Saat Minuman Tradisional Menjadi Ready to Drink
Posted: Kamis, 01 Januari 2009 by smarters06 in Label: Intip Dunia Pangan QtIndonesia kaya dengan ragam pangan tradisional yang mampu diangkat menjadi produk nasional dan bisa bersaing dengan produk impor. Sayangnya masih sedikit masyarakat yang memanfaatkan peluang ini.
Satu diantara penyebab hal tersebut adalah kemasan produk pangan tradisional masih kalah bersaing dengan kemasan produk pangan luar negeri, padahal secara kualitas produk lokal mungkin lebih baik dibandingkan produk luar negeri.
Maklum lah kalau dilihat dari media komunikasi, fungsi suatu kemasan produk tidak sekadar sebagai pelindung atau wadah, akan tetapi juga dapat menarik minat pembeli. Karenanya, harus dipikirkan desain kemasan yang menonjol sehingga daya tariknya lebih besar.
Banyak makanan dan minuman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia kalau dilihat dari nilai gizi terhitung baik. Lihat saja minuman seperti beras kencur, temulawak, kunyit-asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek.
Belum lagi makanannya seperti keripik balado Padang, kacang oven Bogor, keripik emping melinjo Pandeglang, bawang Palu, dan abon ikan tuna Marlin. Para ahli gizi pun akan sependapat bahwa pangan tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan manusia.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia pun produk tersebut sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu sudah menjadi bagian kehidupan mereka. Memang ada sebagian pebisnis yang melihat pangan tradisonal milik Indonesia dan dijadikan usaha baru mereka.
Kini masyarakat tidak hanya membeli barang, tetapi juga membayar nilai estetika kemasan. Bahkan sebagian masyarakat tidak segan membeli produk serupa dengan harga berlipat asal kemasannya menarik.
Memang di pasar, produk pangan tradisional ini masih cukup bersinar. Sebab masyarakat awam terkadang tidak begitu memperhatikan soal kemasan, yang penting “banyak asal murah” atau sebaliknya. Untuk hal ini pelaku usaha pangan tradisional boleh membusungkan dada, tapi pasar modern seperti supermarket jelas menolak produk tersebut.
Sebenarnya beberapa pelaku usaha produk pangan tersebut telah berusaha menerobos pasar modern. Tapi standar yang ditetapkan seringkali menjadi penghambat. Di antaranya label, bar code, nama perusahaan, informasi gizi, dan sebagainya. Padahal, potensi pasar cukup luas dan menjanjikan.
Tapi ada juga kabar bahagia, yaitu ada minuman jamu yang dijual dipasaran dalam bentuk serbuk. Beberapa tahun belakangan ini produk yang berbentuk serbuk pun dipakai untuk penjualan temulawak, jahe, hingga bandrek.
Langkah tersebut patut diberi apresiasi, namun keinginan masyarakat yang terus berubah patut diperhitungkan juga dalam mengembangkan produk tersebut agar terus digandrungi oleh masyarakat. Lihat saja disekitar kita, banyak bermunculan minuman yang tinggal ditusuk dengan sedotan dan tinggal diminum atau istilah populernya adalah ready to drink.
Sebenarnya pengemasan ini sudah digunakan untuk beberapa jenis minuman tradisional kita seperti minuman teh, minuman kacang hijau dan buah-buahan lain. Belakangan pun salah satu perusahaan jamu terbesar di Indonesia mengeluarkan beragam jenis minuman seperti minuman tradisional gula asam, beras kencur, serbat.
Minuman instan yang siap minum tersebut disajikan di dalam kemasan Tetra Pak yang higienis dan praktis. Lewat kemasan ini masyarakat bisa menikmati minuman tradisional milik Indonesia seperti layaknya meminum minuman modern yang notabenenya berasal dari negara lain.
Ada banyak keunggulan jika minuman tradisional kita disajikan ready to drink dengan menggunakan kemasan modern seperti tidak memerlukan bahan pengawet, shelf-life yang panjang, serta praktis dan aman untuk dikonsumsi. Memang perlu dana tambahan jika mau menggunakan kemasan yang berasal dari karton aspetik tersebut. Dan akibatnya memang akan berdampak dengan harga jual produk kita nantinya.
Tapi yakin lah dengan biaya tersebut akan tertutupi/diimbangi dengan menariknya penampilan produk yang dijual yang dapat mempertahankan nilai gizinya tanpa diperlukan bahan pengawet sehingga akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang membelinya. Dan akhirnya minuman tradisional pun mampu bersaing dengan produk impor di pasar dalam maupun luar negeri.