, penjaja buah duku masih gamang memasarkan sesuai dengan asal panennya dan lebih memilih memasarkannya sebagai ’Komering’. Padahal di Lampung pun, dan kemungkinan di daerah lain, terdapat tanaman duku dengan produksi ratusan ton yang membanjiri kota-kota besar, terutama Jakarta dan Bandung, yang diklaim sebagai ’Komering’.
Begitulah konsumen. Selain sulit membedakan yang mana ‘Komering’, ’Sabu’, atau duku lainnya, buah duku 100% tak berbiji pun sangat sulit ditemui lagi.

Penjaja dan konsumen buah duku perlu diberi pencerahan bahwa buah duku tergolong ke dalam buah yang memiliki masa simpan yang singkat. Buah duku akan berwarna coklat setelah 4 hari dalam penyimpanan konvensional pada suhu ruang (Widodo dkk., 2000; Widodo, 2004, 2005a dan b).
Pengalaman penelitian (Widodo dan Zulferiyenni, 2008) menunjukkan bahwa buah duku yang disimpan tanpa kemasan
apa pun di ruang ber-AC, dengan suhu berkisar 20ÂșC dan tanpa pelembab ruangan, kulit buahnya akan berubah coklat dalam semalam. Pertanyaan yang muncul adalah: ”Bagaimana cara memperpanjang masa simpan duku sekaligus mempertahankan mutu pascapanennya?”

Teknologi pengemasan dalam penanganan pascapanen untuk memperpanjang masa simpan buah pada umumnya melibatkan teknologi modifikasi komposisi udara di sekelilingnya. Teknologi ini terbagi dua, aktif dan pasif.
Digolongkan aktif jika ada usaha pengendalian komposisi udara selama masa simpannya dari luar sistem (kemasan atau ruang simpan). Dalam teknologi pengemasan aktif, komposisi udara (terutama O2 dan CO2) dan bahkan suhu dikendalikan secara otomatis.
Teknologi semacam ini biasanya dikenal sebagai teknologi penyimpanan dalam atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere Storage/CAS). Sebaliknya, jika tidak ada pengendalian semacam itu (bersifat pasif), artinya begitu buah dimasukkan ke dalam sistem maka proses metabolisme buah itulah yang akan mempengaruhi langsung komposisi udara di dalam sistem, dikenal sebagai teknologi penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi (Modified Atmosphere Storage/MAS atau Modified Atmosphere Packaging/MAP). Lalu, apa itu teknologi active packaging?

Teknologi active packaging
Dalam teknologi active packaging, komposisi udara di dalam kemasan diubah dengan memasukkan bahan tambahan (additives) ke dalam kemasan. Dalam perkembangannya, bahan tambahan tersebut dimasukkan menjadi bagian integral di dalam struktur bahan kemasan (Han, 2002; Vermeiren dkk., 1999). Fungsi bahan tambahan tersebut adalah untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu produk.

Oleh karena itu, jika dilihat dari proses modifikasi udara di sekeliling produk, teknologi active packaging
masih tergolong ke dalam teknologi pasif MAS/MAP. Untuk bahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan teknologi
pengemasan aktif adalah active packaging ini.

Teknologi pengemasan aktif ini pada awalnya berkembang pada bidang penyimpanan bahan pangan jadi dan pengemasan
anggur (wine). Konsumen bahan pangan semakin lama memerlukan bahan pangan dengan mutu kesegaran yang semakin baik. Selain itu, dengan berbagai perkembangan teknik penjualan dan distribusi semakin memperluas jarak distribusi dan memperlama masa simpan berbagai produk dengan kebutuhan suhu simpan yang berbeda. Konsep pengemasan tradisional, sebagaimana MAS/MAP, dianggap kurang dapat menjawab kebutuhan tersebut.

Pengemasan aktif adalah suatu konsep inovatif yang mengubah kondisi pengemasan untuk memperlama masa simpan atau meningkatkan penampakan dan keselamatan produk, dan sekaligus mempertahankan mutu produk tetap tinggi. Untuk itu, ke dalam kemasan dimasukkan bahan tambahan yang mampu mengatasi kekurangan dalam MAS/MAP. Berbagai bahan tambahan yang dikenal saat ini dapat berfungsi secara khusus, misalnya mampu menyerap O2 dan etilen, menyerap dan melepas CO2,
mengatur kelembapan, bersifat antimikroba, melepas antioksidan, melepas atau penyerap flavor atau bau.
Artikel ini akan memfokuskan pada bahasan tentang penyerap O2 dan etilen, khususnya perkembangan aplikasinya dalam teknologi pascapanen buah duku.

Penyerap oksigen (oxygen scavenger)
Oksigen terlibat langsung dalam respirasi. Penurunan konsentrasi O2 (atau sebaliknya, peningkatan konsentrasi CO2) hingga konsentrasi yang belum memicu terjadinya fermentasi menjadi salah satu parameter utama teknologi pengemasan buah. Pada umumnya, penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat pemasakan buah,
sehingga mampu memperpanjang masa simpannya.

Walaupun bahan pangan dapat dikemas dengan teknologi MAP atau bahkan dalam kemasan vakum, cara–cara tersebut tidak menjamin dapat menghilangkan O2 secara sempurna. Selain itu, O2 yang mampu menembus plastik kemasan tidak mampu dihilangkan dengan teknologi kemasan tersebut. Untuk itu diperlukan penyerap oksigen yang mampu menyerap O2 pascakemas di dalam kemasan.

Pada umumnya teknologi penyerapan oksigen menggunakan satu atau lebih konsep berikut ini: oksidasi asam askorbat, oksidasi serbuk Fe, oksidasi pewarna peka-cahaya, oksidasi enzimatik (misalnya enzim glukose oksidase dan alkohol oksidase), asam lemak tak jenuh (misalnya asam oleat atau linolenat, dan ragi (yeast). Di antara bahan tambahan tersebut, asam askorbat (vitamin C) dianggap yang paling luas penerimaannya oleh konsumen. Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam Laskorbat adalah: asam L-askorbat + O2  asam dehidro L-askorbat + H2O, dengan bantuan enzim
(oksidase atau peroksidase). Artinya, dengan keberadaan asam L-askorbat aktif, O2 di dalam kemasan akan
menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat. Akibatnya, respirasi buah akan menurun, dan masa simpan dapat diperpanjang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan duku ‘Sabu’ (Widodo dkk., 2007a dan 2007b) diperoleh hasil bahwa asam L-askorbat dengan bobot 6 mg (konsentrasi 40% dan volume 15 ml) adalah bobot asam L-askorbat yang paling efektif sebagai bahan aditif penyerap O2 pada pengemasan aktif buah duku.
Bahan aditif asam L-askorbat ini mampu memperpanjang masa simpan 407,11 g buah duku di dalam kemasan-kedap dengan volume 2.064,59 cm3 hingga 9 hari. Masa simpan ini tampaknya masih dapat diperpanjang hingga 11 hari sebagaimana yang diperoleh pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan duku ‘Komering’ (Widodo, 2004). Bahan aditif ini dapat diterapkan baik di dalam kemasan kedap udara maupun kemasan plastik (wrapping film) dua lapis. Untuk mengaktifkan oksidasi asam L-askorbat dapat digunakan beberapa tetes jus jeruk (Widodo, 2005a).

Penyerap etilen (ethylene scavenger)
Etilen adalah hormon tanaman berbentuk gas yang mampu mempercepat respirasi yang mengarah kepada pelunakan jaringan, pemasakan dan senesen (proses kematian sel dan jaringan) buah. Walaupun pada beberapa penggunaan, pengaruh etilen tergolong positif, misalnya untuk degreening buah jeruk dan perangsangan pembungaan pada budidaya nanas, akumulasi etilen lebih lanjut sering menimbulkan kerusakan pascapanen buah sehingga dianggap merugikan. Buah duku memproduksi etilen 2-6 l/kg. Etilen ini akan mendorong proses senesen prematur. Untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu baik secara visual maupun organoleptik, akumulasi etilen di dalam kemasan mutlak harus dihindari.
Untuk menciptakan kondisi kemasan bebas etilen, berbagai senyawa penyerap etilen dimasukkan ke dalam kemasan untuk membentuk pengemasan aktif. Dibandingkan dengan bahan aditif penyerap oksigen yang banyak macamnya, penyerap etilen hanya terdiri dari tiga macam, yaitu penyerap etilen berbahan dasar (1) KMnO4, (2) karbon aktif, misalnya berisi PdCl, dan (3) mineral halus, seperti zeolit, monmorilonit, bentolit, aluminosilikat yang dimasukkan sebagai bahan pembentuk kemasan film plastik. Di dalam artikel ini hanya akan dibahas penyerap etilen berbahan dasar KMnO4,
sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Widodo (2005a dan b) dan Widodo dkk. (2007b).

Penyerap etilen berbahan dasar kalium permanganat (KMnO4) adalah yang paling populer. Reaksi selama proses penyerapan etilen akan terjadi secara berantai sebagai berikut.

1. 3C2H4 + 2KMnO4 + H2O  2MnO2 + 3CH3CHO + 2KOH
2. 3CH3CHO + 2KMnO4 + H2O  3CH3COOH + 2MnO2 + 2KOH
3. 3CH3COOH + 8KMnO4  6CO2 + 8MnO2 + 8KOH + 2H2O
Jika reaksi (1—3) disusun ulang akan diperoleh reaksi (4) sebagai berikut.
4. 3C2H4 + 12KMnO4  12MnO2 + 12KOH + 6CO2 Namun KOH yang terbentuk di reaksi (1) dan (2) bisa juga bereaksi dengan asam asetat (CH3COOH) yang dihasilkan dari reaksi (2), sebagaimana reaksi (5) berikut ini.
5. 3CH3COOH + 3KOH  3CH3COOK + 3H2O Sehingga jika jalur reaksi (1), (2), dan (5) digabung akan diperoleh
reaksi (6) sebagai berikut.
6. 3C2H4 + 4KMnO4  3CH3COOK + 4MnO2 + KOH + H2O
Perubahan intensitas warna dari warna ungu ke coklat memperlihatkan penurunan kapasitas penyerap etilen golongan ini.

Berdasarkan penelitian Widodo (2005b) diperoleh hasil bahwa KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sampai sebanyak total 200 mg KMnO4 per 368,59 g duku per 2064,59 cm3 ruang kemasan-kedap, yang mampu memperpanjang masa simpan buah duku dari 3—5 hari (3 hari tanpa kemasan, 5 hari dalam kemasan kedap tanpa KMnO4) menjadi 9 hari.

Rekomendasi mengatasi permasalahan
Di dalam perkembangan penelitiannya (Widodo dkk. 2007b), bahan aditif asam L-askorbat ternyata terbukti lebih
efektif dibandingkan KMnO4 (Widodo, 2005b). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa baik bahan aditif asam L-askorbat maupun KMnO4 sama efektifnya dalam memperpanjang masa simpan duku dan mempertahankan kandungan asam L-askorbat dalam buah.
Namun tingkat kemanisan buah duku dengan bahan aditif asam L-askorbat terbukti lebih tinggi daripada yang berbahan aditif KMnO4 (Widodo dkk. 2007b). Selain itu, dibandingkan dengan KMnO4, bahan aditif asam L-askorbat tampaknya lebih aman, baik dari segi kesehatan maupun lingkungan.

Dalam aplikasinya, baik asam L-askorbat maupun KMnO4 berbentuk cair. Oleh karena itu, mereka memerlukan bahan penyerap (adsorbers). Bahkan untuk KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak boleh terkontak langsung dengan bahan pangan.

Bahan penyerap yang baik haruslah bersifat inert (tidak bereaksi) dan berluas-permukaan besar. Bahan-bahan seperti perlit, alumina, silika gel, vermikulit, karbon aktif atau selit telah digunakan secara komersial. Namun demikian, pada dasarnya bahanbahan lokal yang mempunyai sifat tersebut dapat digunakan sebagai bahan penjerap. Spon (sering disebut oase, sebagai penegak dasar bunga pada vas bunga) dan batu apung terbukti mampu bersaing dengan silica gel dan vermikulit sebagai bahan penjerap (Widodo, 2005a). Daya serap keduanya adalah sebagai berikut:
spon 1 ml/cm3, dan batu apung 0,3 ml/cm3.

Teknologi pengemasan duku dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan tampaknya akan terkendala oleh kepekaan kulit duku terhadap CO2. Penelitian duku hingga kurun 4 tahun terakhir ini (Widodo, 2004; 2005a dan b; Widodo dkk., 2007a dan b; Widodo dan Zulferiyenni, 2008) telah mampu memperpanjang masa simpan duku 9—25 hari. Rentang masa simpan ini tampaknya sudah maksimal mengingat pola respirasi duku menunjukkan mulai terjadinya fermentasi antara masa simpan 25—30 hari (Widodo dan Zulferiyenni, 2008). Satu-satunya kendala adalah terjadinya pencoklatan kulit buah duku segera setelah duku dikeluarkan dari kemasannya (diistilahkan sebagai browning pascakemas).
Proses ini mampu diperlambat dari awalnya 10 detik hingga menjadi 24,46 menit dengan tambahan perlakuan
pelapisan duku dengan chitosan (Widodo dan Zulferiyenni, 2008).
Pada tahun-tahun mendatang penelitian browning pascakemas pada duku tampaknya harus lebih mendapat perhatian.

Oxygen absorber

Posted: by smarters06 in Label:
8

Oxygen Absorber/penyerap oksigen adalah AP yang
dikemas dalam bentuk sachet kecil. Berfungsi
untuk mempertahankan kualitas produk pangan dalam
kemasan agar tetap segar seperti saat baru diproduksi,
karena terhindar dari kerusakan yang diakibatkan
oleh oksigen. Umumnya di aplikasikan pada produk
pangan yang mengandung lemak/minyak dan agak lembab.

Mengapa makanan perlu dihindarkan dari oksigen?
Makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk hidup dan
berkembang biak. Demikian juga mikroorganisme,
bakteri, jamur, dan serangga (kutu). Dan alasan
lainnya oksigen dapat sebagai pemicu terjadinya
reaksi kimia oksidasi.

Oksigen dalam kemasan adalah musuh utama terhadap
produk yang mengandung lemak/minyak karena oksigen
akan beroksidasi dengan lemak/minyak sehingga
produk pangan menjadi rusak dengan ciri kerusakan
sebagai berikut: basi, tengik, berubah warna,
dan bau menjadi tidak sedap. Dengan mencegah
kontak oksigen dengan produk pangan, kerusakan
tersebut dapat dicegah.

Dengan mengusahakan kemasan yang bebas oksigen,
produk pangan dapat mencapai kondisi sebagai berikut:

Mempertahankan rasa dan kesegaran
Memperpanjang masa kadaluarsa produk
Mengurangi penggunaan zat pengawet atau aditif
sehingga lebih sehat dan aman bagi kesehatan.
Mengurangi kadar garam dan gula sehingga produk
menjadi lebih lezat.
Melindungi produk dari jamur, bakteri aerobik,
serangga dan mikroorganisme.
Mencegah terjadinya oksidasi dari lemak dan minyak
sehingga tidak mengalami perubahan rasa
(menjadi tengik), warna, tekstur, aroma dan
kandungan gizi pada produk pangan.
Mencegah pembusukan dan timbulnya racun.
Oxygen Absorber tidak dapat menangani bakteri anaerobes,
yaitu tipe bakteri yang tidak membutuhkan oksigen
untuk hidup dan berkembang biak. Untuk itu,
kebersihan dari sarana produksi dan bahan baku mutlak
perlu diperhatikan.
Keuntungan menggunakan oxygen absorber bagi produsen
pangan adalah dapat
1) mengurangi tingkat retur/kerusakan produk sehingga
meningkatkan laba, 2) memberi peluang untuk ekspansi
area penjualan karena masa kadaluarsa yang lebih lama,

3) mempermudah dalam perencanaan produksi dan kontrol
inventory,
4) menghasilkan produk dengan kualitas unggulan yang
aman bagi kesehatan, 5) meningkatkan kredibilitas
dari nama produk dan nama produsen, dan
6) mengurangi biaya penggunaan pengawet dan aditif
serta gula/garam.

Oxygen absorber dapat diaplikasikan pada industri
pangan seperti roti dan kue, pastry, cake seperti
kue bulan, lapis legit, kacang dan snack, permen,
kopi dan teh, daging olahan (ham, sosis, daging asap,
dendeng, fried chicken, nugget, seafood, keju dan
produk susu lainnya), sayuran dan buahbuahan kering,
bumbu-bumbu dan rempah-rempah, tepung-tepung dan
penyedap, mi segar dan pasta, farmasi dan vitamin,
herbal tradisional, jamu, ginseng, dan lain-lain.

Keberhasilan penggunaan active packaging perlu
memperhatikan beberapa faktor, antara lain:

1. Untuk menentukan produk AP yang tepat
guna, perlu dicari tahu terlebih dahulu, masalah
kerusakan apa yang dihadapi oleh produk masing-masing.
Sebagai contoh, kue kering yang dioven umumnya akan
mengalami masalah menjadi melempem/ tidak garing.
Keripik yang digoreng akan mengalami bau tengik,
kacang akan mengalami bau tengik, kue lapis legit
akan tengik dan jamuran, teh hijau akan berubah warna.
Beras akan dikutui, dan masih banyak kasus lain
yang dapat diselesaikan jika berhasil menghindarkan
produk pangan dari uap air maupun oksigen.
Setelah mengetahui secara jelas masalah yang dihadapi
masing masing produk, maka akan lebih mudah untuk
menentukan solusi yang tepat. Untuk melempem tentunya
perlu menggunakan desiccant/ penyerap kelembapan,
untuk tengik, berubah warna, jamuran, kita dapat
menggunakan oksigen absorber.

2. Sesuai dengan fungsinya,
AP adalah bagian dari packaging, artinya produk tersebut
harus dikemas secara memadai. Sebagai contoh untuk
menggunakan desiccant, kemasan yang digunakan harus
memiliki fungsi ‘moisture barrier’, untuk menggunakan
oxygen absorber, kemasan yang digunakan harus memiliki
fungsi ‘oxygen barrier’. Hal ini agar udara dari luar
kemasan tidak masuk secara terus menerus sehingga gagal
mencapai kondisi ‘moisture free’ maupun ‘oxygen free’.
3. Pilihlah produk AP yang berkualitas tinggi karena
tidak jarang produk AP yang ada sudah tidak ‘active’
alias expired, sehingga gagal melindungi produk pangan
yang bernilai.

4. Pilihlah suplier AP yang memiliki ‘know how’
dan memahami cara kerja AP secara mendalam. Tidak
jarang penjual bahan AP tidak memahami cara kerja,
sehingga memberikan rekomendasi yang kurang tepat.
Beberapa keuntungan nyata disamping kualitas produk
yang lebih baik dan expired time yang lebih lama,
yang telah dirasakan oleh pengusaha makanan yang telah
menggunakan AP yakni: Nama / brand dari produk akan
’naik kelas’ menjadi lebih baik dan lebih dipercaya
dan di asosiasikan sebagai produk dengan kualitas
yang lebih baik dan lebih sehat. Terhindar dari lembur
berlebihan karena mengejar target produksi untuk
season tertentu seperti Natal, Lebaran, Tahun Baru,
Imlek, dan lain-lain. Sehingga biaya produksi lebih
rendah dan hasil produksi lebih baik. Efisiensi
proses dan alur produksi, jika sebelumnya terpaksa
memiliki beberapa fasilitas produksi di masing masing
kota utama, kini cukup dengan satu fasilitas produksi
sudah bisa mengcover wilayah yang lebih luas sehingga
mempermudah kontrol dan tentunya efisiensi sangat
besar atas biaya. Ekspansi pasar, jika yang sebelumnya
hanya mencakup satu kota/wilayah tertentu, dengan AP
dapat melebarkan sayap usaha ke banyak kota bahkan
hingga diekspor ke manca negara karena ‘waktu expired’
sudah bukan masalah. Omzet yang meningkat tentunya
juga pada akhirnya meningkatkan Laba usaha .

Solusi Masalah Kelembaban dan Oksigen dengan Active Packaging

Posted: by smarters06 in Label:
3

Sebagai jawaban atas tuntutan untuk mengawetkan pangan secara lebih sehat kini penggunaan active packaging semakin berkembang. Active packaging (AP) merupakan kemasan yang dapat bekerja secara aktif untuk melindungi produk pangan agar tetap segar hingga ke tangan konsumen. AP sering disalah artikan sebagai pengawet, padahal AP bukanlah pengawet. AP bekerja dengan cara memodifikasi kondisi udara di dalam kemasan sehingga tercapai kondisi yang diperlukan bahan pangan untuk tetap awet.

Faktor perusak bahan/produk pangan sangat banyak, bahkan terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu.
Dalam tulisan ini akan dijelaskan solusi yang dapat diberikan oleh AP. Secara umum terdapat dua jenis bahan AP yang sering ditemukan dalam kemasan pangan, yaitu moisture absorber (desiccant) dan oxygen absorber. Moisture absorber/desiccant adalah penyerap kelembaban yang berfungsi untuk mengatasi masalah uap air. Sedangkan oxygen absorber adalah penyerap oksigen yang berfungsi untuk mengatasi masalah dengan oksigen. Umumnya desiccant maupun oksigen absorber berbentuk sachet kecil yang aman untuk direct contact/bersentuhan langsung dengan produk pangan.

Moisture absorber/desiccant
Mengapa kelembaban perlu diatasi?
Tanpa disadari kelembaban merupakan masalah besar bagi industri pangan. Kelembaban akan menyebabkan: produk pangan kering menjadi melempem/ tidak renyah, menggumpal, bau, bahkan berjamur dan rusak.
Banyak kasus masalah kelembaban yang dialami oleh jenis produk yang berbeda-beda. Dengan mengatasi masalah kelembaban, rasa, wangi, warna dan bentuk produk pangan akan dapat dipertahankan hingga saatnya dicicipi oleh konsumen. Sumber kelembapan dapat berasal dari produk, udara dalam kemasan, dan udara yang dapat tembus masuk ke dalam kemasan melalui permukaan ataupun seal pada kemasan.

Kapan menggunakan desiccant? Desiccant umumnya digunakan untuk produk pangan kering, seperti kue kering, kerupuk, snack, biskuit, juga untuk serbuk minuman, serbuk/bubuk bahan baku pangan, dan produk produk lainnya yang mengalami masalah dengan uap air.

Jika disederhanakan, secara garis besar ada 2 (dua) jenis desiccant yaitu natural (clay) dan syntetis (silica gel). Produk desiccant syntetis (silica gel) tidak dianjurkan untuk digunakan pada produk pangan, terutama silica gel blue (biru) yang mengandung zat cobalt chloride yang dapat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Silica gel lebih
cocok digunakan pada produk non-food, seperti pada sepatu, kulit, elektronik, dan lain-lain. Untuk produk natural desiccant/clay juga terdapat berbagai macam karakter karena perbedaan asal-usul dan teknologi pengolahan.
Hal ini mengakibatkan daya serap/kapasitas masing-masing desiccant natural bervariasi yang hanya dapat menyerap 5-7% local) dari berat awal hingga yang memiliki kapasitas sekitar 28-30% (DESIPAK® ex USA).

Memilih Automatic Cup Filling Machine

Posted: by smarters06 in Label:
0

Saat ini ada bermacam macam tipe kemasan, mulai dari kertas, plastik, kaca, hingga kaleng. Namun ada satu dari kemasan tersebut yang merupakan gaya kemasan asli dari Indonesia dan hanya ditemukan di beberapa negara tetangga kita yang juga berasal dari Indonesia yaitu minuman dalam kemasan Gelas (Cup) Plastik ukuran mulai dari 180 ml s/d 240 ml.

Kemasan ini berasal pertama kali dari Indonesia dan mulai menyebar ke beberapa Negara tetangga, karena beberapa produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Indonesia mengekspor produknya ke sana.

Pertumbuhan Industri AMDK dalam waktu 5 tahun terakhir ini sangat pesat, termasuk juga minuman aroma atau rasa. Pertumbuhan paling pesat terletak pada kemasan 180 ml s/d 240 ml gelas plastik, karena paling ekonomis, efisien dan mudah diperjualbelikan serta ergonomis dalam artian cukup untuk sekali minum.

Kemasan tersebut dibuat dari plastik PP berbentuk gelas ukuran sekali minum dengan berat material berkisar 3.5 gram sampai dengan 4 gram, dengan tambahan selembar plastik penutup mulut gelas. Selain itu, kemasan ini juga merupakan kemasan dengan harga paling murah dibandingkan dengan kemasan jenis lain, sehingga harga dapat terjangkau. Hal lain yang juga membuat produk ini pesat perkembangannya adalah karena para produsen cenderung memakai produk jenis ini sebagai senjata untuk masuk, merebut ataupun menguasai pasar minuman.

Untuk memenuhi permintaan yang sedemikian besar dan cepat, tentunya diperlukan juga suatu alat atau mesin pengemas dengan kapasitas besar dan harga yang ekonomis. Mesin yang digunakan adalah mesin pengisian otomatis (automatic filling machine), kemudian merekatkan plastik tutup nya dan memotongnya menjadi produk siap konsumsi.

Mesin ini awalnya diproduksi oleh Jepang, namun sejalan dengan perkembangan produk tersebut di Indonesia dan semakin menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing, maka perusahaan manufaktur di Indonesia mulai membuat secara lokal. Bermula dari mesin 4 lines (4 jalur) dengan kapasitas sekitar 5000 gelas per jam hingga kini dengan kapasitas besar yaitu 18 bahkan 24 lines dengan konfigurasi 9x2 atau 12x2. Untuk mengetahui bagaimana memilih mesin automatic cup machine ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Jumlah Cavities / jumlah cup dalam sebaris.
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah jumlah lubang cavities / jumlah cup dalam setiap bucket holder tempat dudukan cup gelas, apakah 4, 8, 16 atau bahkan 18. Karena jumlah berbeda mengindikasikan kapasitas produksi yang berbeda pula. Semua ini harus disesuaikan dengan kapasitas serta target produksi yang ingin dicapai. Umumnya yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang berjumlah 16 (8x2) cavities dengan kapasitas produksi rata-ratanya mencapai 20.000 cup per jam.

Motor penggerak. Hal lain yang cukup penting adalah motor penggerak mesin ini. Pada awal mulanya, semua mesin ini menggunakan gear motor yang dapat disesuaikan tingkat kecepatannya. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan permintaan pasar, mesin generasi baru menggunakan motor servo sebagai penggeraknya dengan sistem PLC untuk mengatur dan menyesuaikan gerakan semua sistem di dalam mesin tersebut dan dapat sangat mudah diubah serta disesuaikan sesuai kebutuhan. Kelebihan lain penggunaan motor servo ini adalah halusnya pergerakan mesin, nyaris tanpa hentakan pada saat mulai dan berhenti jalan serta penggunaan tenaga listrik yang lebih efisien.

Control panel. Mesin yang mudah dioperasikan tentunya adalah mesin yang memiliki human interface (antarmuka dengan pengguna) yang simple, mudah dimengerti namun tetap dapat mengakses semua parameter dalam mesin secara efektif. Untuk itulah, pada mesin-mesin generasi baru digunakan control panel berbasis layar sentuh yang didalamnya memuat semua informasi atas mesin yang sedang dijalankan dan memiliki opsi untuk mengubah semua parameter dalam mesin dengan sekali sentuh. Selain itu juga memberikan informasi kepada pengguna apabila ada hal-hal diluar kendali serta kerusakan.

Parts yang dipakai. Berikutnya yang harus diperhatikan adalah jenis-jenis dari bagian terpasang di dalam mesin tersebut, mulai dari elektrikal hingga mekanikalnya serta control dan sensor yang dipakai. Merek apa yang digunakan, produksi negara mana, serta ketersediaan part tersebut di pasar lokal ataupun dimana mesin tersebut nantinya akan dipakai. Hal ini penting sekali untuk menunjang kesinambungan produksi dan umur mesin selama dalam pemakaian.

Ukuran cup dan ukuran bucket pemegang cup. Karena banyaknya pemasok cup plastik yang ada di pasar, ukuran diameter mulut cup pun akhirnya memiliki banyak variasi. Walaupun hanya dalam hitungan millimeter pun, ukuran tersebut dapat mempengaruhi posisi dan ketepatan duduknya cup tersebut di bucket. Malah apabila ukuran diameter cup lebih besar, sudah pasti cup tersebut tidak bisa masuk ke dalam bucket. Heater/elemen pemanas yang dipakai. Untuk bahan penutup cup, dipakai material plastik yang dicetak dengan merek dan desain dari minuman yang bersangkutan dan direkatkan ke atas cup dengan menggunakan pemanasan. Mesin ini dilengkapi dengan pemanasan (heat sealing) untuk merekatkan plastik. Harus diperhatikan model elemen pemanas yang dipakai, apakah mampu memberikan pemanasan yang baik dan merata, seberapa besar listrik yang dikonsumsi serta apakah mudah diganti apabila terjadi kerusakan. Pisau pemotong. Plastik penutup cup yang sudah merekat ke atas cup harus dipotong agar terlihat rapi dan menjadi daya tarik bagi pembeli, untuk itulah kualitas serta bahan material pisau pemotong harus diperhatikan untuk memastikan hasil potongan yang rapi dan baik sehingga produk menjadi menarik.

Mesin otomatis ini bekerja hanya membutuhkan 2 orang operator di dalam ruang produksinya (tidak termasuk petugas pengumpul). Dimana kedua orang ini hanya cukup memastikan dan memantau jalannya mesin serta memasukkan bahan material yang diperlukan. Langkah pertama adalah operator menyusun mesin pada tempat pembagian cup (cup dispensing unit) dimana alat ini akan dengan sendirinya membagikan cup satu per satu untuk jatuh ke atas bucket yang kosong.

Selanjutnya bucket yang telah berisi cup akan berjalan (langkah) ke arah bagian pengisian untuk selanjutnya diisi dengan air/cairan minuman sesuai dengan volume tertentu, dimana harus diperhatikan jumlah cairan yang tertumpah pada saat pengisian ini karena apabila banyak yang tertumpah akan menjadikan ruang produksi tidak bersih dan tentunya limbah produk akan tinggi. Setelah cup terisi, bucket kemudian akan jalan ke bagian perekatan tutup dengan cup tersebut dengan plastik cetakan yang sudah dipesan sebelumnya. Pemanasan dilakukan 2 kali (double heating process) untuk memastikan perekatan terjadi sempurna dan cup tidak bocor. Setelah terekat, kemudian akan dipotong oleh pisau potong yang memotong secara individual cup tersebut, baru kemudian cup yang sudah terisi dan tertutup akan di jatuhkan ke atas rel berjalan untuk kemudian dikemas ke dalam kardus.

Pengukuran kinerja mesin biasanya dilihat dari 1) kapasitas pengisian per jam nya (capacity), 2) kerataan permukaan cairan setelah pengisian (level), 3) kerapian pemotongan (cutting), dan 4) kekuatan perekatan (seal strength). Mesin ini terbuat seluruhnya dari stainless steel dan untuk bagian bagian yang bersentuhan dengan produk yang akan diisi dipergunakan material yang aman untuk pangan (food grade). Sedangkan untuk bahan bucket tempat duduk cup terbuat dari aluminium ringan namun tahan lama dan sesuai dengan sifat produk yang akan diisi. Mesin ini dibuat untuk memiliki daya tahan lama dan dalam kapasitas produksi berskala industri besar asal jangan melupakan perawatan berkala untuk pemeliharaan mesin. Mesin ini juga memerlukan kompresor udara untuk suplai angin sebagai penggerak pada bagian bagian tertentu yang memerlukan angin yang terkompresi sebagai pendorong/ penggerak. Umumnya mesin ini memerlukan ruangan kurang lebih 4 x 6 meter sebagai ruang produksi dan memerlukan kurang lebih 8 meter rel berjalan untuk produk jadi.

Crew's Album

Posted: Jumat, 24 Oktober 2008 by smarters06 in
0

Tentang Kami...

Posted: Rabu, 22 Oktober 2008 by smarters06 in
0


wajah2 yg masih lugu crew food tech 06...
maklum, baru semester pertama wktu ntu.. he...
tapi ada yg ga ikut nohhh.... 3 ekor...
piSs..

0

Description: This photoshop tutorial website has free lesson

instructions todraw or convert an image or photograph into sunset

or dusk photograph.

Photo retouch dusk effect using photoshop trick – tutorial – sundown

or endof day photoshop tutorial

Here we will tell you how to make Gold-rush in the software Photoshop.



[1] First you choosing a picture.











image038



[2] Click Image>Adjustments>Hue/Saturation and check the
colorize box then give the following settings.


[3] Your image will look like this.











image038



[4] Click Image>Adjustments>Curves, so you make a
kind of "stair" shape see image.


[5] Your image look like this.




[6] Click Image>Adjustments>Hue/Saturation and check the
colorize box then give the following settings.


[7] Here is your final image.


Bike mania

Posted: Senin, 13 Oktober 2008 by smarters06 in
0


Play This Game

gunakan tanda panah pada keyboard ya....

crew......

Posted: Selasa, 07 Oktober 2008 by smarters06 in
4



bagi nyang mo publikasi foto, artikel, atw apapun dapet ngubungin operator...
makasih...

Emerging Pathogen dalam Industri Pangan

Posted: by smarters06 in Label:
0

Dalam rangka menghasilkan pangan yang bermutu dan aman,
Oleh Ratih Dewanti-Hariyadi
industri berupaya menerapkan sistem manajemen yang
dianggap mampu memberikan jaminan yang lebih baik.
Di sisi pemerintah, berbagai kebijakan juga diundangkan demi
mencapai tujuan keamanan pangan. Meskipun demikian
kasus-kasus keracunan dan penyakit karena pangan
(foodborne diseases) masih saja terus terjadi di seluruh dunia ini dan
kasus yang paling banyak terjadi umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme. Bahkan, tampaknya industri pangan harus terus
berkejar-kejaran dengan munculnya patogen baru, disamping
tetap terus-menerus mewaspadai patogen konvesional yang
sudah lama dikenal seperti Salmonella, Staphylococcus aureus,
Clostridium botulinum, C. perfringens dan sebagainya.

Dalam rangka menghasilkan pangan yang bermutu dan aman,
industri berupaya menerapkan sistem manajemen yang dianggap
mampu memberikan jaminan yang lebih baik.
Di sisi pemerintah, berbagai kebijakan juga diundangkan demi
mencapai tujuan keamanan pangan. Meskipun demikian
kasus-kasus keracunan dan penyakit karena pangan(foodborne diseases)
masih saja terus terjadi di seluruh dunia ini
dan kasus yang paling banyak terjadi umumnya disebabkan
oleh mikroorganisme.
Bahkan, tampaknya industri pangan harus terus berkejar-kejaran dg
munculnya patogen baru, disamping tetap terus-menerus mewaspadai
patogen konvesional yang sudah lama dikenal seperti Salmonella,
Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, C. perfringens dsb.

Mengapa Patogen “Emerge”? Jenis patogen pangan penyebab penyakit
terus-menerus mengalami perubahan. Dalam beberapa tahun terakhir
banyak dilaporkan munculnya patogen baru.
Patogen baru bermunculan (emerge) paling tidak karena tiga faktor
yakni faktor inang manusia, faktor patogen-nya sendiri serta
adanya faktor paparan (exposure).

Faktor manusia disebabkan oleh meningkatnya jumlah lansia,
kekurangan gizi (malnutrisi), adanya penyakit-penyakit pada manusia
khususnya yang menurunkan sistem imun tubuh
seperti virus HIV. Faktor patogen disebabkan oleh kemampuan patogen
sebagai mahluk hidup untuk melakukan evolusi serta perkembangan
teknologi yang memungkinkan isolasi dan deteksi patogen baru.
Faktor paparandisebabkan oleh perubahan gaya hidup,
misalnya kecenderungan makan di luar, “going organic”,
“back to nature”, perjalanan cruise ship dan sebagainya.

Interaksi dari ketiga faktor tersebut memberikan “niche” bagi
mikroorganisme yang sebelumnya belum diidentifikasi atau
belum dilaporkan menyebabkan penyakit melalui pangan.
Kesimpulan mengenai hal ini dirumuskan oleh The Institute
of Food Technologists dan disajikan dalam Gambar 1.
Emerging Pathogen
Patogen yang
dianggap“baru”
dalam industri pangan dapat
digolongkan ke dalam 5
kelompok yaitu (1) patogen yang meningkat
kasus-nya dalam 20 tahun terakhir,
(2) patogen yang mendapatkan
virulensi dari patogen lain dan atau
menyebabkan penyakit yang berbeda,
(3) patogen yang berpindah lokasi
geografis, (4) patogen yang memiliki
modus “ baru” untuk masuk ke
pangan maupun untuk menyebabkan
penyakit dan (5) patogen yang perlu
diwaspadai (Farber, 2007).
Aelain itu ada juga emerging
vehicle atau pangan
yang menjadi penyebab penyakit terbanyak
dalam beberapa tahun terakhir.

Virus adalah patogen yang meningkat kasusnya dalam 20 tahun terakhir
Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuhdalam makanan yang
sebelumnya tidak banyak dihubungkan dengan kasus-kasus
keracunan pangan.
Tetapi dalam dua dasawarsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal
sebagai Norwalk-like virus) telah menyebabkan paling banyak keracunan
pangan dan bahkan menjadi penyebab 50% dari keracunan pangan
di Amerika Serikat.
Setidaknya ada dua alasan mengapa kasus keracunan oleh
Norovirus meningkat, pertama adalah berkembangnya metode
deteksi Norovirus dengan menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR). Kedua adalah adanya
gaya hidup baru yakni perjalanan dengan kapal pesiar (cruise ship),
dimana orang dalam jumlah besar
terkonsentrasi pada satu lokasi dan mengkonsumsi pangan
yang mengandung Norovirus yang kemudian ditularkan melalui
kontak orang ke orang.
Beberapa kasus besar keracunan Norovirus dilaporkan terjadi
pada perjalanan cruise ship yang menyebabkan ribuan orang sakit
(Isakbaeva et al., 2005). Salah satu pangan terkait
virus ini adalah raspberi (Hjertqvist et al., 2006.).
Meskipun Norovirus relatif mudah
diinaktifkan dengan panas tetapi virus ini tahan klorin
sehingga pangan segar sangat rentan
terhadap virus ini.

Virus lain yang ditengarai meningkat jumlah kasusnya adalah rotavirus,
hepatitis E dan virus flu burung. Virus flu burung jumlah kasusnya
terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya
di Indonesia.
Meskipun virus ini belum pernah dilaporkan
menyebabkan penyakit karena konsumsi pangan tetapi virus ini
telah melumpuhkan industri peternakan dan menyebabkan
banyak kematian pada orang-orang yang terpapar
oleh unggas yang sakit.

Mikroorganisme yang mengalami mutasi dan menyebabkan penyakit
yang berbeda. Mutasi atau perubahan susunan gen pada
mikroorganisme dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme termasuk diantaranya perpindahan gen
dari satu bakteri ke bakteri lainnya.
Kasus berpindahnya gen penyandi virulensi
tertentu telah dilaporkan sebelumya,
misalnya gen penyandi produksi toksin botulin dari
C. botulinum yang ditemukan pada
Clostridium baratii yang menyebabkan 1-2 kasus keracunan
(Harvey et al., 2002).
Dalam kurun tahun 1982- 2007, satu kelompok mikrorganisme
yang terus-menerus menyebabkan penyakit melalui pangan adalah
kelompok bakteri Esherichia coli
penghasil toksin Shiga (Shiga Toxin Producing E. coli atau STEC).
STEC mendapatkan gen penyandi toksin Shiga karena terinfeksi
virus yang membawa gen tersebut dari
Shigella dysenteriae. Pada tahun 1982, salah satu STEC-E. coli O157:H7-
pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit melalui konsumsi
hamburger yang kurang matang.
Bakteri ini yang sering ditemukan pada sapi ini bersifat tidak
tahan panas tetapi tahan pembekuan dan pH rendah. Selain hamburger,
beberapa produk pangan yang pernah
menyebabkan keracunan adalah salami, jus apel segar,
susu pasteurisasi dan air. Dalam 2 tahun terakhir, STEC juga telah
mengakibatkan panyakit di berbagai negara
bagian di Amerika Serikat karena konsumsi bayam siap santap
{Uhlich et al., 2008).

Mikroorganisme berpindah lokasi
Dunia yang makin terbuka menyebabkan terjadinya transaksi
perdagangan termasuk pangan yang menyebabkan pangan
berpindah dari satu daerah atau negara ke daerah atau negara lainnya.
Vibrio cholerae adalah bakteri penyebab kolera yang dianggap
sangat sering berpindah lokasi sehingga menyebabkan pandemi kolera
di berbagai belahan bumi sejak akhir abad tahun 19-an sampai sekarang.
Selama tahun 2006, jumlah kasus penyakit Vibrio cholerae karena
konsumsi pangan dilaporkan meningkat (MMWR, 2007).
Selain itu, Cyclospora cayetanensissejenis protozoa- dalam
buah segar merupakan mikroorganisme yang banyak berpindah tempat
melalui transaksi ekspor-impor (Calvin et al., 2003).
Karena V. cholerae maupun cyclospora merupakan mikroorganisme
tidak tahan panas maka potensi berpindahan patogen ini terjadi
terutama pada transaksi pangan yang dikonsumsi segar seperti
buahbuahan dan sayuran. Iradiasi adalah pengendalian yang
diharapkan dapat mengatasi masalah patogen dalam pangan segar tersebut.

Mikroorganisme menyebabkan penyakit dengan modus baru
Patogen yang mencemari telur dengan modus baru adalah
Salmonella enteritidis Phage Type 4 . Bakteri ini terdapat di dalam
telur ayam bukan melalui cangkang yang retak melainkan berpindah
langsung dari ovarium induk ayam yang terinfeksi ke bagian dalam telur
(Humphrey et al., 1989).
Hal ini menghasilkan telur yang mengandung Salmonella
meskipun cangkangnya utuh. Untuk menekan pertumbuhan
S. enteritidis PT 4 di dalam telur maka diterapkan refrigerasi
untuk penyimpanan telur. Bakteri ini tidak tahan panas tetapi telah
menyebabkan keracunan melalui telur dadar yang tidak matang dan
konsumsi telur mentah dalam minuman. Sementara itu
C. botulinum dilaporkan menyebabkan penyakit dengan modus baru
karena dapat menginfeksi usus orang dewasa (Health Canada, 2007).
Sebelumnya bakteri ini umumnya dilaporkan
menyebabkan intoksikasi (keracunan melalui toksin) pada orang dewasa.
Diduga infeksi bisa terjadi karena orang dewasa tersebut menderita
radang usus (Crohn’s disease).

Patogen yang perlu diwaspadai Beberapa patogen dilaporkan
menyebabkan kasus keracunan atau infeksi dalam
jumlah terbatas melaluipangan dan harus dipantau karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan masalah
kesehatan masyarakat di masa datang. Diantara patogen dalam
kelompok ini, Enterobacter sakazakii adalah bakteri yang
paling banyak mendapatkan perhatian.
Bakteri yang telah diisolasi dari susu formula ini telah
menyebabkan beberapa kasus radang usus dan radang otak pada
bayi berat badan lahir rendah, bayi prematur serta
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV. Bakteri yang bisa
diisolasi dari debu dan udara ini dapat mencemari susu formula
selama dan pasca pengeringan, pada tahap
pencampuran dengan vitamin dan mineral, serta selama penyiapan
susu dalam botol. Pengendalian E. sakazakii di tingkat industri
susu formula dilakukan dengan pendekatan
pencegahan dan pemantauan lingkungan,
lini proses dan sampling produk (Cordier, 2008).
Sementara itu, standar E. sakazakii dalam susu formula
telah didiskusikan sampai tahap 5 di Codex Alimentarius Commission.
Karena banyaknya variasi genetik dari E. sakazakii,
kelompok bakteri ini telah diusulkan diganti namanya
menjadi Cronobacter spp (Iversen et al., 2007)

Bakteri lain yang perlu diwaspadai antara lain Laribacter hongkongensis,
Arcobacter spp., Plesiomonas shigelloides, Mycobacterium avium subsp.
Paratuberculosis. Bakteri Laribacter hongkongensis telah diisolasi
dari ikan yang kurang matang (undercooked) dan dilaporkan sebagai
penyebab gastroenteritis pada pasien dengan sirosis hati. Arcobacter spp.
adalah bakteri serupa Campylobacter yang terdapat
pada daging unggas dan menyebabkan enteritis serta septisemia,
Plesiomonas shigelloides ditemukan di air tawar terutama di musim
panas dan menyebabkan selflimiting gastroenteritis,
sementara beberapa galur Mycobacterium avium subsp.
Paratuberculosis dilaporkan tahan
klorinasi dan pasteurisasi serta dapat menyebabkan penyakit
melalui susu pada orang yang juga mengalami Crohn’s disease.

Sayur dan buah segar adalah emerging vehicle.
Sayur dan buah adalah pangan yang paling sering dikaitkan
dengan penyakit karena pangan. Perubahan gaya hidup dimana
konsumsi sayur dan buah meningkat yang ditunjang oleh adanya
transaksi perdagangan dunia, meningkatnya jumlah lansia serta
perkembangan deteksi mikroorganisme telah secara akumulatif
menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
karena produk segar. Patogen versus manusia Patogen dan
manusia sebagai inangnya terus menerus mengalami perubahan
untuk mengadaptasi diri dengan lingkungan.
Dengan kompleksitas gennya, manusia lebih lambat dalam
beradaptasi dibandingkan dengan patogen sehingga kemungkinan
kita akan selalu “ketinggalan” dalam menyiasati
patogen emerging ini. Antisipasi oleh semua stakeholders
di bidang pangan diharapkan dapat mencegah suatu patogen
emerging menjadi penyebab penyakit dalam jumlah sangat
besar di berbagai bagian dunia ini. Metode deteksi yang terus
berkembang dapat dijadikan tonggak untuk merencanakan
pengendalian bagi patogen-patogen yang diduga
akan menjadi “bintang” penyebab penyakit di masa datang.

Uji Baru untuk Mendeteksi Residu Antibiotik dalam Susu

Posted: by smarters06 in Label:
1

Munculnya permintaan untuk mengembangkan pengendalian proses dalam industri dairy,
menyebabkan Chr. Hansen memperluas jangkauan alat uji antibiotiknya untuk mencegah
efek negatif residu tetrasiklin.

TetraStar memberi hasil yang jelas dalam waktu terbaik enam menit. Seperti BetaStar,
uji ini hanya membutuhkan pelatihan yang minimal dan alat-alatnya secara konsisten
memberikan hasil yang akurat. TetraStar bisa digunakan untuk menguji apakah susu
sesuai dengan peraturan batas residu maksimum dan apakah tetrasiklin yang terkandung
di dalam susu tidak bercampur dengan kultur produk. Uji untuk tetrasiklin dan uji untuk
beta-lakta Grup antibiotik tetrasiklin susu digunakan untuk pengobatan bovine mastitis,
termasuk tetrasiklin, klortetrasiklin, dan oksitetrasiklin. TetraStar melengkapi fungsi uji
BetaStar untuk grup beta-laktan antibiotik dairy, termasuk amoksilin, ampisilin, sepapirin,
kloksasilin, dan penisilin. Selama ini antibiotik digunakan untuk pengobatan terhadap
infeksi seperti mastitis pada sapi. Setelah beberapa tahun, terjadi peningkatan permintaan
terhadap produktivitas sapi yang lebih tinggi dan seringnya terjadi infeksi menyebabkan
terjadinya peningkatan penggunaan antibiotik.

Dalam keadaan normal, sapi yang mengalami perlakuan harus diisolasi selama waktu
tertentu sebelum diperah. Waktu karantina biasanya 4-5 hari, namun tergantung pada tipe
antibiotik dan dosis yang digunakan. Jika masa karantina ini tidak dilaksanakan, peternak
akan menanggung risiko yang tinggi jika residu antibiotik masuk ke dalam susu.
Adanya residu antibiotik mengakibatkan efek yang berat dan serius.

“Residu antibiotik juga merupakan masalah utama dalam industri dairy karena dapat
menghambat kultur awal dalam pembuatan yoghurt dan keju,” kata Ole Madsen,
Marketing Manager Dairy Enzymes and Tests, Chr. Hansen. “Hal ini akan menimbulkan
kerugian yang besar. Lebih penting lagi dan benar-benar berat adalah dampaknya
terhadap kesehatan manusia. Residu tersebut bisa mengakibatkan bakteri resisten
terhadap antibiotik, alergi, dan hipersensitivitas pada manusia,”lanjut Madsen.

Serikat kerja Eropa menetapkan tingkat residu maksimum, sebesar 100 part per billion (ppb)
tetrasiklin dalam susu. Peternak sapi Eropa meningkatkan uji terhadap tetrasiklin,
khususnya di Spanyol, di mana tetrasiklin sering digunakan, dan peningkatannya ± 10% tiap tahun.
(Sumber: Chr. Hansen)

Sensasi Tren Perisa Baru

Posted: by smarters06 in Label:
1

Konsumen saat ini menginginkan produk pangan
yang bisa memberikan bukan hanya rasa enak,
tetapi juga bisa memberikan suatu pengalaman tersendiri
sewaktu mengkonsumsi produk tersebut.

Sensasi, seperti sensasi segar, dingin, atau panas, yang menstimulasi indra pengecap dapat memberikan pengalaman yang unik. Sensasi dapat meningkatan pengalaman sensorial yang memang dicari dan diminati oleh konsumen saat ini.

Beberapa sensasi yang umum ditemukan di produk pangan dapat dideskripsikan seperti yang tertulis pada Tabel.
Untuk menjawab kebutuhan dari tren sensasi ini, Firmenich telah mengembangkan NovaSense®, solusi perisa


Molekul inovatif NovaSense® Cool memberikan efek es batu di sekitar mulut dan tenggorokan tanpa rasa pahit seperti menthol. Status NovaSense® Cool yang NI (Nature dentical) dan Halal membuka lebih banyak kesempatan dari segi regulasi dan marketing. NovaSense® Cool dapat diaplikasikan di es krim, permen, dan minuman susu.

NovaSense® Hot

Koleksi NovaSense® Hot memberikan efek pedas dengan profil rasa netral, sehingga dapat dikombinasikan dengan perisa lainnya tanpa mengganggu integritas profil perisa tersebut. Efek pedas yang ditimbulkan di sekitar mulut dan tenggorokan dihasilkan oleh sinergi molekul molekul perisa yang digunakan dalam NovaSense® Hot (lihat Gambar 1). NovaSense® Hot berstatus NI dan Halal. Aplikasi untuk NovaSense® Hot adalah untuk permen, permen karet, permen gummy dan tablet. NovaSense® Tingling and Salivating Koleksi perisa sensasi Firmenich yang terbaru adalah NovaSense® Tingling dan




yang dapat memberikan efek elektrik atau sensasi soda ini,
berstatus Natural dan Halal.
NovaSense® Tingling juga dapat dikombinasikan dengan perisa
lainnya tanpa mengubah
profil dari perisa tersebut. Efek dari NovaSense® Tingling
dapat dirasakan
setelah adanya delay/lag time, seperti yang dijelaskan oleh
grafik pada Gambar 2.
Oleh karena itu, NovaSense® Tingling dapat digunakan
untuk memberikan efek
persepsi ganda (Dual Perception, lihat Gambar 3),
dimana persepsi awal contohnya
bisa berupa rasa buah, dan persepsi akhir adalah
sensasi soda atau efek elektrik.
NovaSense® Salivating harus digunakan bersamaan
dengan NovaSense® Tingling
untuk dapat dirasakan efeknya. Status NovaSense® Salivating
adalah NI dan Halal.
NovaSense® Tingling dan NovaSense® Salivating
dapat diaplikasikan
di produk es krim, permen, permen karet, dan tablet.
Pengembangan
dan penemuan perisa sensasi ini dapat menjawab
kebutuhan pasar untuk
produk dengan citarasa yang unik. Sumber (firmenich)

Penentuan Batas Keamanan Zat Gizi Mikro

Posted: Rabu, 24 September 2008 by smarters06 in Label:
0

Dari beberapa studi yang dilakukan di kota besar Indonesia,
menunjukkan bahwa pada sebagian kelompok masyarakat menengah ke atas sudah terbiasa mengkonsumsi suplemen zat gizi.
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul Idrus Jus’at memaparkan, dari sampel yang diteliti di Kota Bogor dan Jakarta, disimpulkan bahwa sebanyak 50-70% wanita pekerja hampir selalu menggunakan suplementasi zat gizi. Walaupun ratarata asupan mineral dari konsumsi pangan harian masih rendah, namun pada kelompok masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi suplemen zat gizi, ada kemungkinan sudah melebihi batas ambang yang aman. “Aplikasi penilaian risiko zat gizi sudah mulai perlu dilakukan pada kelompok populasi tersebut, terutama
untuk jenis zat gizi tertentu, seperti vitamin C, vitamin A, besi dan seng,” kata Idrus Jus’at dalam Forum Widyakarya Pangan dan Gizi IX di Jakarta akhir Agustus lalu.

Batas maksimum keamanan vitamin dan mineral pada produk pangan di beberapa negara mengacu pada angka kecukupan gizi masingmasing negara. Angka kecukupan gizi (AKG) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu.

Penentuan batas maksimum dimaksudkan untuk mengurangi potensi kelebihan asupan zat gizi tertentu dan menjaga agar produk pangan yang dikonsumsi tetap seimbang dan aman untuk populasi dalam lingkup luas. Oleh karena itu, “Batas minimum atau batas maksimum harus di tuliskan pada label produk, dan diinformasikan pada saat mengiklankannya,” tandas Idrus. Semua nilai gizi yang ada dalam bahan pangan tersebut harus dituliskan jumlah dan persentasenya dengan AKG. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi terjadinya kelebihan asupan zat gizi melalui konsumsi pangan yang difortifikasi, terutama zat gizi yang sudah mempunyai nilai batas level tertingginya. Setiap zat gizi mempunyai nilai batas toksisitas yang berbedabeda. Idrus mencontohkan, selenium menyebabkan toksik pada konsumsi 10 kali dari AKG, sedangkan vitamin C diberikan 25 kali masih bebas dari risiko toksik. Oleh karena itu, penetapan batas maksimum sebaiknya menggunakan angka batas maksimum yang dikenal dengan Tolerable Upper Intake levels (UL).
“Kelebihan menggunakan angka ini adalah asupan zat gizi yang paling tinggi mempunyai efek positif terhadap kesehatan dan tidak menimbulkan toksisitas,” kata Idrus. Penetapan angka UL ini telah didasarkan pada proses yang panjang yaitu melalui kajian risiko yang diawali proses pengumpulan data yang terkait dengan tingkat konsumsi yang dapat menimbullkan toksisitas pada manusia, kajian besarnya dosis yang dapat menimbulkan respon toksik, kajian populasi yang menerima suplemen gizi,dan terakhir penarikan kesimpulan.

Asupan Kalsium dan Overweight

Posted: by smarters06 in Label:
0

Studi epidemiological yang dilakukan oleh peneliti
dari University of Sao Paulo Brazil menambah
perdebatan akan peranan kalsium, terutama yang berasal dari susu, dalam mengurangi berat badan.
Topik tersebut menjadi kontroversi karena beberapa hasil penelitian memberikan hasil yang berbeda.

Penelitian yang melibatkan 1459 orang dewasa berusia 20 hingga 59 tahun, 30% diantaranya mengalami overweight, dan 13% obesitas. Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa rata-rata asupan kalsium dari panelis tersebut adalah 448,6 mg/hari. Panelis yang mengkonsumsi kalsium rata-rata terendah (kurang dari 264,9 mg/hari) memiliki prevalensi
overweight 24% lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kalsium minimal 593,7 mg/hari. Namun, penelitian yang dipimpin oleh Milena Baptista tersebut Bueno tidak menemukan bukti hubungan sebab akibat antara asupan kalsium dengan penurunan berat badan.

Konsumsi kalsium yang lebih tinggi mengindikasikan gaya hidup yang sehat. Asupan kalsium yang mencukupi dipenuhi oleh wanita yang tidak merokok, sering melakukan olahraga, dan memiliki tingkat pendidikan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup dan tingkat sosial ekonomis memberikan akses kesehatan yang lebih baik.